Great idea

25 3 0
                                    

Jisoo keluar dari ruang dokter yang memeriksanya sambil membawa sebuah amplop putih berlogo khas rumah sakit. Sejenak kepalanya mendongak plafon putih lalu tertawa miris. Penjelasan dokter benar-benar sudah menarik seluruh mimpinya. Kenyataan dirinya sedang dalam keadaan tidak sehat sudah cukup sangat memukul dan sekarang umurnya tidak lama lagi?

"Haha," tawanya dengan ekspresi keras, "emangnya dia siapa main mutusin hidup orang?"

Ponsel yang berdering membuat perhatiannya teralihkan. Dikeluarkannya benda yang sedari tadi ada di saku blazer abu-abunya.

Mama

Sejenak dia menghela nafas sebelum menjawab panggilan tersebut. Ekspresinya seketika berubah menjadi ceria seperti biasa. Hilang sudah keputusasaan yang tercipta sebelumnya.

"Halo, ma!"

"Halo, sayang! Gimana? Hasil pemeriksaannya udah keluar?"

"Hmm, udah kok." Jisoo menahan diri untuk tidak kembali kesal tapi tangannya meremat amplop di tangannya. "Aku cumaa kesapekan aja katanya."

"Beneran?"

"Iya. Mama kapan pulang?"

"Lusa kalo kerjaan papamu udah selesai. Oh iya, Soobin sama Jihoon mana? Mereka ikut ke rumah sakit, kan? Lukanya parah gak?"

Jisoo menatap kedua kakinya yang berbalut converse high hijau lalu tertawa pelan. "Kalo Soobin, dia cumaa buka jahitan lukanya aja sih."

"Jihoon? Kenapa dia ikut ke rumah sakit?"

"Duh, ma, kayak gak tahu aja kalo dia kerjaannya bikin masalah. Abis berantem sama kakak kelas gara-gara main bola."

"Tapi gak parah, kan?"

"Ya, luka kayak biasa dia abis berantem."

"Terus kamu dimana?"

"Mau nyamperin mereka di kafetaria."

"Ya udah, kalian pulangnya hati-hati. Jangan lupa makan siang. Bilang Soobin sama Jihoon, kalo butuh sesuatu kabarin mama."

Jisoo mendengus pelan. "Sebenernya anak mama tuh aku atau mereka sih?"

"Kalian bertiga anak mama, puas?"

"Hahaha, iya-iya."

"Mama tutup ya! Kamu juga jangan lupa istirahat. Udah tahu masalahnya, kan? Jadi tuh jangan kebanyakan latihan. Kalo bisa sementara kamu stop ekskul dulu. Basket, taekwondo, futsal, apalagi tuh? Pokoknya yang fisik-fisik tuh distop dulu biar..."

"Iya, ma, iya."

"Ya udah, mama beneran tutup nih!"

"Iya."

"Awas kalo mama tahu kamu..."

"Tutup telponnya, ma!"

"Ya udah, iya. Bye, sayang! I love you!"

"Me too."

Setelah memastikan mamanya benar-benar menutup telpon barulah Jisoo melangkahkan kakinya. Amplop di tangan kirinya sudah tidak berbentuk dan dijejalkannya ke saku blazernya. Dia tidak mau kedua temannya tahu. Jisoo tidak mau perlakuan teman-temannya berubah hanya karena tahu keadaannya. Biarkan saja seperti biasa.

Di kafetaria rumah sakit, salah satu meja yang paling sudut dan berbatasan langsung dengan dinding, Jisoo dapat melihat kedua temannya sudah duduk sambil menyantap makanan. Dan pemandangan yang paling jelas adalah dua orang dengan rambut yang mencolok itu sedang meributkan sesuatu.

BLUE MOON [COMPLETED]Where stories live. Discover now