10 - Their Brothership

1.9K 324 198
                                    

"Sumpah lagu adek lo candu banget! Malam minggu gue jadi lebih berwarna."

"Halo, BNI. Gelandang aja ni ada orang sakau," sahut Rupin muak karena bosnya terus mengatakan itu.

Audio rekaman Nopal rilis sore tadi, dan Liza--sang pemilik kedai--terus memutarnya sampai sekarang; hampir tengah malam.

"Sumpah ini emosinya dapet banget! Liriknya, beuhhh gila! Nopal keren parah, sih!" cerocos wanita berusia dua puluhan itu tanpa memedulikan respon Rupin.

Setelah selesai membereskan semua meja--kecuali yang diduduki Liza--Rupin menghampiri wanita itu.

Dirinya duduk di sana bukan untuk bergabung menikmati lagu, melainkan menunggu jemputan si pemilik lagu.

Rupin tadinya ingin pergi dengan motor berbeda, tapi sang mama mengatakan dia ingin mengantar jahitan baju yang penting. Alhasil Rupin harus berangkat bersama Nopal.

"Adek lo lagi kasmaran emang, Pin? Nyanyinya menjiwai banget, emosinya nyampe!! Apalagi kalo pake video pas dia lagi rekaman! Pecah sih, ini mah!" Liza antusias sendiri nge-fangirl.

"Au deh," balas Rupin ogah-ogahan.

Ia memalingkan wajah ke jalanan. Bertepatan dengan itu Nopal datang.

"Woahh artis kita akhirnya dateng!!" Liza langsung berdiri begitu pun dengan Rupin yang langsung beranjak.

"Nopal lagu lo ...." Liza mengacungkan kedua jempolnya dengan raut wajah sangat bangga.

"Makasih, Mba Liz," ucap Nopal sopan.

Nopal melirik Rupin yang sibuk menatap jalanan. Sebenarnya ia lebih ingin mendengar pujian itu dari kakaknya ini.

"Foto boleh kali, ya, sebelum lo jadi artis mancanegara. Cakep amat sih, lo kayak idol-idol Korea."

Nopal hanya tersenyum sambil turun dari motor menghampiri mereka.

"Ke mana-mana juga cakepan gue. mending lo poto ama gue aja dah," celetuk Rupin si iri dengki.

Liza langsung tepuk tangan seolah sangat setuju. Rupin sudah berbesar baju, tapi kemudian langsung cemberut setelah Liza bersuara.

"Mantep, Pin. Emang gunanya lo di sini tuh, buat jadi kang poto." Wanita itu langsung meletakkan handphone-nya ke tangan Rupin.

"Yang bener ya, Upin."

Liza dan Nopal sudah mengambil posisi. Mereka berdua sama-sama tinggi terlihat seperti saudara, dan Rupin seperti anak tengah yang terbuang.

"Iye, iye, Kak Ros!" sahut Rupin jengkel.

Melihat Rupin yang memanyunkan bibirnya dengan ekspresi kesal membuat Nopal hanya bisa fokus ke arahnya. Beberapa hari ini ia tak melihat pemandangan seperti ini. Tanpa sadar dirinya tersenyum gemas.

"1! 2! Udah!"

"Beuh, mantap! Mantap! Tapi mata lo ke mana deh?" ujar Liza saat melihat hasil foto mereka.

Nopal tersenyum, tapi tidak menatap kamera. Yang ditanya hanya bisa mengusap tengkuknya sembari tersenyum kikuk.

"Gak pa-pa, gak pa-pa, tetep cakep!" lanjut Liza.

"Haruskah kita teken kontrak di atas hitam dan putih biar lo manggung di sini juga?"

"Mending lo naikin gaji gue, Mba," sahut Rupin lempeng.

"Kek ada yang ngomong." Liza dan sifat jailnya bersikap seolah Rupin tak ada.

"Au ah! Gue ngantuk!" Rupin langsung beranjak duduk di motor kayak bocil ngambek.

[✓] Wabi-Sabi; NoPinWhere stories live. Discover now