• taman samping •

602 110 2
                                    

Winnie kurang tahu apa yang memotivasi perawat hingga membawanya ke taman samping yang cukup sepi karena jam besuk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Winnie kurang tahu apa yang memotivasi perawat hingga membawanya ke taman samping yang cukup sepi karena jam besuk. Mungkin, 'udara segar' yang berkali-kali ia sebutkan saat keluar kamar mengantar mereka berpikir demikian. Padahal, mau di mana pun itu, rumah sakit ini sudah terkontaminasi bau obat-obatan, versi Winnie.

Orang-orang yang terbiasa menunggu di bangku-bangku sepertinya telah dipersilakan masuk dan bercengkerama di ruangan ber-AC. Alhasil, rindang pepohonan yang entah berapa tahun tumbuh di sana tampak kesepian layaknya Winnie hari ini. Gadis bersyal ungu muda itu hanya menghela napas panjang dan menekan kursi roda yang entah mengapa ia duduki sekarang.

"Aku ingin sendiri," ucap Winnie tiba-tiba.

"Kami nggak merasa direpotkan, kok, Win."

"Aku yang repot kalau ada kalian berdua."

"Tapi--"

"Kalau kalian takut aku melakukan sesuatu, cukup mengawasiku dari jauh. Jangan di sini."

Dua perawat berseragam serba-putih itu saling pandang dan mengangguk. Salah satu di antara mereka membenahi topi dan syal Winnie sebelum menepi. Mereka menjauh dari taman semaksimal mungkin hingga gadis itu merasa nyaman dalam menghabiskan waktunya.

Tidak ada yang Winnie lakukan. Ia hanya memandangi berbagai bunga yang entah apa namanya dan mengangkat tangan setinggi dada, berharap ada kupu-kupu yang hinggap di jari-jemarinya seperti babak dalam dongeng. Imajinasinya terlalu liar sampai benak pun turut bersenandung.

Sayang, ia bukan putri, bukan pula ratu. Tiara yang seharusnya menghiasi kepala saja digantikan oleh topi yang hampir menutupi separuh mukanya. Jangankan tersenyum menebar pesona lewat lekak-lekuk dansa, mengangkat wajah dan menikmati udara dengan tenang saja kesusahan.

"Aku sudah bertemu Peter."

"Iya? Di mana? Gimana?"

"Di koridor dekat bangsal anak. Ya, kayak rumor yang beredar gitulah. Aku merasa lebih baik sekarang."

Nama familier keluar dari mulut orang asing. Winnie melirik, lalu menelan ludah. Perbincangan dua gadis yang duduk di sampingnya--tidak sedekat itu--cukup menyita perhatian. Daripada ia menganggur dan tidak berbuat apa-apa, lebih baik ia mencoba mendengarkan orang lain, bukan? Winnie mengangguk atas pemikirannya sendiri dan melanjutkan menajamkan pendengaran.

"Sayangnya aku nggak bisa pergi. Kata Peter, aku kurang memenuhi kriteria, padahal aku pengin banget ke sana."

"Hah? Kriteria apa?"

"Aku kurang tau. Menurutmu, apa yang kurang dariku?"

"Hm, cantik?"

"Kau!"

Tanpa sadar Winnie ikut tertawa. Namun, ia amat menahannya agar dua gadis tersebut tidak tersinggung. Ia juga tidak ingin mereka mengetahui keberadaannya.

Finding Unknownland ✔Where stories live. Discover now