Tujuh

927 193 24
                                    

"Rencana gelap negara."

---

"ANJING! BANGSAT!"

Tegar membanting para monster yang berdatangan tanpa henti. Bisa-bisanya di siang bolong begini ada makhluk-makhluk aneh yang berusaha membunuhnya. Dengan bantuan pasukan anak-anak nakal, Tegar berhasil menumpas puluhan monster yang datang.

"Jijik, Anjing!" Tegar mengibas-ibas telapak tangannya yang dipenuhi air liur. Sepertinya darah yang dimiliki monster mirip dengan air liur. Itu sebabnya tangan Tegar kini dipenuhi lendir-lendir bening bekas menghabisi para monster.

"Ternyata aksi tawuran kita selama ini nggak terbuang sia-sia. Buktinya kita bisa tahan sama serangan monster aneh itu, Bos!" seru Jovi dengan napas ngos-ngosan.

Tegar menyandarkan tubuhnya pada tembok yang ada di belakang. Padahal tadi dia dan teman-temannya sedang bersantai menghabiskan rokok seperti biasa. Kenapa jadi membuang tenaga sebanyak ini? "Gue laper."

"Kita cari makan, Bos?" tanya Revin sambil menyulut api di batang rokoknya.

"Kayaknya sekolah ini udah gila. Kita bisa mati di sini. Jadi mending pergi duluan. Gue udah hubungin anak-anak sekolah seberang. Untungnya mereka masih hidup, meskipun nggak banyak," kata Efon menjelaskan situasi sekarang.

Tegar sempat mengurut keningnya, kepalanya mulai sakit karena kelelahan. Pasalnya monster itu berdatangan tanpa henti. Dan sialnya, anak-anak bodoh itu malah berlari ke arah markas Tegar. Sehingga mau tidak mau, Tegar dan anggota kelompoknya harus melawan untuk bertahan.

"Gue nggak tau gimana situasi di kota  sekarang, tapi gue rasa ... kita udah ditinggalkan," ucap Tegar sambil menyibak rambutnya yang basah oleh keringat.

"Apa maksud Bos?" tanya yang lain.

"Orang tua kalian ngilang, kan? Guru-guru juga nggak ada yang datang. Gue udah punya firasat aneh waktu berangkat sekolah dan melihat lalu lintas yang sepi. Nggak kayak biasanya."

Revin menatap ke arah ponselnya yang menampilkan sebuah video CCTV. "Anak-anak bilang, mereka ngelihatin monster dateng dari luar sekolah. Jadi walaupun kita ke luar dari sekolah, kayaknya bakal lebih banyak ketemu mereka."

"BANGSAT! Gue capek harus ngelawan terus," keluh Andika. "Bos, kita harus ngelakuin sesuatu. Bos pasti capek juga, kan?"

Tegar berpikir keras. Di sini dia adalah pemimpin, yang keberadaannya tidak asal tunjuk hanya karena terkuat. Tapi dia juga harus memikirkan kondisi anggotanya.

"Kita ke pondok gue aja. Di hutan belakang sekolah, ada pondok pribadi keluarga gue. Ada makanan dan tempat istirahat sementara. Di sana kita juga bisa berpikir mateng soal apa yang sebenarnya terjadi di sini," ujar Tegar akhirnya.

Tentu saja semuanya setuju. Itu adalah keputusan terbaik. Mereka harus istirahat. Tidak setiap hari mereka menghadapi situasi untuk menggunakan tenaga begitu banyak. Hari ini, rasanya terkuras habis.

Tegar berjalan ke arah kursi kayu yang rusak. Dia ambil batang kayu itu dan menginjak-injaknya agar bentuknya lebih runcing dan tajam. "Tapi, kita nggak bisa pergi sampai menemukan Daru."

"A--apa?! Tapi, Bos!"

"Gue nggak akan ke mana-mana sebelum memastikan Daru aman di sisi gue. Jadi, gue perintahkan untuk kalian semua mencar dan cari Daru! Walaupun dia masih hidup atau mati, tetap bawa dia ke depan gue!" titah Tegar tak terbantahkan.

You're My Favorite Main LeadDonde viven las historias. Descúbrelo ahora