Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
. . .
𝐓𝐰𝐞𝐧𝐭𝐲 𝐅𝐢𝐯𝐞 𝐃𝐚𝐲'𝐬 ──────────────────
Waktu berjalan seharian, Mika menghela nafas berat. Kemarin, ia menyusui Candra dan bodohnya kenapa dirinya menuruti semua permintaan konyol tak masuk akal itu. Sialan, dia malu sekali. Apa tidak bisa, kejadian kemarin dihilangkan dari ingatannya.
"Bangsat, cuman perkara gak sengaja liat burung tuh bocah, gw kudu ngasi dia dada gw" gerutu Mika.
Dia cepat-cepat memakai seragam sekolahnya, kebetulan hari ini Tante Ayu dan juga Om Putra sedang dirumah karena cuti spesial. Jadi, dirinya tidak perlu lagi berduaan bersama bocah smp mesum sok cool itu.
Mika pergi ke dapur dan mendapati Ayu yang sedang memotong sayur, "Loh, kamu udah siap aja? Baru jam enam pagi ini, masa udah mau berangkat?" tanya Ayu.
Mika tersenyum menampilkan gigi rapinya, "Iya tante, hari ini aku ada janji mau piket pagi" kata Mika lalu menyalimi Ayu dan melambaikan tangan.
"Mika sekolah dulu tante"
***
Well, tentang piket itu memang benar. Tapi, dia bukan tipikal anak rajin dalam bersih - bersih. Itu hanya alasan agar Tante Ayu tidak curiga, karena dia berangkat pagi - pagi sekali.
Sekolah masih sepi dan vibes nya seperti film hantu. Tahan, tarik napas, buang. Mika merapalkan segala doa agar dia tidak takut. Tiba - tiba jiwa beraninya hilang dan menjadi menciut.
"Selamat pagi"
Mika menolehkan wajahnya tak santai ketika mendapatkan sapaan itu, dia bahkan hampir saja oleng jika tidak Iqbal memegang nya.
Ya, orang yang mengucapkan salam itu Iqbal. Tidak heran sebenarnya jika pria itu datang kam segini, dia adalah anak rajin dan cerdas.
Mika menghela nafas pelan, "Lo ngagetin gw Bal!." Iqbal hanya tersenyum dan berkata maaf berulang kali.
"Ngomong - ngomong, kenapa whatsapp aku ga dibales dari kemarin? Padahal aku nungguin balesan kamu" tanya Iqbal.
Mampus.
Pergi aja lo.
Mika hanya memberikan muka cengengesan, "Anu, apasi. Anu itu..." otaknya berputar memikirkan alasan yang tepat. Tidak mungkinkan jika Mika berkata, bahwa dia sudah bosan dengan Iqbal bahkan sebelum jadian.
Iqbal mendekatkan wajahnya ke arah Mika, "Apa?." Tangan Iqbal bahkan mengurung tubuh Mika, agar gadis itu tak bisa pergi sebelum Iqbal mendapatkan jawaban yang puas.
Mati suri.
Eh, maksudnya mati setengah mati.
Sial, apasi. Mampus setengah mati.
Nah itu, baru bener. Pucuk tiba, bulan pun di atas. Tiba - tiba saja, ponsel Mika berdering, jadi mau tak mau pria itu melepas kungkungannya agar Mika bisa mengangkat telfon.
Oh, siapapun yang menelpon dirinya. Mika ucapkan terimakasih, "Halo?."
Alis gadis itu mengkerut ketika mendengar suara disebrang sana, dia melirik Iqbal yang masih berdiam diri pada posisi yang sama.
"CAN, CARI GW BURUAN. DI DEPAN SEKOLAH!" Teriak Mika langsung kabur begitu saja.
Sial, Iqbal mengumpat dan ikut mengejar Mika. Dia belum mendapatkan jawaban, tapi gadis itu sudah kabur duluan.
Mika memperhatikkan sekitarnya dan mendapati Chandra disebrang jalan, karena melihat Iqbal yang sudah mendekat. Tanpa pikir panjang, gadis itu berlari ke arah jalan raya.
Suara benturan dan juga tubuh manusia menggelinding sontak membuat Candra dan Iqbal membulatkan matanya. Candra, pria itu langsung turun dari motornya dan menghampiri Mika yang tertidur di aspal dengan darah di dahi dan lecet di beberapa bagian tubuh.
Candra menggendong Mika dan sempat menatap Iqbal dengan aura permusuhan yang kental. Pria itu pasti ada hubungannya dengan Mika yang nekat lari ke jalan raya tanpa pikir panjang.
***
Mika membuka matanya perlahan, sakit dan pegal. Dia meringis sebentar lalu meraba bagian dahinya, kenapa ada bisa ada perban? Lalu ia melihat lutut dan sikunya yang lecet. Sial, apa yang terjadi sampai - sampai tubuhnya seperti ini.
Rumah sakit?
Pintu putih itu terbuka menampilkan pria tinggi yang memakai outfit hitam. Dia, Candra.
Candra membawa dua kantong plastik putih dan meletakkannya di meja kecil. Ia menghampiri Mika dan menyentil hidung gadis itu, "Lo bisa diem dulu gak? Jujur hidup lo bikin banyak orang khawatir."
Mika memajukan bibirnya ketika mendengar kalimat menyakitkan Candra, "Ye, mana tau kalo gw berakhir kaya gini" ujarnya dengan suara kecil.
Menghela nafas berat, pria itu duduk disamping Mika lalu mengelus perban yang ada di dahi gadisnya.
"Jadi cewe jangan ceroboh, lo gak bisa main sebrang jalan raya tanpa liat - liat"
"Bentar lagi, Mama, Papa sama Kak Chintya dateng. Lo siap - siap nerima omelan mereka"
***
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
. .
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.