Prolog

566 38 8
                                    

"Kukira menjadi dewasa akan membuatku bahagia sebab ketika kecil aku tidak merasa bebas melakukan apa pun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kukira menjadi dewasa akan membuatku bahagia sebab ketika kecil aku tidak merasa bebas melakukan apa pun. Namun, ternyata aku keliru, menjadi dewasa bukan berarti aku dapat bebas melainkan aku semakin terbatas."

Di usia yang menginjak 22 tahun ini, kira-kira apa yang kalian pikirkan untuk dapat dibanggakan? Pendidikan yang berhasil selesai tepat waktu atau bahkan lebih cepat dari waktu yang ditetapkan? Memiliki pekerjaan yang stabil dengan jabatan yang mampu membuat mobilmu terparkir khusus di tempat valet? Menemukan tambatan hati dan melangsungkan pernikahan mengharukan?

Atau justru kalian masih bingung dalam menentukan langkah mana yang sekiranya tidak akan membuat kalian terjerumus jatuh ke lubang penyesalan, berakhir pada kebisuan dengan menyebutkan bahwa ini adalah zona nyaman terhindar dari malapetaka.

Tetapi, ketika membuka sosial media dan melihat satu persatu teman mempublikasikan pencapaian mereka yang luar biasa. Yakinkah kalian dapat benar-benar memantapkan hati bahwa zona yang saat ini berada di lingkaran kaki adalah pilihan yang tepat atau malah membuat kalian tidak dapat berkembang dan merasa terjebak?

Sebetulnya apa yang harus dilakukan oleh manusia berusia 22 tahun? Ketika segala hal yang dilakukannya terasa begitu mencekik. Meminta mereka untuk bergerak cepat tanpa istirahat, kejar-kejaran bersama waktu yang bahkan hanya terdiam di suatu ruang berderik dan merasa sesak akibat penuhnya ekspektasi yang mereka bawa di pundak, demi memenuhi rasa rendah diri melihat orang lain telah sukses. Tetapi, di samping itu mereka juga diminta untuk menikmati masa muda yang "katanya" tidak akan bisa diulang kembali saat mereka bahkan tidak bisa mengerti arti dari kata istirahat dan bersantai.

Dunia telah membuat mereka saling berlarian seolah-olah waktu tidak bisa menunggu mereka bergerak lambat. Keberhasilan dimaknai sebagai kebahagiaan. Namun, apakah benar mereka yang sukses di usia muda adalah mereka yang memiliki rasa bahagia paling besar? Nyatanya ada segelintir dari mereka yang dipaksakan oleh keadaan untuk cepat-cepat berhasil demi memuaskan ego keluarga dengan embel-embel berbakti mereka diharuskan membayar semua uang yang telah dikeluarkan orangtua dalam membesarkan.

Lalu, di mana letak kebahagiaan para manusia berusia 22 tahun yang masa mudanya telah direnggut untuk memenuhi harapan orang lain? Di mana letak kebahagiaan ketika mereka sendiri tidak bisa menikmati perjalanan dan proses hidup yang selama ini mereka nantikan semasa kecil? Di mana letak kenyamanan ketika yang mereka rasakan hanyalah ketakutan akan kegagalan dan di cap menjadi manusia tidak berguna oleh sosial? Di mana letak menikmati ketika mereka diminta untuk berjalan tanpa henti? Bahkan untuk sekadar tidur pun rasanya sangat bersalah.

Salah. Cemas. Stres.

Depresi.

Tidakkah berat untuk meminta mereka beristirahat sejenak dan membiarkan mereka untuk merasakan betapa indahnya dunia? Segarnya wangi bunga yang baru bermekaran? Cantiknya lukisan yang berada di Museum kesenian? Merdunya nyanyian seorang wanita yang berdiri di atas panggung? Hangatnya selimut ketika hujan berderai membasahi bumi?

Mengapa hanya kedinginan, kehampaan dan ketakutan yang diberikan pada mereka? Terutama pada mereka, yang diminta untuk membiayai hidupnya sendiri dan keluarga. Menjadi sumber utama dalam perekonomian untuk dua kehidupan.

Terseok. Tertatih. Terbelenggu.

Begitulah yang dirasakan oleh Hope Rashed Anushka. Wanita berusia 22 tahun yang harus membayar semua kekeliruan orangtuanya dengan mengorbankan kebahagiaan yang seharusnya telah dia genggam di usia muda. Memenuhi harapan dari orang-orang yang bahkan dirinya sendiri tidak tahu apa yang sebetulnya dia inginkan.

Tidak seperti arti namanya, Hope hanyalah wanita muda yang ditekan oleh sosial untuk bertahan hidup dengan cara yang membuatnya tidak dapat bernapas bebas.

ミ★

Author's Note

Hai? Apakah ada yang masih mengingatku?
Aku Chaca Faza dengan nama pena yang sudah kuganti yakni menjadi Chaca Jung. Mulai sekarang kalian bisa memanggilku dengan sebutan CJ atau tetap Chaca, ya! :D

Tahun ini aku berencana kembali ke dunia penulisan, karena banyak naskah yang ingin kupublikasikan aku pun berusaha keras untuk memilih mana naskah yang sebaiknya kudahulukan untuk dipublis. Tentu saja, kalian pasti bertanya-tanya mengapa aku tidak meneruskan saja naskah yang sebelumnya? Itu karena aku tidak mendapatkan feel ketika mengerjakannya + ada beberapa naskah yang memang sengaja aku hentikan dan kemungkinan tidak akan kulanjutkan entah sampai kapan :)

Oleh sebab itu aku meluncurkan naskah baru, sebetulnya ini naskah yang sudah kupersiapkan dari tahun lalu tapi baru aku publikasikan tahun ini karena aku membutuhkan riset terlebih dahulu, mengapa demikian? Tema dari cerita yang kubawakan kali ini mengenai budaya kerja Start-Up yang serba cepat dan gesit serta membahas mengenai sandwich generation, sebuah istilah yang muncul di penghujung 2021. 

Apa sih "sandwich generation" atau "generasi sandwich" itu? Dilansir dari Ward & Spitze (1998), generasi sandwich menggambarkan orang-orang yang terjepit di antara tuntutan merawat orang tua yang sudah lanjut usia dan mendukung anak-anak mereka yang masih bergantung. Peran dan tanggungjawab ganda yang diberikan kepada anak sehingga dihadapkan dengan serangkaian tantangan. Atau penjelasan lainnya, generasi sandwich adalah generasi setengah baya yang memiliki orang tua lanjut usia dan anak-anak tanggungan yang seharusnya diurus dan dibiayai oleh orangtua tapi justru dititikberatkan pada anak yang tertua.

Fenomena ini sangat menarik perhatianku di sepanjang tahun 2021 sebab banyak sekali curhatan mengenai kondisi tersebut yang membuatku ingin menjadikannya sebagai satu cerita fiksi. Situasi yang membuat sebagian orang harus merelakan masa mudanya demi memenuhi kebutuhan orang lain dan harapan yang terlanjur dibumbung tinggi.

Kuharap cerita ini dapat memberikan kalian pengetahuan baru mengenai sulitnya menjadi tanggungjawab keluarga dan betapa pentingnya memiliki kestabilan ekonomi sebelum menikah. Serta aku mengharapkan ada banyak lagi makna yang dapat kalian pelajari dari Hope dan Alpha, serta tokoh lainnya.

Kalau begitu, sampai jumpa di episode selanjutnya, ya! :D

Regards,
Chaca Jung.

The Fallen StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang