Chapter IX -Kebahagiaan-

74 12 3
                                    

Wijaya,"Istri ku, kau harus istirahat"

Sri,"Diam, bocah bawel. Aku baik-baik saja"

Wajah Wijaya menjadi lesu saat istri nya sudah menolak selama lima belas kali di permintaan yang sama. Dia bisa saja menyeret istrinya ke dalam kamar namun apa yang dipegang istri nya sekarang bisa membuat ia bertemu dengan ayah nya secepat mungkin.

Saat ini, Sri sedang membuat ratusan anak panah. Memang tidak berbahaya namun sekarang Sri memegang kapak untuk membelah batang kayu tebal di tanah. Disaat tangan lentik itu mengayun ke atas, kayu segera terbelah menjadi dua dan Sri terus mengulang nya hingga kayu menjadi kecil.

Wijaya,"Istri ku..."

Sri,"Itu salah mu yang membuang bedak ku seenak jidat"

Wijaya,"Ap-- ITU BUKAN AKU, ISTRI KU"

Sri,"Lalu siapa?! Hantu?! Atau Multo dan Daryana?!"

Wijaya,"BUK—"

Sri,"ITU KAMU! SUDAH DIAM!"

Wijaya,"Kamu sendiri yang buang aoswjjwpzjekds-- DUH GUSTIIII"

Antabhoga yang berada disebelah tuan nya hanya bisa menepuk bahu dan memberi kesabaran. Multo dan Daryana yang sudah difitnah berkali-kali tertunduk sedih. Akhirnya Wijaya bersama Multo dan Daryana duduk bersimpuh dalam keadaan suram. Ular naga bersisik emas itu meringis ketika istri tuan nya menjitak kepala tuan juga teman-teman nya.

Sri,"Berani melawan, aku tak segan menjadikan kalian bebegig sawah yang akan ku gunakan untuk latihan panah para murid. Mengerti?!"

Mereka tidak menjawab karena takut Sri menganggap jawaban mereka sebagai perlawanan. Tapi Sri semakin marah melihat mereka tak menjawab nya.

Sri,"Mengerti?! Jawab aku!"

Wijaya,"N-Nggih.."

Daryana,"Nggih, Putri Sri.."

Multo,"Nggih, Putri Sri.."

Mereka bertiga mendapat tendangan di punggung lalu tersungkur ke tanah.

Sri,"Kalian berani melawan? Aku salah?!"

'Gusti...'

Wijaya dengan dua kawan nya langsung menangis air mata buaya. Sri menginjak mereka untuk terakhir kali nya sebelum melanjutkan kegiatan nya dalam suasana hati yang buruk. Antabhoga segera mendekati mereka untuk menyembuhkan bekas tapak sepatu di punggung mereka.

Antabhoga,"Kalian baik-baik saja?"

Wijaya,"Hiks hiks Antabhoga, kenapa Sri seperti itu pada ku dari seminggu yang lalu? Itu pun karena bedak saja! Hiks"

Daryana,"Hiksu, tuan benar. Padahal aku juga tidak tahu bentuk bedak itu tapi aku terkena tuduhan"

Multo,"Diri ini sudah tua dan tak mungkin melakukan hal seberani itu. Mungkin bila itu barang Wijaya, aku masih berani namun barang Putri Sri? Lebih baik aku diikat di tiang pinang desa daripada mengambilnya"

Entah harus memarahi atau menasehati nya, Antabhoga lebih memilih diam sembari menepuk-nepuk Wijaya juga teman-teman nya yang masih mengeluarkan air mata buaya. Ditengah suasana dramatis tersebut, dua personifikasi datang dengan barang bawaan banyak. Mereka terkejut mendapati Wijaya bersama teman-teman nya sedang dalam keadaan suram.

Yao,"Aiyaaa?! Kalian baik-baik saja kah, aru?!"

Neeraja,"Apa Sri sedang sakit?"

Wijaya,"Sakit darimana? Dia saja bisa angkat kapak disana!"

Jari telunjuk Wijaya mengarah pada Sri yang sedang menghaluskan badan anak panah disana dengan wajah kesal. Neeraja juga Yao terdiam dengan ekspresi datar. Manik coklat pucat Neeraja menatap Wijaya sekarang.

"Krakatoa"Where stories live. Discover now