14-Dia Penawar Sedih

64 21 33
                                    

"Balasan itu ada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Balasan itu ada. Orang yang menyakitimu akan disakiti balik,
orang yang menghargaimu, akan dihargai balik. Semua sama rata, karena pada dasarnya
kebaikan akan dibalas dengan kebaikan,

jangan sampai perilaku
orang-orang yang selalu mempermainkanmu, membuatmu menjadi pribadi yang lemah, jatuh bangkit lagi, gagal berusaha lagi. Dirimu terlalu berharga, kamu berhak bahagia."
***

"Arkan, kenapa kamu ingin melawan mereka?" tanya Nisa serius kepadaku, Farrel hanya terdiam di sampingku.

"Permisi, tumben, kamu bilangnya pake aku-kamu ni?" balasku, suaraku terdengar serak sekali.

"Arkana, jujur ya, dan jangan ngalihin topik pembicaraan, tolong, gue gak suka, diginiin, Arkan. Kenapa lo bisa berpikiran buat melawan? Ini kayak bukan Arkan, yang gue kenal," tegas Nisa, aku tidak membalasnya.

Aku bingung harus menjawab apa pada Nisa, aku tidak tahan dengan semuanya. Baru kali ini, aku hampir saja terlepas kendali. Kini Nisa masih terus-menerus bertanya itu kepadaku. Farrel malah diam saja tak berkata apa-apa, Huh! Aneh memang.

"A---aku," ucapanku terbata-bata.

"Arkana! Jawab pertanyaanku!!" sentak Nisa, menyentuh pundakku. Menatapku dengan serius, mungkin saja berusaha untuk meyakinkanku.

"Rel! Kenapa lo diam aja, hah! Arkana itu sahabat lo, wooooyy!" lanjut Nisa, membentak Farrel. Aku mohon, aku benci kegaduhan seperti ini.

"Aku tidak mau melihat kita bertiga berseteru dan lebih parahnya
ini semua karena ulahku, mungkin mereka benar. Bahwa aku sangat tidak pantas sekali, untuk menjadi bagian sekolah ini. Aku sadar diri, aku hanya sebatas manusia biasa, yang tidak punya apa-apa, jauh dari kata sempurna, batinku." Aku merenung.
Rasa kesalku terhadap Dirta, dan yang lainnya masih belum hilang.

"Sudah-sudah, jangan bertengkar! Ini semua salah Arkan. Sudah, ya, jangan dipermasalahkan, kita harus tetap akur. Kita bertiga sahabat!" tegasku agar Nisa tenang, dan tidak lagi larut dalam amarahnya itu.

"Tapi, Ar ...." Nisa berkata lirih.

"Kenapa?" Aku langsung menyela, di saat Nisa belum selesai berbicara.

"Gue mau tanya, kenapa tadi lo ada niatan buat melawan? Gue gak suka!" tegas Nisa, menatap wajahku.

"Karena kata Farrel, aku itu terlalu banyak mengalah, aku pun berpikiran hal yang sama, ibarat katanya seperti aku mengaku kalah," balasku, seraya merenungi semuanya.

"Itu gak benar, Ar. Be yourself, love yourself, mungkin waktu itu gue bener-bener kacau, makanya gue berbicara yang tidak-tidak," ungkap Farrel, berasal dari lubuk hatinya yang paling dalam. Farrel menyesal, karena telah membuat diriku hampir saja tidak menjadi diri sendiri.

AL: Stand Alone [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang