🏠 38. Sesuatu yang Terselubung

2.3K 346 199
                                    

Leo berlari menyusuri koridor rumah sakit menuju ruang ICU setelah mendapat kabar dari suster Murni bahwa kondisi Laga kritis. Dia datang dari kosan karena hari ini memang hari liburnya.

Saking paniknya, Leo sampai tak sadar berapa kecepatan motor Bilal yang dia pinjam untuk tiba ke rumah sakit dalam waktu sepuluh menit. Bahkan Leo berkali-kali meminta maaf saat pundaknya tak sengaja menabrak orang lain sepanjang koridor. Karena fokusnya cuma satu, sampai di ruang ICU secepat mungkin.

Dan setibanya di sana, Leo langsung melihat Adiba jongkok di dekat pintu ICU. Dia membenamkan wajah diantara pahanya yang ditekuk.

"Adiba."

Sontak gadis itu mengangkat wajah, tubuhnya gemetar hebat.

"Dokter ...." lirih Adiba, Leo ikut jongkok di depan gadis itu.

"Kamu yang kuat, ya. Saya yakin dokter Aris sedang melakukan pertolongan terbaik buat Laga." ucap Leo sembari mengusap pundak Adiba guna memberi sedikit ketenangan.

"Tapi saya boleh nangis nggak hari ini?"

Leo tahu itu tandanya Adiba sedang rapuh, dia menarik Adiba dalam pelukannya. Berperan sebagai tempat ternyaman untuk gadis itu. Dan benar saja, tangis Adiba pecah begitu dirinya menemukan sandaran yang tepat.

"Sa——saya takut, dok. Saya takut hari ini tiba, hari dimana saya tidak bisa berbuat banyak untuk kesembuhan Laga selain berdoa."

Leo mengeratkan pelukan, berusaha mengaliri kekuatan untuk perempuan yang ada dalam pelukannya.

"Saya sedih karena belum bisa mengabulkan semua keinginan Laga, dan saya khawatir dia pergi ninggalin saya." semua perasaan itu adalah ketakutan Adiba sejak adiknya pertama kali dirawat di rumah sakit. "Saya selalu berusaha menguatkan diri. Tapi saya sadar, ternyata saya cuma manusia biasa yang punya batas. Dan batas saya hari ini."

"Kamu nggak boleh nyerah gitu aja, saya yakin selalu ada keajaiban buat Laga."

Adiba menggeleng keras lalu melepaskan pelukan Leo, gadis itu merogoh tasnya mengeluarkan secari kertas untuk Leo.

"Ini surat titipan Laga buat dokter, saya cuma bantu menuangkannya dalam bentuk tulisan."

Leo menerima surat itu untuk langsung dibaca.

Halo dokter Leo ....

Laga seneng banget bisa kenal dokter sebaik dokter Leo, Laga juga seneng punya Kakak yang kuat seperti Kak Diba. Tapi sekarang Laga kangen sama Papa dan Mama, Laga mau pergi ketemu Papa Mama tapi gak mau ninggalin Kak Diba sendiri.

Laga boleh gak minta tolong ke dokter Leo? Tolong jagain Kak Diba, marahin aja kalo Kakak nangis banyak-banyak.

Dokter juga jangan sedih, ya. Kalo Laga gak ada, artinya Laga udah ketemu Papa sama Mama.

Tepat setelah membaca kalimat terakhir dalam surat, pintu ruang ICU terbuka. Adiba dan Leo sontak berdiri menyambut kedatangan dokter Aris, pria paruh baya itu membuka maskernya. Ada gurat sedih dan kecewa di wajahnya, membuat detak jantung Adiba dan Leo berdegup sepuluh kali lebih cepat.

"Saya sudah berusaha memberikan yang terbaik, tapi Laga tidak tertolong."

Detik itu juga, Adiba merasa dunianya hancur sehancur-hancurnya.

🏠🏠🏠

Keras kepala!

Batu!

Gak peka!

Anti sosial!

Jutek!

Indie Kos Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon