Keputusan Abim

72 6 2
                                    

Abim berjalan cepat masuk kedalam kantor polisi ketika dia mendapat telepon dari Kevin bahwa posisi Kevin sekarang di sudutkan oleh kedua orang tuanya karena Kevin bertindak hingga ke pihak berwajib tanpa bicara dulu dengan mereka. Abim yang mendengar ucapan Kevin di telepon tadi langsung naik darah. Damar sudah terbukti salah karena mencuri uang di laci kerjanya, tapi papanya masih membelanya.

"Vin," Panggil Abim kepada adik sepupunya yang sedang duduk di samping papanya. Sedangkan mamanya sedang menenangkan perempuan muda yang sedang menangis sambil menundukkan kepalanya. Jika kalian menanyakan perihal dimana Damar, dia sedang duduk di depan Polisi bersama kedua orang tua paruh baya yang sepertinya adalah orang tuanya.

"Sini kamu Bim," Panggil Galang sambil melambaikan tangan kearah anaknya.

Abim menghela nafas panjang. Kemudian dia menghampiri papanya. "Apa? Papa mau bela maling itu lagi? Udah tahu dia itu salah, cctv tidak mungkin bisa diajak berbohong. Tapi papa tetap aja bela dia,apa sih yang ada di pikiran papa itu?" Abim berkata dengan kesal. Seharusnya papanya berterimakasih kepada dirinya dan Kevin karena mereka bisa menangani pencuri di perusahaannya. Tapi papanya justru menatapnya marah.

Plak!

Galang langsung menampar pipi Abim sampai membuat sudut bibirnya sobek. Bahkan darah segar mengalir begitu saja dari sudut bibir milik Abim.

"Kurang keras Pa tamparannya, satu lagi nih belum." Abim menyodorkan pipi kanannya kepada papanya dengan bibir tersenyum meremehkan.

"Seharusnya sebelum kamu itu bertindak sampai sejauh ini kamu mikir dulu." Galang mengeraskan rahangnya marah.

Abim tidak mendengarkan ucapan papanya. Dia menatap polisi yang sedari tadi menonton pertengkaran antara dirinya dan papanya.

"Jika hukum ini bertindak adil, tunjukkan kepada saya. Adik saya sudah menyerahkan cctv kepada Anda. Seharusnya anda bisa memproses tindakan dia yang mencuri di perusahan milik saya. Ingat Pak, cctv tidak bisa diajak berbohong." Ucap Abim dengan tegas di depan polisi di depannya.

"Baik, kasus ini saya proses sekarang. Karena tadi orang tua anda ingin mencabut tuntutan anda kepada pemuda ini. Jika anda menginginkan kasus ini di lanjut maka akan saya lanjutkan kasusnya." Ucap polisi yang ada di ruangan persegi ini yang seketika langsung membuat ruangan ini hening.

Tapi satu hal yang mengundang perhatian Abim, tangisan perempuan yang ada di pelukan mamanya.

"Kalau kakak saya di penjara, biar saya saja yang menjadi gantinya. Biarkan kakak saya bebas, saya siap untuk menanggung kesalahan dia." Ucap Nayla, dia menatap wajah sangar Abim dengan tatapan memohon.

Abim tertegun ketika menatap wajah sendu Nayla. Wajah perempuan itu sama Persis dengan wajah perempuan yang dia temui di restoran Agam. Wajah perempuan itu juga mirip dengan perempuan yang kemarin malam dia tabrak.

Sama seperti Abim, Nayla juga kaget ketika menatap wajah Abim. Gara-gara lelaki itu dia kena marah mamanya karena motor mamanya rusak. Tapi sekarang waktunya kurang pas jika dia ingin membahas motor. Masalah kakaknya lebih penting dari pada motor Mamanya. Di rumahnya, hanya kakaknya yang selalu membelanya ketika mamanya marah padanya, kalau kakaknya di penjara, akan seperti apa hidupnya nanti.

"Tidak bisa! Kakak kamu salah. Biar dia yang nanggung segala perbuatan dia, kecuali__" Abim menggantungkan kalimatnya. Sehingga membuat semua orang disini menunggu lanjutan kalimat Abim.

"Kecuali apa?" Tanya Nayla penasaran.

"Kamu menikah dengan saya." Jawab Abim yang membuat Nayla dan semua orang yang ada di ruangan polisi ini terkejut.

"Saya lebih baik di penjara dari pada adik saya menikah dengan anda." Damar angkat bicara. Dia tidak rela adiknya menikah dengan anak bosnya karena dia tidak mengenal Abim secara baik. Bahkan Mereka baru bertemu hari ini.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 16, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Denyut nadi pernikahanWhere stories live. Discover now