Chapter XXII -Teman baru-

49 7 0
                                    

Langit malam di atas Makassar membentang luas. Bintang menari di langit penuh kebahagiaan. Perahu-perahu Pinisi disiapkan untuk berlayar. Gadis cantik kulit sawo matang dengan manik emas memandang lautan. Baju bodo yang ia kenakan tertiup angin lembut serta samping bermotif flora merambai-rambai. Selagi mata memperhatikan ombak surut, seorang pria tubuh tegap datang memberinya batu bersinar kuning kusam. Tuan nya tersenyum manis menerima batu itu.

Kirana,"Terima kasih, Kaka Muane Rante!"

Rante,"Mn. Sampaikan salam ku pada Pangeran Marege"

Tengah asyik berbincang dengan personifikasi gunung Latimojong itu, siluet seorang pria muda segar datang menggunakan batu seluncur nya. Rambut coklat tanah dengan kepangan pada kening nya merambai mengikuti angin. Mata hijau nya yang bercahaya menatap canggung sosok tuan di sebelah sahabat. Ketika kaki dipijak ke pasir, dirinya segera bertekuk lutut. Suara khas pemuda malu memasuki telinga mereka.

"Salam, Putri Kirana"

Kirana,"Malam, Kak Tambora! Bagaimana kabar mu?"

Tambora,"Baik.."

Kirana,"Apa yang Kak Tambora lakukan disini?"

Tambora,"Umm.. Aku disini untuk membantu Rante"

Rante,"Tambora datang untuk membantu kami membersihkan Opa Tondano"

Kirana,"Eh? Tondano bukan nya danau?"

Rante,"Sama seperti Ayah Sangkuriang. Mereka masih hidup selama sisa tubuh ada di darat"

Kirana mengangguk paham. Rante berbalik untuk berbicara pada Tambora. Pria itu terus melihat penasaran kapal pinisi. Kawan nya sedikit tersenyum melihat si pemuda terpana. Jika diingat, Tambora tidak pernah keluar kawasan Nusantara. Gunung nya yang memiliki tinggi 4.300 meter tentu membuat siapapun jarang menemui dirinya atau turun gunung. Kecuali untuk Rinjani. Rante pun bertanya pada pemuda disebelah.

Rante,"Mau ikut?"

Tambora"H-Huh?"

Rante,"Ikut dengan Putri Kirana"

Kirana,"Ah iya! Aku dengar Kak Tambora jarang turun. Kebetulan sekali kita mau ke negeri Sahul. Ayo ikut kami, Kak Tambora!"

Tambora nampak ragu-ragu karena ia memiliki kegiatan rutin tetapi di sisi lain jiwa nya sudah lama ingin kembali berpetualang. Manik hijau nya sempat melihat kawan nya untuk meminta izin. Pria manik kuning kusam mengangguk, memberinya izin. Pada akhirnya Tambora bersiap untuk ikut Kirana. Lokon yang baru saja hadir siap menjemput mereka. Rante dan Lokon memberi pesan pada Tambora untuk pulang bersama Kirana. Tidak lupa mereka mengingatkan agar tidak melanggar peraturan Lawu selama diluar. Salam perpisahan diucapkan dan segera kapal-kapal berlayar mengarungi lautan dalam naungan langit malam sejuta bintang.

—• • •—

......

Mengapa aku disini? Apa aku salah telah mengikuti Putri Kirana? Aku tidak mengganggu nya kan? Kakek Tondano tidak akan marah kan? Soputan pasti akan marah padaku. Jadi tidak nyaman pada Rante dan Opa Lokon.. Bagaimana dengan sahabat Putri Kirana? Apa ia akan terintimidasi oleh kehadiran ku? Aku takut suku mereka tidak menerima ku.... Haish lagi-lagi pikiran liar. Aku harus berpikir hal baik! Rara sudah menceramahi ku bahwa aku tidak boleh berpikir hal buruk. Semua nya pasti akan baik dan menyambut kami hangat!

Ah- maaf telah membuat kalian membaca semua isi pikiran ku.. Kebiasaan buruk ku ini susah dihilangkan. Hm? Kenapa aku bisa seperti ini? Gunung ku yang tinggi seperti ayah sangkuriang juga Nemang & Kawi membuat ku jarang turun melihat interaksi manusia. Bisa dibilang aku adalah gunung terkurung. Gunung-gunung dengan puncak tinggi tentu akan merasa terkurung. Ummm lupakan basa-basi ku. Cerita ini bukan milik ku!

"Krakatoa"Where stories live. Discover now