PROLOGUE

16.9K 388 1
                                    

Brak!

"Tidak, Yah. Rhea tidak bisa menerima hal ini!" ujar seorang wanita berperawakan kurus nan cantik dengan rambut lurus sebahu berwarna cokelatnya. Rhea menggebrak meja dan sedikit merasakan panas pada telapak tangannya namun Rhea hiraukan.

"Rhea, Ayah tidak mengajari mu berperilaku buruk saat berbicara dengan orang tua, duduk dan cepat tanda tangani suratnya!" titah Ayah Rhea.

"Tidak, Yah! Sampai kapan pun Rhea tidak akan pernah mau menikah! Rhea belum siap Yah, Ayah mengertilah! hiks," ucap Rhea lirih sambil terisak. Tangan mungilnya beranjak untuk menyeka air matanya, bagaimana pun Rhea tidak mau di cap sebagai gadis yang lemah.

"Ayah tetap akan menikahkan mu, cepat tandatangani suratnya!"

"Ayah tidak pernah mengerti Rhea, Rhea benci Ayah!" ujar Rhea lalu menyambar tasnya dan keluar dari rumahnya meninggalkan Bunda dan Ayahnya beserta bakalan mertuanya.

"Maafkan putri saya, dia masih sedikit labil."

"Tidak apa, saya tahu, Rhea bukanlah gadis yang seperti itu, dia hanya sedikit tertekan dengan keadaan saja," ujar seorang pria paruh baya lalu tersenyum.

"Saya akan bersikeras membujuknya, saya yakin Rhea akan menyetujuinya."

"Tidak perlu memaksa, jika memang Rhea tidak mau ya tidak perlu di paksa, lagian umur dua puluh tahun itu masih terlalu muda untuk menikah, apa lagi Rhea adalah seorang gadis anak perkuliahan yang masih memikirkan tugas, main bersama teman-temannya, mungkin Rhea masih menginginkan menikmati masa-masa gadisnya," ujar pria itu lagi.

"Tapi bagaimana dengan kerja sama kita?"

"Nanti kita bicarakan lagi," sahut pria itu.

Other side,

"Aku benci Ayah, Div. Ayah tidak pernah mau mengerti, Ayah hanya memikirkan perusahaan, perusahaan, dan perusahaan saja!" ujar Rhea sambil terisak menatap temannya yang memandangnya iba.

"Aku tahu, Rhea. Sudah ya," ujar Diva mencoba menenangkan Rhea dengan menepuk pelan punggung belakangnya.

"Memang, sekarang perusahaan Ayah tengah di ambang kebangkrutan, untuk membuatnya berdiri tegap lagi ya aku harus bersedia di nikahkan dengan kolega bisnis Ayah yang akan membantu Ayah, tapi apa tidak ada cara lain?" ujar Rhea.

"Seorang anak yang berbakti itu salah satunya harus menurut pada setiap keputusan orang tua, setiap orang tua itu menginginkan anaknya bahagia, selalu berpikir bagaimana caranya agar anaknya selalu tersenyum walau dengan cara yang sangat sederhana sekali pun. Aku tahu, Rhe, orang tua mu pasti tidak bermaksud untuk melukai mu atau memaksa mu, orang tua mu hanya ingin meminta tolong pada mu, dan meminta kesediaan mu untuk membantu membangun perusahaanya kembali jaya. Aku di sini tidak membela orang tua mu, pun juga bukan memaksa mu untuk berpikir keras, atau pun memintari, aku hanya sekadar menengahi saja, tidak lebih," ujar Diva menatap Rhea dalam.

"Aku mengenal mu, Rheazura Keisha Radhisty bukanlah gadis lemah seperti ini, yang selalu menitikkan air matanya, ayo usap air mata mu itu, dan lekaslah tersenyum. Pulang nanti cobalah bicara dengan keluarga mu, apa tujuan Ayah mu menikahkan mu dengan anak koleganya, pasti bukan hanya semata-mata karena perusahaan, Rhe," sambung Diva.

"Kamu teman terbaik terima kasih," ujar Rhea lalu tersenyum hangat.

Setelah Diva mengatakan hal itu Rhea pamit pulang. Di perjalanan pulang, Rhea melihati sekelilingnya, jalanan nampak ramai, orang-orang berlalu lalang, bergandengan dengan kekasihnya, temannya, sahabatnya, bahkan ada juga dengan orang tuanya, mungkin. Hari ini masih pukul delapan malam, omong-omong ini malam minggu.

Mengingat kejadian tadi sore membuatnya semakin pusing, namun temannya Diva memberikan saran yang tepat.

