Kamar Kos 04 (Part 2)

4.4K 173 20
                                    


Sepanjang penerbangan Jakarta – Palembang itu saya gundah. Saya tidak bisa tidur seperti Miko yang langsung ngorok begitu duduk di kursi pesawat. Kepala saya berkecamuk.

Bagaimana Wiga tahu saya akan membutuhkan kaus kaki?

"Masbro?" Miko menyikut saya. "Ngelamun mulu, dah. Mikirin apa, sih?"

Saya hanya menggelengkan kepala.

Kami berdua sudah tiba di Sultan Mahmud Badaruddin II International Airport, Palembang. Baru saja kami turun dari pesawat, sekarang kami berjalan bersama rombongan penumpang lain menuju tempat pengambilan bagasi. Tidak ada bagasi yang harus kami ambil, jadi saya dan Miko langsung berjalan ke pintu keluar.

"Sudah mau setengah sembilan," kata saya, melirik jam di pergelangan tangan. "Kamu sudah missed ijab kabul."

"That's alright. Yang penting hadir pas resepsi."

"Kita ke hotel atau langsung ke lokasi?"

"Langsung lokasi, Masbro. Bajunya dibawain. Kita ganti di mobil aja."

"Jadi kita enggak naik taksi?"

"Enggak. Ada yang jemput."

"Siapa?"

"Anak kosan juga."

Saya menyipitkan mata. "Ada satu anak kosan yang sudah di sini sejak semalam?"

"Yes. Dia bantu keluarga gue nyiapin ini semalam. Harusnya gue sih yang berangkat kemaren. Dua tiket hari ini tuh buat Masbro sama dia. Tapi berhubung gue mesti nyodorin si Alex dulu, so we switch!"

Entah mengapa, jantung saya berdebar tanpa alasan. "Siapa anak kosannya?"

Please jangan manusia yang saya pikirkan semalaman.

"Tuh! Dia di sana," jawab Miko sambil menyikut saya. Miko melambaikan tangan sambil tersenyum lebar dan memanggilnya. "WIGA!"

FUCK!

Saya seperti anak ABG yang tak menyangka akan satu kelompok belajar dengan gebetan di kelas. Sumpah, ini memalukan. Langkah saya terhenti, perut saya mulas, keringat dingin merembes keluar di punggung saya. Namun bukan karena saya ketakutan. Sebagian dari rasa merinding ini sensasinya seperti ... senang?

Wiga tampak ganteng di depan mobil, mengenakan baju kurung khas Palembang warna merah. Baju kurung itu memeluk ketat otot lengannya, di bagian dada pun tampak menggembung. Karena ganteng, saya bisa menganggap dia mempelai pengantin pria.

Atau tepatnya, kalau saya harus menikahi dia saat ini, akan saya lakukan tanpa pikir panjang—

WHAT THE FUCK, ROMEO?!

MIKIR APAAN, BARUSAN?!

Saya menggoyangkan kepala kuat-kuat untuk menepis pikiran busuk itu. ANJING! Bisa-bisanya saya berpikiran menikah dengan Wiga. Bajingan yang tidak mau memperlihatkan bulu keteknya ke saya. Dan yang sok tahu soal kaus kaki saya—meski nyatanya saya memang butuh kaus kaki itu.

Wiga tersenyum lebar, ganteng seperti biasa, sambil menyambut Miko dengan cara memeluknya. Setelah dia menepuk punggung Miko dua kali, dia mempersilakan penghuni kamar nomor 4 itu ke mobil, sementara dirinya menghampiri saya.

"Bang! Sini, saya bawain ...." Wiga mengulurkan tangannya.

"Enggak," sungut saya tak sudi, menarik tinggi-tinggi tas saya. Setelahnya, saya berjalan melewatinya pennuh gengsi.

Apa yang kamu lakukan, Romeo? Kenapa kamu bersikap seperti anak kecil?

Mobil yang menjemput kami adalah milik keluarga pengantin perempuan. Oke, jadi begini alurnya, supaya kamu enggak bingung.

Kosan KetekWhere stories live. Discover now