Part: 2

5.7K 512 38
                                    

Hari ini benar-benar menyebalkan, Cakra ingin sekali menjambak rambut Abang beda satu tahunnya itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari ini benar-benar menyebalkan, Cakra ingin sekali menjambak rambut Abang beda satu tahunnya itu. Lihat, betapa manjanya Abangnya itu dengan sang Bunda. Setelah tadi sempat ribut dengan Marvin, Cakra yang sudah mencari pembelaan ternyata harus kalah dengan Bungsu jadian-jadian itu. Kini Cakra harus menghadap tembok dengan wajah kesalnya, rasanya Cakra ingin menangis saat Bundanya justru membela Marvin yang kakinya terkilir gara-gara dirinya.

Tapi Cakra benar-benar tidak sengaja melakukan itu, lagi pula jatuhnya tidak begitu parah sampai-sampai membuat Abangnya itu menangis. Cakra terus menoleh ke belakang, hatinya semakin sakit sebab dirinya benar-benar dicuekin sekarang. Arka nampak sibuk mengompres kaki Marvin, sementara sang Ayah nampak berusaha mengubungi seseorang yang Cakra yakini itu adalah Om Dion.

"Demamnya masih belum turun, semalam Bunda cek ngga sepanas ini."

"Aku udah hubungin Dion, bentar lagi dia sampai." Ayah Bima tak kalah khawatirnya dengan sang istri. Apalagi wajah Putranya itu semakin pucat, matanya pun sudah mulai terpejam setelah tadi sudah menangis cukup lama.

Cakra terkejut mendengar itu, dia tidak tahu kalo Abangnya itu sedang sakit. Sekarang Cakra baru merasa bersalah, kepalanya tidak berani menoleh lagi dan memilih untuk menunduk. Devan berniat ingin menghampiri sang Adik, namun pergerakannya itu justru ditahan oleh Arka. Arka nampak benar-benar marah sekarang, Devan akhirnya nurut dan duduk kembali di kursinya.

"Sekali-kali dihukum biar tahu kapan waktunya bercanda sama ngga." Ucap Anak kedokteran itu, tangannya masih setia mengompres memar di kaki Marvin yang menurutnya bukanlah luka kecil. Meski tidak tega, Arka merasa perlu mendidik Adik Bungsunya itu agar bertanggung jawab dengan perbuatannya. Lagi pula berdiri berjam-jam di sana bukanlah hukuman yang berat.

Melihat Om Dion sudah datang, Arka segera berdiri. Kakinya cukup pegal, terhitung hampir tiga puluh menitan dia berjongkok sampai akhirnya seseorang yang semua orang tunggu sudah datang dengan kemeja putih dan tas hitamnya.

"Sudah dari semalam demamnya?" Dion bertanya saat dirinya sudah duduk di samping sang Ponakan dan memeriksa keadaannya.

"Iya, tapi dia ngga ngomong. Aku baru sadar pas masuk ke kamarnya buat nyuruh makan."

Marvin itu bisa dibilang pendiam. Apapun yang tengah dirasa olehnya selalu dipendam sendiri. Dion mengangguk, tabiat ponakannya itu tidak pernah hilang. Untung di dalam tasnya, Dion sudah menyiapkan segala kemungkinan yang terjadi. Marvin mungkin sangat kelelahan, dan Dion rasa ponakannya itu sudah merasakan sakit dari kemarin-kemarin. Namun puncaknya hari ini, ditambah kakinya yang terkilir sampai memar.

"Dibawa ke kamar aja, Kak. Aku bakal ngasih infusan, kalo demamnya ngga turun-turun mau ngga mau harus dibawa ke Rumah sakit."

"Kakinya gimana, Om? Memarnya cukup parah. Takutnya ligamennya robek, apa ngga sebaiknya langsung dibawa ke Rumah sakit?"

Dion tersenyum, ponakannya itu ternyata sudah mulai tahu dengan dunia barunya. "Ngga perlu, Om bisa ngobatinnya di sini. Pindahin dulu ke kamar. Anaknya udah tidur, pelan-pelan aja takutnya kaget terus malah gerakin kakinya karena ngga sadar." Bima mengangguk mendengar ucapan Adiknya, dan langsung sigap menggendong Putranya itu dengan penuh hati-hati.

All About Today | Nct 127Where stories live. Discover now