Rhea memandangi kaleng soda di genggamannya beberapa saat yang lalu Rhea merasa sedikit haus dan mampir dahulu ke sebuah Cafe yang tanpa sengaja Rhea lewati, berjalan sedikit mampu membuat kering kerongkongannya. Dari dalam Cafe, Rhea melihati ramainya orang yang berlalu lalang.

"Mentang-mentang malam minggu, mereka bisa pamer kekasih seenaknya," gumam Rhea lalu meminum minumannya lagi.

Sruk!

Rhea melihat seorang pria duduk di meja tepat di sampingnya. Pakaiannya rapih, jas hitamnya dan sepatu pantopel yang mengkilap, tidak lupa juga sebuah laptop yang pria itu letakkan di meja, dapat Rhea tebak pria ini adalah pria yang kaya.

Pria itu mulai mendudukan dirinya, membuka dua kancing jasnya dan membiarkan jasnya menganga.

Rhea terkejut ketika pria itu balik menatapnya, pria itu ternyata sadar karena dilihati terus menerus oleh Rhea. Dengan segera Rhea membuang mukanya dan berpura-pura tidak tahu apa-apa.

Rhea kembali melirik ke arah pria itu dan mendapati pria itu yang tengah mengoperasikan laptopnya. Pramusaji datang untuk menghantarkan pesanan pria itu, hanya secangkir teh.

"Ini sih benar-benar kaum elit," gumam Rhea sambil meminum minumannya lagi.

Hari hampir malam, namun Rhea tidak berniat untuk segera pulang. Cafe ini buka 24 jam jadi Rhea bisa meninggalkan Cafe sampai jam kapan pun Rhea mau.

"Iya Halo?"

Rhea mendengar pria itu tengah mengangkat panggilan masuk.

"Oh maafkan saya, saya sedikit sibuk hari ini," ujar pria itu sambil mengetik laptopnya, ponsel pintarnya dia jepit antara bahu dan kepala, terlihat sedikit kerepotan, pria itu menutup laptopnya dan menggenggam ponselnya.

"Baiklah, pulang nanti akan saya belikan, tiga cukup?"

"Baiklah, lekaslah tidur," ujar pria itu lalu memasukan ponselnya ke dalam saku celananya.

"Oh astaga, saya meninggalkan dompet saya di rumah, Arsyah ada apa dengan mu?" ujar pria itu sambil menepuk pelan jidatnya.

"Oh namanya Arsyah, nama yang bagus," gumam Rhea. Rhea sekarang memang sudah tidak memandangi Arsyah, hanya saja telinganya kini sedikit ditajamkan.

Rhea mengambil sebuah kartu debitnya dan beranjak dari mejanya. Menghampiri pria bernama Arsyah itu sambil menyodorkan kartunya.

"Lain kali periksa dulu kelengkapan barang-barang mu, pak. Ini aku pinjamkan kartu ku," ujar Rhea menatap Arsyah dingin.

Arsyah tersenyum simpul, dirinya mulai berdiri di depan Rhea. Rhea yang hanya memiliki tinggi sedada Arsyah tentu saja terkejut melihat perawakan Arsyah.

Arsyah sedikit mencondongkan dirinya ke arah Rhea, senyum di bibirnya juga tidak luntur.

"Simpan saja kartu mu itu gadis kecil, saya masih bisa membayar teh saya," ujar Arsyah lalu mengembalikan kartu Rhea.

"Apa? Gadis kecil? Kamu pikir aku ini masih anak sekolahan, huh?" ujar Rhea merasa tidak terima.

"Saya kira begitu, memang salah?"

"Tentu saja!" serobot Rhea.

Arsyah mengusap rambut Rhea lembut, "Saya tidak peduli, baiklah sampai jumpa, gadis kecil, cepatlah pulang, ayah dan ibu mu pasti mencari mu sekarang," sahut Arsyah lalu beranjak pergi menenteng laptopnya.

"Dasar tua bangka sombong menyebalkan! Kamu pikir kamu siapa, huh? Aku berniat menolong mu, aku jadi menyesal melakukannya!" ujar Rhea sewot. Cafe tengah sepi pengunjung jadi Rhea bisa berteriak tanpa takut diawasi pengunjung lain.

Pria itu nampak acuh dan segera keluar dari Cafe. Rhea juga keluar dari Cafe berniat untuk pulang dengan moodnya yang hancur karena pria bernama Arsyah itu.













Tbc

PERNIKAHAN KONTRAKWhere stories live. Discover now