Bab 4

1.7K 42 3
                                    

Rumah itu gak terlalu besar, tapi bersihnya minta ampun. Benar-benar sudah siap huni karena semua perabotan telah tertata rapi. Pokoknya Sisy tinggal bawa badan sama baju doang. Gak salah aku jadi Om-om lover.  Selain matang secara usia, Om Bas juga prepare banget tentang kewajibannya sebagai suami, yakni sandang, pangan, papan. Tinggal satu kewajiban anuan aja yang belum. Nah, kan! Ke sana lagi, ke sana lagi.

"Ini kamar kita, bereskan sendiri baju-baju kamu di lemari." Om Bas menarik koperku,  masuk ke sebuah ruangan yang lumayan lega kalau dipakai buat anuan. Buat guling-guling maksudnya.

Kamar kita katanya. Berarti boboknya bareng-bareng kan, ya! Haseeek.

Ada ranjang berukuran nomor satu dengan seprei dan bed cover warna pastel di sana. Gak sabar kepingin rebahan, apalagi sudah dilengkapi AC yang bisa diatur temperaturnya. Pasti gak bakalan bikin masuk angin kaya kipas di rumah Ibuk.

"Sisy boleh tiduran di situ kan, Om?"

"Ya, bolehlah."

Yes! Otewe rebahan. Mana nyaman banget lagi, gak kaya kasur busaku yang panasnya minta ampun kalau siang-siang.

Om Bas melepas jaket dan kaos, lantas menggantinya dengan pakaian formal. Loh, mau ke mana? Bukannya pas di mobil tadi dia bilang mau buka segel buat ngetes keperawananku.

"Om mau ke mana?"

"Ya ke kantor lah, masa mau piknik."

"Oooh, kirain." Aku menunduk kecewa, cek kesabaran di dalam sini, masih tersisa seperempat.

"Kirain apa?"

"Mau buka segel."

"Lain kali saja, saya buru-buru takut kesiangan, soalnya ada rapat penting."

Sisy yang malang harus terima nasib ditolak lagi. Padahal udah ber-pose seksi ala putri duyung begini. Namun, harus berakhir dengan gigit jari.

"Berarti aku sendirian di rumah, dong!"

"Nanti siang Mama ke sini."

Yah, ada Mama mertua. Alamat gak bebas ngapa-ngapain Om Bas. Hiks! Begini amat cobaanmu, Sy.

"Untuk sarapan sudah saya pesankan lewat Go Food. Kalau gak cocok, kamu bisa masak sendiri. Di kulkas banyak bahan mentah."

"Hmmm."

Sambil nyerocos, Om Bas wara wiri menyiapkan perlengkapan kerjanya sendiri. Kok, gak minta tolong aku buat pura-pura benerin simpul dasi gitu. Iya, kaya di drama-drama biar romantis. Lempeng amat jadi laki-laki, tapi gimana, udah terlanjur suka.

"Saya berangkat dulu, ya!" Pamitnya, setelah menyambar tas kerja.

"Om gak cium aku?"

Lelaki yang hampir menutup pintu kamar itu berbalik. Kirain mau samperin, ternyata cuma lempar senyum aja.

Aaaaargh! Dianggurin melulu. Kapan diapelin, dimanggain, dinanasin?

***

"Hallo, Sayang. Selamat datang di Surabaya!" Mama mertua peluk aku erat-erat waktu aku menyambutnya di teras.

Wanita itu lembut dan penyayang banget, beda sama anaknya. Kita baru bertemu empat kali. Saat lamaran, seserahan, nikahan dan hari ini. Jadi masih bingung mau pencitraan model gimana.

"Masuk, Ma!" Aku menggandeng lengannya masuk rumah. Menyuruh beliau duduk di sofa ruang tengah, lantas mengambilkan minuman dingin dan cemilan yang kubawa dari Malang tadi pagi.

Bingung juga mencari bahan obrolan dengan seseorang yang lebih tua. Apalagi masih belum mengenal dengan baik kepribadiannya bagaimana. Takut salah-salah ngomong, nanti bisa dipecat jadi menantu. Beda dengan Bapak dan Ibuk yang sudah bocor alus dari sananya. Mau dijailin segimana juga gak bakalan diambil hati.

Gairah Yang Tertunda (My Lovely Om)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang