II. Dialog

89 21 0
                                    

Angin silir menyambut keduanya, dua pemuda bersurai hitam lebat.

Duduk tanpa alas, tanpa kata juga. Lima belas menit lamanya

Lebih menarik pemandangan jauh dibawah sana. Manusia penuh sesak, beragam ekspresi.

Seorang bapak yang mengayuh gerobak sepeda mungkin bersiap pulang.

Atau wanita berjas yang sibuk dengan ponselnya

Bermacam mesin beroda wira-wiri.

Ah iya, adzan Maghrib.

“Lo kepengen ngapain, abis lulus nanti?”

“Gatau. Pengen mati, kali?”

“Yang bener..”

Dua anak adam, dengan seragam yang sama.

Bukan seragam sekolah.

Seragam pkl dengan banyak oli disana-sini

“Jeje..”

Yang dipanggil hanya diam, toh tanpa disauti-pun harusnya teman keparatnya ini melanjutkan kalimatnya. Hyunjin hafal tabiat jeongin.

“Tentang customer cewe tadi..”

“Gasuka. Gadoyan, gue sukanya elo”

“Hmmm hehe gue hanya takut. Abang-abang tadi malah nyorakin lo sama dia”

Kembali sunyi, suara kereta dari kejauhan membuat mereka diam. Kembali dengan kekosongan di mata.

“Allah beri kita perasaan. Manusia berhak mencintai siapa saja”

“Halah. Lo suka bolos ngaji juga”

Hyunjin tertawa, padahal niatnya membikin mereka tenang. Membela perasaan mereka, yang norma kecam.

“Nanti kalo gue ikut digodok dipanci gorengan bareng kaum luth, lo kudu ada disitu ya jin”

“Iya dah. Gw mah cinta sama lo”

Ia hirup dalam-dalam, lalu menghembuskan napas lama. Lelah.

“Tante, gimana kabarnya?”

“Masih sama. Masih suka minjem urine adek wkwk”

Jeje menoleh, menghadap hyunjin. Hyunjin yang lebih kurus hari demi hari

“Ngeganja yuk je?”

“Kayak yang punya duit, pkl ga digaji bego”

“Hehe..”

Kali saja, banyak pikiran untuk sama dengan mamanya. Enak sepertinya jadi beliau, stress bisa lari ke obat. Kencing adiknya yang masih TK-pun dibawa selalu dalam tas kulit mahalnya.

Jaga-jaga.

“Tapi ngomong-ngomong yang tadi..”

Hyunjin mengambil ponselnya, menyetel lagu dengan instrumen saja. Menyaut ujar jeje dengan deheman.

“Apa jika kita ga temenan dari kecil, atau gw ketemu telat sama lo. Kita bakal punya cewe ga ya?”

“Ngga tau dah,..”

Lampu jalan dibawah sana, mulai menyala. Jalanan masih sama. Masih dengan kesibukannya

”,..kayaknya ga?”

“Kok bisa?

“Karena kalau gw ga ketemu lo dulu. Hwang hyunjin rumahnya udah didalem tanah”

Jeongin menyipitkan matanya, memandang lebih detil matahari yang hampir menghilang.

“Jangan gitu dong, seolah gw nahan lo buat meninggal aja. Mati ya mati aja sono anjing”

Hyunjin kembali tertawa lebih keras. Kekasihnya ini selalu menjawab sarkas jika berbicara tentang kematian.

LIFE - HYUNJEONGDonde viven las historias. Descúbrelo ahora