37

684 79 4
                                    

• Great Hall •

Berkali-kali aku mengedipkan mataku, memastikan bahwa aku tidak salah lihat. Berhubung Aula Besar sekarang sedang gelap, aku hanya takut aku sedang berhalusinasi sekarang ini. Tapi sosoknya begitu nyata di depan sana. Keluar dari barisan para murid dan berdiri tegap sambil mengangkat tongkatnya.

Kehadirannya sempat membuat bising sedikit, tapi hanya sebentar. Mungkin mereka terkejut dengan kedatangannya yang bisa di bilang mendadak. Kemudian dengan tanpa alasan melancarkan Mantera Expelliarmus pada Amycus. Karena pada dasarnya, mereka sama-sama seorang Pelahap Maut. Bahkan Profesor Snape sendiri tampak terkejut walau tidak begitu nampak di wajahnya yang selalu datar itu.

Tangannya bergetar, jelas sekali di mataku. Tapi matanya penuh dengan tekad. Dia sama sekali tidak merendahkan tongkatnya ketika Profesor Snape melangkah maju. Dia bahkan melangkah tanpa takut. Mendekati kami di depan podium.

Aku tidak bisa memalingkan wajahku darinya. Rasanya tidak ada yang berubah darinya, hanya saja dia tampak jauh lebih dewasa. Tapi lingkaran hitam di sekitar matanya, dan wajahnya yang sangat kacau, dapat mengatakan kalau dia menderita.

"Draco..." aku berdesis pelan, berusaha untuk tidak di dengar oleh orang lain.

Aku ingin menghampirinya, mengatakan bahwa aku baik-baik saja dan dia tidak perlu mengancam dengan tongkat. Tapi karena dorongan Amycus tadi, rusukku bertabrakkan dengan tangga podium. Sakit sekali dan aku jadi kesulitan untuk bernapas.

Beruntungnya semua perhatian terfokus pada Draco, termasuk Alecto. Aku tidak bisa membayangkan kalau saja Alecto langsung mengambil alih tugas Amycus dan melayangkan Kutukan Cruciatus padaku. Mungkin aku sudah tidak berdaya sekarang kalau saja itu terjadi.

"Apa yang kau lakukan, Draco?" Profesor Snape membuka suaranya setelah hening beberapa saat. Tentu saja itu pasti menjadi pertanyaan di setiap kepala yang ada di dalam ruangan ini.

"Menyelamatkan seseorang yang harus aku selamatkan," katanya masih terus melangkah ke arahku. Menatap tiga orang di sekitarku dengan tatapan yang begitu tajam.

"Apa hakmu menyelamatkan dia?"

Draco tersenyum miring mendengar perkataan Profesor Snape barusan. "Lalu apa hakmu menyakitinya, profesor?"

"Karena dia memang pantas mendapatkannya. Jadi tolong jangan ikut campur. Turunkan tongkat dan kembali ke tempatmu," kata Profesor Snape yang tentu saja tidak di dengarkan oleh Draco.

Tapi aku malah khawatir, takut bila nanti malah Draco yang terkena kutukan alih-alih aku. Jangan sampai itu terjadi. Aku tidak ingin kehilangannya sesaat setelah aku baru saja melihatnya setelah berbulan-bulan lamanya.

"Apa yang membuatnya pantas mendapatkan Kutukan Cruciatus, profesor? Aku rasa kau sendiri tau, bahwa kutukan itu di larang digunakan di sekolah."

Mungkin harusnya aku senang karena Draco membelaku. Tapi sungguh, setiap langkah yang dia ambil, setiap itu juga kecemasanku bertambah. Jantungku berdegub amat kencang. Tanganku dingin sekali. Ya ampun, kenapa rusukku sakit sekali, sih? Menyusahkan saja.

"Well, Draco. Aku kepala sekolah di sini, aku berhak mengubah peraturan yang ada."

Ingin sekali aku tertawa di depan wajah Profesor Snape. Bisa-bisanya dia berkata begitu padahal dia sendiri yang membunuh kepala sekolah sebelum dia. Dapat dari mana kepercayaan diri semacam itu? Lagi pula, dia tidak pantas menduduki posisi kepala sekolah. Harusnya Profesor McGonagall saja yang naik jadi kepala sekolah, kenapa harus dia?

"Jadi kau menggunakan kekuasaanmu itu untuk menyiksa orang tidak bersalah?" Draco sama sekali tidak berniat untuk menyerah. Jarak dirinya dengan kami mungkin hanya tersisa dua meter lagi.

REDAMANCY || Draco MalfoyWhere stories live. Discover now