q

4.9K 268 2
                                    

Maaf ya bestie kalo ada kesalahan penulisan karna ga w edit dulu atau kata-kata yang menyinggung 🙏

jangan lupa vote dan commentnya yaa para ahli surga 🙏

*****

Ini udah malem banget. Dan cuaca di luar dingin banget. Nada juga udah tidur nyenyak sejak beberapa jam lalu-sebelum tidur lelap dia memintaku untuk memeluknya. Entah kenapa aku kepikiran pak Dikta yang tidur di ruang tengah. Dia tidur sendirian cuma beralaskan empuknya sofa aja. Tanpa selimut.

Dengan perlahan, aku keluar kamar sambil membawa selimut buat pak Dikta. Di hadapanku kini sudah ada lelaki berkepala 3 itu. Tengah terpejam dengan tangannya yang memeluk tubuhnya sendiri. Aku harap dia gak bangun dan kegeeran ketika lihat aku yang tengah menyelimuti tubuh kekarnya. Sejenak aku memandangi wajahnya yang terlihat tenang. Wajah lelah yang gak pernah bilang dia lelah.

Aku menghela napas berat. Denial sekali rasanya jadi aku. Lantas aku kembali berjalan menuju kamar.

Author POV

Tanpa Nadia sadari kalau pak Dikta sebetulnya belum benar-benar tertidur. Entah apa yang mengganggu pikirannya hingga lelaki itu belum kunjung terpejam dari bangunnya. Namun yang jelas terlihat saat ini hanyal seulas senyum tipis dengan mata kecilnya yang menatap punggung sempit milik Nadia. Lantas kembali terpejam. Mencoba untuk tertidur dengan sisa waktu kurang dari 5 jam lagi menuju pagi.

*****

Paginya....

Bapak dan ibu menyuruh Nadia dan Dikta untuk membeli sarapan. Berdua saja tanpa Nada. Mereka bilang, Nada biar keduanya saja yang urus, Nadia dan Dikta hanya perlu pergi untuk mencari sarapan. Hingga dipertengahan jalan ibu menelepon Dikta. Mengatakn sesuatu yang membuat Dikta terkekeh kecil.

"Kalian beli sarapannya gak usah buru-buru. Ibu udah buat nasi goreng kok buat Nada, ini Nada lagi makan. Kalian pergi aja berduaan, ibu sama bapak kasih ruang buat kalian saling kenal."

"Iya, ibu. Terimakasih," jawab Dikta yang kemudian sambungan teleponnya terputus.

Nadia menatap Dikta bingung. Ia tidak dapat mendengar percakapan Dikta dengan lawan bicaranya.

"Ibu?" tanya Nadia yang diangguki Dikta. "Apa katanya?"

"Bukan apa-apa. Ibu suruh kita buat cari sarapannya santai aja, itung-itung jogging," jawab Dikta.

Nadia tak banyak berkomentar. Dia hanya melangkah dengan kakinya yang sudah cukup panas di bagian ototnya. Sampai kemudian mereka sampai di tempat nasi uduk. Nadia bilang ia suka sekali nasi uduk, jadi Dikta memilih untuk sarapan itu saja.

Keduanya terduduk di salah satu kursi panjang. Menunggu antrian panjang ibu-ibu yang juga beli nasi uduk.

Dikta menghela napas berat. Kepalanya menoleh ke arah seberang duduknya Nadia. Nadi spontan saja menoleh pada Dikta. Namun kemudian kembali mencari atensi lain.

Dan lagi Dikta menghela napas berat. Tiga kali, membuat Nadia jengah sendiri.

"Saya tau percaya sama orang itu sulit, tapi saya harap kamu bisa mau percaya sama saya. Mau cerita banyak hal sama saya perihal apapun. Dari yang penting sampe hal yang sepele sekalipun. Saya harap kamu bisa percaya sama saya," katanya kemudian.

Nadia diam sejenak.

"Iya, Pak. Saya coba ya," jawab Nadia.

Untuk beberapa saat keduanya saling diam. Hanya terdengar suara riuh ibu-ibu yang sedang memesan nasi uduk.

Beloved StepmotherDonde viven las historias. Descúbrelo ahora