𝐓𝐨𝐅 xx. The War (final)

1.2K 259 19
                                    

Chapter terakhir ini akan memiliki narasi yang begitu panjang, selamat membaca!

Alexander begitu menggelora. Kekuatannya siap menghantam sisi depan. Asap hitam menggulung dari dalam dirinya, sulur-sulur bayangan bergerak layaknya cakar yang siap mencabik mangsa. Dua pasukan itu berhadapan dengan saling mengincar kepala musuh sebagai tujuan utama. Maka manakala Alexander menyibakkan sayapnya, sulit bagi mereka untuk tidak merasa menang tatkala melihat pasukan Artemis tersentak sesaat, begitu pula Ratu Negeri Vallahan itu.

"PERISAI!" Alexander berteriak di garda terdepan. Perisai keperakan legiun daratnya membentengi seluruh legiun dari depan. Helm perang pasukan berbentuk sayap elang tersembunyi di baliknya, pertanda bahwa mereka berjuang untuk kemerdekaan Álfheimr.

Legiun Álfheimr maju selangkah demi selangkah. Artemis dengan angkuh menyunggingkan bibir di atas Kerberos yang ia tunggangi. Alexander menyembunyikan Valencia dibalik gulungan hitamnya. Dari tempatnya berdiri, Valencia dapat melihat Theodore menenggelamkan musuh di dataran yang mereka pijak. Ia gunakan sisa-sisa kekuatan yang dirampas oleh Artemis untuk kemerdekaan.

Vartan dan Siagren layaknya sepasang yang tak bisa dipisahkan. Raja Negeri Musim menghanguskan musuh satu persatu menggunakan sinar matahari yang ia pusatkan ke arah mereka. Panas yang dihasilkan cahaya melelehkan baju zirah yang dipakai pasukan Vallahan. Insan-insan yang berjuang di bawah kaki Artemis ikut terbakar di baliknya manakala Siagren merobek-robek musuh menggunakan sayatan-sayatan cahaya yang ia lemparkan dari kedua tangannya. Selain leher, ia juga mengincar mata musuh. Membutakan mereka dengan cahaya putih yang begitu menyilaukan.

Empat raja Álfheimr bergerak di garda terdepan. Menghabisi sederet pasukan Artemis yang mendekat. Alexander menjerat kaki mereka menggunakan sulur-sulur bayangan, mengikatnya, lalu menenggelamkan prajurit itu dalam tanah yang mereka pijak. Mengubur hidup-hidup pasukan Artemis.

Perang masih berjalan dengan rapi. Pasukan makhluk kegelapan yang dibangkitkan oleh Artemis sedikit pun tak beranjak dari tempat mereka berdiri. Artemis mengerahkan pasukan perinya manakala wanita itu mundur, berada di tengah antara pasukan peri dan kegelapan miliknya. Api menyala-nyala dari tubuh gemulai yang berbalut baju zirah.

Formasi legiun Álfheimr begitu rapat. Maju selangkah demi selangkah dengan pasti. Tanah-tanah bergetar, seiring dengan langkah kaki tanpa gentar. Sayap Alexander mengepak, menghempaskan prajurit-prajurit yang menjemput kematiannya sendiri dengan cara menyerang raja terkuat yang pernah lahir di seluruh penjuru Álfheimr. Peluh menetes membasahi wajah rupawan miliknya yang dibalut helm perisai.

Melihat keadaan yang semakin memburuk, Valencia menyelubungi dirinya menggunakan air. Ia bawa air yang dihasilkan oleh Raja Theodore menjadi perisainya. Menggulung bersamaan dengan asap milik Alexander yang menyelubungi dirinya. Ingin sekali ia menyayat dan mencabik-cabik pasukan pasukan Artemis menggunakan sabit api ungunya. Namun, Valencia menahan hasrat itu. Sebab belum saatnya, ia berdiri di sini untuk berhadapan dengan Artemis.

Dua barisan terdepan pasukan Negeri Vallahan berhasil dihabisi dan hanya butuh raja-raja Álfheimr untuk melakukan itu. Begitu hebat nan dahsyat kekuatan mereka. Jiwa-jiwa yang haus akan kemerdekaan, dendam yang terkubur jauh dalam diri mereka membumbung tinggi. Kepala Artemis adalah target utama perang kali ini.

"LEGIUN SATU, SERANG!" Alexander kembali berteriak. Legiun pertama berlari menyergap musuh. Pedang-pedang berkilauan memantulkan cahaya matahari manakala darah mengucur di baliknya. Tanpa gentar sedikit pun, mencabik-cabik pasukan Negeri Vallahan.

Alexander membuka jalan untuk Valencia. Tatkala puluhan tentara Vallahan mengincar kepalanya, Alexander tahu apa yang harus dilakukan. Pasukan itu mengarahkan tombak dan pedang ke arah Raja Negeri Kegelapan. Kengerian membayangi Valencia manakala pasangan setengah jiwanya menghadapi maut yang begitu mematikan. Sulur-sulur bayangan menjerat kaki mereka, namun sepertinya yang menyergap Alexander adalah pasukan khusus yang sudah terlatih. Mereka menggunakan pedang khusus untuk memotong sulur bayangan yang menjerat kaki mereka, memotongnya seperti memotong daging. Tatkala Alexander tahu bahwa sulur-sulur kegelapan itu tak lagi berguna dan terlalu riskan menggunakan pedang, maka ia mengabut pasukan-pasukan itu. Seperti menjentikkan jari, pasukan itu berubah menjadi kabut hitam. Asapnya membumbung di udara. Kesaktian seorang dokkalvar. Menghabisi musuh layaknya mereka bukan apa-apa. Maka tatkala pasukan khusus Vallahan ingin kembali menyerangnya, mereka seakan kembali mengingat apa yang mereka hadapi. Bukan hanya seorang black elves atau shadow elves, tetapi juga seorang dokkalvar. Ras elf terkuat yang telah lama punah dan terlahir kembali dalam diri Raja Negeri Kegelapan.

Throne of Flames (Tamat)Where stories live. Discover now