5

121 11 2
                                    

Sean sudah duduk di lounge Grand Palace hotel, dia memegang gelas wine-nya, menikmati suasana hangat serta nyaman yang disajikan di tempat bergaya klasik itu. Lampu gantung bertahta kristal besar menggantung di tengah ruangan, di bawahnya sebuah panggung melingkar menampilkan live performance musik ensambel.

Beberapa kali kakinya tampak mengetuk selaras dengan irama lagu yang tengah dibawakan, terlihat sangat menikmati alunan musik, masih sambil menyesap wine dari tangannya. Sepertinya orang yang dia tunggu masih belum datang, dilihatnya lagi arloji yang tersemat di tangan kirinya.

"Seharusnya dia sudah datang, bibi bilang jam delapan ... dan sekarang sudah lewat hampir satu jam," monolognya sambil menyesap kembali wine.

Perasaan Sean tidak enak saat sepulang dari kuliah, ada pesan masuk dari sang bibi yang menyuruh untuk ke hotel ini. Dia memikirkan begitu banyak hal. Bibinya baru saja meminta jatah bulanan padanya, lalu untuk apa dia menyuruh bertemu dengan orang yang entah siapa. Bibinya hanya mengatakan kalau dia harus mengikuti semua perintah orang itu, karena ini perintah. Kalau sampai melawan, maka foto surat wasiat Tuan Xiao akan Bibi Lee berikan pada Keluarga Wang. Sean tidak ingin Keluarga Wang menjadi sedih bahkan mungkin bisa saja marah karena dirinya sudah membohongi mereka. Sean akan menerima kemarahan mereka dengan ikhlas, tapi tidak dengan air mata mereka nantinya karena sedih merasa dibohongi.

Tapi mau bagaimana lagi, ini juga salah satu permintaan terakhir sang ayah angkat. Sean juga tidak mau seperti ini, rasanya tidak mungkin juga untuknya mundur sekarang. Mereka sudah mengikat janji untuk menjadi pasangan. Orang tua Wang Yibo juga sangat menyayanginya, apalagi ibundanya. Beliau benar-benar menganggap Sean bukan menantu melainkan sudah seperti putranya sendiri. Sean tidak mau adalagi air mata yang mengalir karena dirinya. Cukup kebahagiaan saja yang mereka rasakan.

Meski Sean juga tidak menutup kemungkinan kalau cepat atau lambat semua kebohongannya akan terungkap. Tapi Sean harap, itu masih lama ... sangat lama, karena Sean mulai terbiasa dengan adanya Wang Yibo didekatnya. Setiap pagi, setiap malam, setiap dirinya kembali dari kuliah dan bekerja, rasanya seperti ada yang menunggunya dengan tidak sabar di rumah. Meski pada kenyataannya Wang Yibo masih tetap saja sama. Diam dan dingin.

Sean memutuskan untuk menunggu sedikit lebih lama, beruntung live music menemaninya membunuh bosan. Beberapa waktu berselang, datang seorang wanita dengan pakaian yang terlihat formal---kemeja berwarna tosca dengan rok hitam yang menutupi lutut, jangan lupakan stiletto hitam mengkilat yang membungkus kaki jenjangnya---dilihat sekilas, tampaknya wanita itu cukup berpengaruh di hotel ini.

"Tuan Muda Xiao Zhan?" tanya wanita itu ketika langkahnya berhenti beberapa jengkal dari posisi Sean berdiri, "Saya Xuan Lu, manager di hotel ini, Anda sudah di tunggu di kamar no.1314," lanjutnya dengan tangan kanan yang dia letakan di depan perut sebagai tanda hormat, badannya pun sedikit membungkuk.

"Ah, baiklah ... saya akan segera ke sana, terima kasih Nona Xuan Lu ...," balas Sean.

"Silakan lewat sini, Tuan."

Xuan Lu mengantarkan Sean menuju tempat yang dimaksud.

Kamar itu berada tepat di lantai paling atas hotel, itu terlihat dari tombol lift yang tadi membawa keduanya ke sana. Sesampainya di lantai yang mereka tuju, Xuan Lu lebih dulu mengetukkan pintu untuk Sean, kemudian saat ada suara dari dalam untuk mempersilakan mereka masuk, Xuan Lu membukanya, lalu mempersilakan Sean agar masuk sendiri. Sean pun hanya mampu mengikuti instruksi dari si manager. Dia masuk yang kemudian disusul dengan suara pintu yang tertutup.

Ruangan dengan pencahayaan yang minim itu membuat penglihatan sulit untuk menyesuaikan, remang-remang yang masih bisa diterka dengan jelas. Hanya tirai tinggi yang sedikit goyah tertiup angin malam masuk dari pintu menuju balkon yang sedikit terbuka, hanya bias cahaya dari luar membuat ruangan ini tampak sedikit hidup. Di sana juga tampak siluet seseorang yang lagi-lagi sulit Sean kenali karena minimnya cahaya. Dari postur tubuhnya sangat sulit untuk langsung mengetahui siapa orang di balik siluet itu, rasa penasaran membuat tangannya tidak sabar untuk segera meraih pundak sosok itu.

SOMETHING BEHINDWhere stories live. Discover now