Part 15

10.1K 498 6
                                    

Sepanjang perjalanan, Ayu terus mengoceh, tapi aku hanya menanggapi dengan seperlunya saja. Dia merengek meminta ikut ke tempat pertemuan. Tentu saja aku menolak.

Bagaimana bisa dia ikut, sedangkan keperluanku ada sangkut pautnya dengan perselingkuhannya?

"Mas, nanti aku ikut, ya?" Ayu masih merengek dari balik kaca mobil setelah ia turun.

"Tidak bisa, Ay. Ini urusan bisnis. Kamu nanti langsung pulang saja, ya. Tunggu aku di rumah."

"Tapi, Mas—"

"Daah!" Aku melambaikan tangan sesaat sebelum mobil melaju meninggalkannya.

Kulirik dia dari kaca spion. Ayu masih berdiri terpaku di tempat dengan wajah cemberutnya. Aku hanya menggeleng pelan, lalu menancap gas menuju kantor. Merasa konyol dan bodoh pernah terbujuk oleh Mama dan pernah jatuh cinta padanya meski sesaat.

Jatuh cinta?

Entahlah. Aku sendiri sekarang jadi tidak yakin apakah itu memang cinta atau hanya nafsu belaka. Mendapatinya berselingkuh dengan Aldi, hati ini tidak sesakit saat aku mendapati Karin yang melakukannya. Aku seperti orang tidak waras saat mendapati Karin bersama pria lain di kamar. Bahkan, sempat tebersit ingin menghabisi keduanya.

Sesampainya di parkiran, aku berpapasan dengan Anthony yang juga baru datang. Dia turun dari motornya, membuka helm, lalu berlalu begitu saja tanpa menoleh sedikit pun.

Apa dia pikir aku akan rugi dengan sikapnya itu?

Aku berjalan cepat memasuki kantor, melesat mendahuluinya dengan sedikit menyenggol bahu hingga dia terhuyung ke samping. Aku menoleh ke belakang, tersenyum miring, tapi dia hanya menggeleng dengan tatapan dinginnya. Kupikir dia akan emosi, tapi ternyata tidak. 

Berkali-kali aku melirik jam dinding. Rasanya waktu berjalan begitu lambat hari ini. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu Marco dan mengambil bukti perselingkuhan Ayu. Entah apa dosaku di masa lalu, sampai-sampai dikhianati oleh dua orang sekaligus.

Tiba-tiba aku teringat lagi dengan Karin. Bagaimana kabar dia sekarang?

Ah, bodohnya aku. Untuk apa mengkhawatirkan Karin? Dia pasti sudah bahagia bersama pria barunya. Tidak sepertiku yang menderita setelah pengkhianatannya itu.

Kubuka wa, lalu mengintip nomornya. Terakhir dilihat malam di mana aku mengusirnya. Apa Karin tidak memakai nomor ini lagi?

Merasa penasaran, aku pun mencoba menghubungi. Akan tetapi, hanya suara operator yang menjawab di seberang sana. Benar. Sepertinya dia sudah mengganti dengan nomor baru. Pintar sekali. Dia pasti sengaja melakukan itu karena ingin hidup bebas bersama pria sialan itu.

"Sial!" Aku menggebrak meja tanpa sadar. "Kenapa aku terus saja memikirkannya?"

"Malik."

Aku menoleh saat mendengar suara Ozi seiring tepukan di bahu. "Apa?"

Sesal Tak BertepiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang