Menunggu

381 97 16
                                    

Senja menolak ajakan siapapun hari ini, ia bahkan meminta izin pada Daisy untuk menukar hari libur yang seharusnya besok menjadi hari ini. Jika ditanya bagaimana perasaannya tentang papa, Senja akan menjawab dengan pasti bahwa dia kecewa dan membenci perlakuan papanya. Tapi nyatanya raga dan hatinya tidak bisa berbohong, dia tetap menunggu Fajar.

Motornya di parkir asal di depan, dengan cepat Senja mengetikkan pesan pada papanya bahwa ia sudah di rumah sekarang.

Senja berlari memasuki rumah setelah membuka pintu yang terkunci dan bergegas ke kamarnya di lantai dua. Dia ingin cepat-cepat mandi.

Tadi siang, saat Senja memberi tahu pada Pras dan Davin perihal chat papa, Davin mencibir dengan terang-terangan. Senja hanya tertawa, wajar jika Davin tidak menyukai keputusannya ataupun papanya.

"Lo kejebak love-hate relationship sama bapak lo Sen. Gue cuma berdoa buat kebaikan kalian aja deh."

Pras mengatakannya dengan tulus, bahkan pemuda satu itu menjejali mulut Davin dengan kacang karena terus memprotes bagaimana bisa Pras membiarkan Senja menemui papanya semudah itu.

Tadi siang, Pras juga bilang akan menginap di bogor rumah baru orang tua asuhnya. Sedangkan Davin melakukan prepare bersama anggota club dramanya. Sebentar lagi mereka akan menghadiri beberapa pementasan besar sebelum melakukan latian untuk pementasan mereka. Ini tahun terakhir Davin di sekolah, Senja tau temannya akan sangat serius.

Senja keluar dari kamar mandi dengan rambut basah, ia mengambil hair dryer dan mulai mengeringkan rambut. Matanya melirik pada ponsel yang baru saja dinyalakan, belum ada balasan apapun dari papanya.

Bahkan hingga satu jam berlalu, Fajar belum juga membalas pesannya.

Senja berjalan malas ke area belakang rumahnya, duduk di gazebo yang sedikit kotor. Matanya melirik pada tanaman mama yang tidak terawat sama sekali.

"Mbak kok ngga sekalian ngrawat tanaman ya? Gazebo juga kotor. Apa perlu gue bilangin, terus kasih tambahan gaji."

Menghela nafas, ia memilih membersihkan sendiri area belakang rumah, masih dengan sesekali memeriksa ponselnya.

Senja baru berhenti saat hujan mulai turun. Menghela nafas panjang, Senja duduk di gazebo. Sudah tiga jam berlalu, dan Fajar belum menghubunginya sama sekali.

Bahkan saat adzan magrib sudah menyapa, Senja masih setia menunggu kehadiran sang ayah.

Ponselnya bergetar, dengan cepat Senja mengambil dari saku. Bukan nama papa yang tertera disana, tapi justru nama Pras.

"Nja?"

"Kenapa?"

"Gue lagi makan sama ortu gue di resto dan gue liat bokap lo lewat sama Arka, ke ruang vip sih gue rasa. Lo ga jadi ketemu emang? Soalnya ni resto jauh dari rumah lo dah."

Harusnya, ia mengerti. Dunianya tidak akan seindah dulu lagi.

"Hahaha iya, gue batalin kok. Males gue. bener kata Davin."

Terdengar hembusan nafas lega dari Pras di seberang telepon. "Syukur deh, gue kirain ga dateng tu orang. Pen gue gebuk kalo beneran."

"Kalem. Udah lo sana lanjutin makan."

"Oke, bye ndut jelek"

"Setan."

"Hahahaha."

Panggilan terputus, Senja meletakkan ponselnya di sebelahnya duduk. Ia menatap kosong kolam yang kini sudah bercampur air hujan.

"Pembohong."

Tanpa memperdulikan dinginnya sore, Senja melepas baju dan celananya. Meninggalkan celana boxer hitam yang dipakainya. Hanya dengan dua langkah, ia turun ke kolam. Berenang ditengah lebatnya hujan.

Pembohong.

Brengsek.

Senja terus mengayuh tangannya dengan tidak beraturan, memaksakan diri untuk menghalau tubuhnya yang sudah kedinginan.

"Senja janji sama mama harus hidup dengan baik ya? Mama pengen liat Senja tumbuh dewasa."

Gimana caranya ma? Gimana caranya Senja harus hidup.

"Ada bintang Senja, ada bintang dan bulan yang nemenin gelapnya malam."

Banyak ma, ada sirkel b, ada Rean, ada Cherry, giska dan yang lain. Tapi Senja ngga bisa liat sinar mereka. Senja ngga tau apa yang salah.

Suara-suara dari mamanya seakan berputar dikepala, terasa begitu nyata. Senja tidak menangis, sedikit pun. Matanya hanya memancarkan kebencian tanpa disadarinya.

"Papa temuin kamu setelah pulang nanti. Sampai jumpa, jagoan."

"Senja, nanti papa temuin kamu."

"Nanti papa temuin kamu ya."

Why you always lying?

Senja berdiri di sisi tangga kolam, meninju sisi keramik kolam berkali-kali hingga buku jarinya terluka. Meninggalkan bekas darah yang terbawa air hujan.

"PEMBOHONG! LO PEMBOHONG."

Senja berteriak saat suara ayahnya terus terngiang, ia menumpahkan seluruh kekesalannya. Meski hujan lebat dan petir membuat suaranya teredam.

Tangannya bergetar, bibirnya membiru karena dingin. Tapi Senja meneruskan renangnya, hingga berpuluh-puluh menit kemudian.

S E N J A ■

Crepuscule [JJK] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang