4 Kenangan

4 1 0
                                    

Berhubungan seperti dulu. Yah tentu saja. Apa yang diharapkan Gus dari Hana selain hubungan mereka yang seperti dulu. Hubungan baik yang akan akan berkembang ke mana-mana. Akan tetapi bukankah itu lebih baik daripada tidak sama sekali.

“Gus, aku harus pergi,” ucap Hana setelah beberapa lama mereka hanya berdiri dalam kecanggungan.

“Oh ya tentu saja. Apakah kau mau ku antar?”

“Tidak perlu, aku hanya akan kembali sebentar untuk menemui ibumu, lalu aku akan pulang.”

“Pulang? Aku baru saja datang dan kau sudah akan pulang?”

Hana mengerlingkan pandangannya ke arah lain sambil mengangkat bahu. “Yah aku tidak bisa lama-lama karena besok aku harus bekerja, begadang tidak baik bagiku.”

Memangnya Hana itu anak-anak yang harus tidur di bawah jam 10. Pertanyaan itu tersangkut di tenggorokan Gus, ia tidak mengucapkannya. “Begitu? Apakah kau mau kuantar pulang?”

Sesaat setelah pertanyaan itu terlontar, Gus menyesalinya. Ia baru saja ditolak dan dengan bodohnya ia menawarkan lagi. Kenapa otaknya tidak berfungsi dengan baik saat di dekat Hana. Setelah tujuh tahun berpisah dari wanita di hadapannya, rasa kagumnya bukannya meluntur, namun malah menjadi-jadi hingga ke taraf gugup nan bodoh.

“Yah boleh.”

“Ya apa?” Gus berharap ia tidak salah dengar.

“Apa telingamu perlu kubersihkan, Gus? Kubilang ‘ya boleh’, harusnya aku tidak mengulangi jawabanku,” ujar Hana dengan nada yang agak ketus.

Kendati demikian persetujuan itu berhasil memunculkan seulas senyum samat di bibir Gus yang buru-buru dihapusnya.

“Ya. Ayo.”

Hana mengikuti Gus keluar. Saat mendekati aula depan, Hana menarik lengan kemeja Gus hingga mereka berdua berhenti. “Kurasa aku pulang sendiri saja, rasanya tidak enak kalau tuan rumah harus meninggalkan pestanya.”

Saat Gus menatapnya dengan kerutan samar di dahi, Hana memalingkan wajahnya. “Tak apa. Aku bisa meninggalkan mereka,” aku bisa meninggalkan mereka demi dirimu. Imbuh Gus dalam hati.

“Sungguh tak apa aku pulang sendiri, aku akan baik-baik saja.”

“Tunggu di sini. Jangan bergerak meski seinci.”

Gus menatap Hana dengan serius, lalu ia pergi berpamitan pada Nyonya Hashibara di dalam. Wanita itu mencuri pandang ke Hana sambil tersenyum penuh arti. Saat kembali pada Hana, Gus terkejut mendapati Hana yang tidak bergerak dari tempatnya. Hal itu membuat senyum Gus mengembang. “Memangnya kau bocah 10 tahun.”

***

Sepulang dari rumah Hana, Gus kembali ke pesta. Ia berharap menemukan pemandangan lain karena kejadian mengantar pulang tadi tidak sesuai harapannya. Tadi ia membayangkan kecupan, mungkin ciuman yang romantis dari Hana. Akan tetapi itu sungguh tidak didapatkannya. Hana hanya berterima kasih tanpa mempersilakannya masuk dan malah berkata. “Cepatlah pulang, aku takut nanti kalau kau tidak berani kau malah merengek minta menginap di sini.”

Gus harus mengalihkan pikirannya dari Hana. Semua tentang Hana terasa benar sekaligus salah. Namun kembali ke pesta terasa percuma karena pikirannya sepenuhnya tersita pada Hana. Bagi Gus, tidak ada gadis yang lebih menawan dibandingkan dengan Hana. Percuma saja ia melarikan diri dengan kembali ke pesta karena yang ada ia justru merasa kesepian di aula besar itu. Seluruh perhatiannya tersita ke tempat lain, tempat di mana Hana berada.

Katakanlah Hana itu pendek, gendut, dan bulat, akan tetapi tubuh itu selalu menarik minat Gus. Rambut Hana yang berwarna segelap malam berikut iris gelapnya yang sederhana itu selalu mampu membuat Gus terpesona. Tatapan Hana yang tak berdosa serta bibirnya yang tampak lembut selalu bisa memikat Gus. Ia mendesah ketika memikirkan Hana. Bagaimanapun ia tak bisa mengenyahkan bayangan Hana dari benaknya, sejak dulu memang selalu begitu.

Pesta usai menjelang tengah malam. Gus menghibur dirinya sendiri dengan duduk di beranda yang menghadap taman belakang yang sunyi. Ia menyalakan rokoknya dan menuang sedikit brendi. Taman itu sepi meski cahaya lampu menerangi setiap sudutnya. Dulu ia akan takut ketika sembunyi sendiri di sini. Namun, ketika kakak-kakaknya yang jail mulai menakutinya hingga ia menangis maka Hana akan mulai datang untuknya dan menenangkannya.

Bibir Gus membentuk seulas senyum tipis ketika mengingat masa kecil mereka. Kakak-kakak Gus memang hanya bercanda dan itu mereka lakukan untuk menggoda Gus yang minim ekspresi. Namun tetap saja sosok Hana yang melekat di ingatannya bagaikan malaikat. Ia memperingatkan Rod dan Elkan supaya tidak menganggunya. Meski tubuhnya kecil, namun peringatan Hana selalu manjur karena gadis itu mengancam bahwa ia tak akan membantu mereka menyelesaikan PR. Rod yang paling besar pun menghentikan keusilannya terhadap si bungsu dengan berkata, “Yah aku menyerah. Tidak ada gunanya bertengkar dengan macan kumbang,” kalau sudah begitu Rod akan menjawil Elkan dan meminta adiknya itu berhenti menganggu Gus. Hal selanjutnya yang terjadi adalah Hana menyerang Rod yang lebih besar dan pertarungan seru tidak terhindarkan. Rod menggelepar-gelepar berusaha melepaskan Hana yang mencabik-cabik tubuhnya dengan ganas dan tanpa ampun. Kendati Rod membela dirinya dengan memukul sekuat tenaga, namun Hana terlalu gigih dan tidak kenal menyerah. Pertengkaran mereka akan terus terjadi sampai para pelayan memisahkan atau salah satu dari mereka kalah. Pertarungan itu membuat Gus kecil tertawa senang, karena menurutnya itu lucu.

Lagi-lagi Gus mengungat Hana, bahkan kini semakin banyak kenangan dari gadis itu yang terlontar padanya.

Bersambung

Miannn karena terlambat upload.

Falling In To August (TAMAT)Where stories live. Discover now