30. Sensasi Permainan

1.2K 83 0
                                    

Bila Vanessa tidak mengabarkan orang tuanya akan kedatangan mereka lantaran ingin memberikan kejutan, maka sepertinya itu jelas menjadi hal yang sangat diharapkan. Karena ketika pada akhirnya motor yang dilajukan Ryan memasuki pintu pagar rumah Vanessa, seketika saja orang tua yang duduk di teras itu bangkit berdiri. Sontak beranjak seolah ingin memastikan bahwa mata mereka tidak salah melihat. Bahwa adalah anak dan menantu mereka yang datang sore itu.

"Vanessa? Ryan?"

Ilana, sang ibu, terdengar menyebut nama keduanya dengan nada yang tak percaya. Tepat ketika motor bewarna merah hitam itu berhenti tepat di depan teras rumahnya. Menyilakan cewek yang duduk di atasnya untuk segera turun. Demi menghambur dan memeluk ibunya.

"Ma!"

Karena memang pertemuan orang tua dan anak akan selalu menjadi hal yang mengharukan.

*

"Sebenarnya aku udah mau balik dari kemaren-kemaren loh, Ma, Pa. Tapi, Ryan yang nggak nyuruh."

"Eh? Kapan coba aku nggak nyuruh? Yang ada malah kamu yang nggak mau balik kan?"

"Hahahaha. Sebenarnya---"

"Nggak ada yang benar yang kamu omong mah. Mau fitnah aku aja. Jadi, gini, Ma, Pa. Yang sebenarnya itu---"

"Dari kemaren Ryan udah ngajak mau ke rumah, tapi aku nggak mau. Soalnya dia lagi nyiapin seminar hasilnya."

Eh?

Ryan yang semula ingin kembali memotong perkataan Vanessa sontak mengurungkan niatannya. Melihat pada cewek itu yang tampak enteng saja menikmati sesuap nasi di sendoknya. Lantas mengunyahnya dengan penuh irama.

"Jum'at depan Ryan bakal seminar hasil."

Pemberitahuan Vanessa membuat semua aktivitas di meja makan malam itu berhenti dengan kompak. Diikuti oleh tatapan mata Ilana dan Herman yang langsung menuju pada Ryan. Sontak saja membuat cowok itu salah tingkah.

Herman menaruh sejenak sendok dan garpu di tangannya. "Kamu sudah mau seminar, Yan?"

Mantap, Ryan mengangguk. "Iya, Pa. Mohon doanya biar lancar semuanya sampe wisuda ntar."

"Amin amin amin," ujar Ilana kemudian. "Semoga lancar semuanya."

Ryan tersenyum, begitu pun dengan Vanessa. Walau beberapa detik kemudian, senyum di wajah Vanessa berubah. Seperti ia yang baru menyadari sesuatu.

"Eh? Karena itu kamu ngebet mau ke rumah? Mau minta doa?"

"Hahahaha." Ryan melihat pada mertuanya, bergantian. "Kan katanya Tuhan nggak mungkin nolak doa orang tua kan, Ma?"

Ilana tertawa. "Kamu bisa aja, Yan. Hahahaha."

"Tapi, nanti kalau kamu sudah seminar hasil ..."

Suara Herman terdengar kembali. Menarik perhatian Ryan yang langsung berpaling pada ayah mertuanya itu. Pun dengan Vanessa dan Ilana.

"... itu artinya kamu bentar lagi juga bakal sidang? Berarti sebentar lagi wisuda kan?"

"Ah, itu ...."

Ryan menggaruk tekuknya. Bingung harus menjawab apa untuk pertanyaan yang satu itu. Mencoba berpikir, tapi ditodong oleh tatapan sang mertua, sontak saja membuat Ryan salah tingkah. Dan pada saat itu, Vanessa mendehem.

"Ehm."

Ryan berpaling pada Vanessa yang duduk di sebelahnya. Melihat bagaimana cewek itu tampak mengulum senyum geli. Tentu saja Vanessa mengerti.

"Jadi, Pa, sebenarnya Ryan---"

Satu remasan sekilas yang mendarat di paha Vanessa membuat ucapannya menggantung. Alih-alih terus bicara, ia justru melihat pada Ryan. Cowok itu tampak membesarkan matanya, lalu menyipitkan matanya, kemudian melirik.

[Masih] Kuliah Tapi Menikah 🔞 "FIN"Where stories live. Discover now