Suasana hati Nina sudah membaik setelah bertemu bakso langganan. Kuah gurih berpadu dengan pedasnya sambal memang bisa meningkatkan mood. Nina sebenarnya tidak susah mengontrol stress jika sudah berhadapan dengan makanan kegemarannya. Sayangnya, ia terlalu takut keluar dari rusunawa hanya untuk mencari bakso saat masih masuk jam kerja.
"Sukses trik kita, Rus," ucap Ridho saat Nina muncul. Teman satu jurusannya itu lalu ber-high five dengan Rusdi.
"Trik apa?" tanya Nina yang baru melewati pintu kantor. Ia jadi penasaran dengan obrolan dua rekan tim-nya itu.
"Cara biar kamu nggak maksa minta resign lagi," jelas Rusdi.
Dua mahasiswa berbeda fakultas itu sedang duduk di karpet. Nina pun ikut nimbrung. Tidak lupa diserahkannya empat bungkus bakso untuk teman-temannya itu.
"Emang kalau aku resign kalian merasa kehilangan gitu?" tanya Nina memancing pendapat teman-temannya tersebut.
"Jelas!" jawab Rusdi dan Ridho kompak.
"Bohong." Nina mencebik sambil senyum-senyum terharu. Sungguh membahagiakan dianggap ada oleh teman seperjuangan.
"Bener, Nin. Kamu itu kerjanya cekatan. Makanya, dari awal aku nawari posisi ini buat kamu. Soalnya aku paham gimana kerjamu," ungkap Ridho.
"Iya, iya yang paham," cetus Rusdi. Ridho langsung menyenggol lengan Rusdi dengan sikunya. Gelak tawa keluar dari bibir pemuda berkulit sedikit gelap tersebut.
"Ngetawain apa kamu?" tanya Nina pada Rusdi.
"Enggak, bukan apa-apa." Ridho malah yang menjawab, sedangkan Rusdi masih tetap tertawa.
Nina mencebik kesal karena tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Ia lalu menyelonjorkan kaki seraya menempelkan punggung di dinding. Gadis dengan pashmina berwarna navy tersebut termenung. Setelah berbincang dengan Megan di indekos lalu mendengar kata-kata dari Ridho, sepertinya keinginan resign menipis. Tersisa sekitar tiga puluh persen saja. Tinggal melihat saja apakah kehadiran Danial semakin memperparah susana hatinya di sini atau tidak?
"Nina dari mana saja?"
Nina mengangkat kepalanya. Arkan tengah berjalan mendekat ke arah mereka bertiga.
"Bang Arkan dari kamu keluar tadi udah bolak balik ngecek ke kantor, Nin. Ngeliat apa kamu udah datang apa belum," cetus Rusdi.
Nina menyipitkan mata. Merasa aneh jika pemuda itu mencarinya. Selama kenal beberapa hari ini mereka tidak terlalu banyak berinteraksi.
"Nggak lengkap tim sekret tanpa Nina. Ganjil cuma lihat kalian berempat," ungkap Arkan seraya tertawa kecil.
Ridho memajukan bibir bawah setelah Arkan berucap. Nina yang mendapati reaksi itu merasa seperti Ridho sedang mengejek kakak tingkatnya.
"Aku kan, mau resign, Mas."
Arkan yang sedang berdiri langsung menatap Nina dengan raut terkejut. "Resign?"
Nina mengangguk dengan mantap. "Lagi cari pengganti. Kalau Mas Arkan ada kenalan, suruh ngelamar ke sekret aja."
Ridho dan Rusdi kembali heboh. Mereka tidak terima mendengar kata resign keluar lagi dari bibir Nina. Dua mahasiswa angkatan akhir itu mulai mengajak Arkan untuk membujuk satu-satunya tim sekretariat perempuan itu, agar tidak keluar dari kepanitiaan. Nina hanya tertawa saja melihat kehebohan duo R tersebut.
"Kenapa Nina mau resign?" tanya Arkan yang kini sudah duduk bersila di hadapan Nina.
Nina terkesiap. Rasanya seperti sedang di sidang begitu mendapati tatapan tajam itu. Apalagi saat duo R itu keluar dari ruangan. Tentu saja pintu tidak ditutup.

YOU ARE READING
BAPER! (READY STOCKS)
Teen FictionREADY EBOOK DI PLAYSTORE Karenina Aprilia, seorang mahasiswi tingkat akhir yang mudah terbawa perasaan pada cowok tampan di kampus. Tapi, ia anti banget sama cowok aktivis dakwah. Sayangnya, menjadi panitia di pesantren mahasiswa membuat Karenina m...