Part 3

1K 101 4
                                    

Sebulan ini, hariku terasa janggal.

Pria aneh yang selalu memainkan PSP itu selalu datang menyempatkan diri ke restoran. Dan dia selalu menduduki meja nomor 4, bahkan jika meja itu sudah di duduki oleh pengunjung lain dia akan bersikeras ingin duduk di sana. Dia tidak peduli dengan pandangan tidak suka pengunjung yang mendahuluinya. Dia tidak peduli walau pengunjung itu secara tidak langsung menegurnya untuk mencari tempat lain. Dengan keras kepala dia akan tetap duduk di sana.

Pelayan-pelayan di tempatku juga sudah menghafal pesanannya. Dia memesan menu makanan yang sama setiap hari. Hanya minumnya saja yang dia ubah-ubah.

Aku sedikit terkena imbas kunjungannya.

Pelayan lain selalu menyuruhku untuk mengantar pesanannya. Ada kesalahpahaman yang tidak disengaja yang membuat mereka mengira jika aku mengenal pria PSP itu. Bagaimana tidak? Pria PSP itu selalu melambai padaku jika dia melihatku, dia akan tersenyum seolah-olah kami adalah sahabat karib yang telah berteman lama.

Aku sudah cukup lelah menjelaskan pada yang lainnya jika aku tak mengenalnya. Jika dia hanya pengunjung biasa, sama seperti yang lain, tapi teman-teman kerjaku tidak ada yang mempercayaiku. Mereka malah menggodaku habis-habisan. Mereka mengira jika pria itu adalah salah satu pria yang tengah naksir padaku yang sedang memulai pendekatannya.

"Selamat datang."

Kudengar suara melengking Erick berseru dari muka pintu.

Aku mengalihkan pandangan dan melihat pria aneh itu masuk. Hari ini dia bahkan tidak tampil lebih baik. Masih baju yang kusut dan rambut yang acak-acakkan. Dia melambaikan tangan padaku.

Aku tidak tahu dari mana dia mendapatkan kesan jika kami bisa saling melambaikan tangan atau bertegur sapa. Seingatku aku dan dia tidak pernah memperkenalkan diri satu sama lain. Aku tidak tahu siapa namanya. Aku masih menyebutnya dengan pria aneh atau pria meja nomor 4. Tapi dia seolah-olah sudah mengenalku, sekarang dia sering mencoba memulai obrolan yang selalu tak kuacuhkan.

Dia tidak bermasalah melakukan obrolan sepihak. Dia berbicara tanpa hentinya saat aku mengantarkan pesanannya dan aku? Diam! Seperti patung, namun baiknya tetap mendengarkan celotehannya.

Aku berdiri di depan counter dapur memberikan nampan kosong dan menunggu nampan lain. Aku bisa melihat Helena sedang mencatat pesanan pria aneh itu. Mereka berbicara akrab dan saling bertukar senyum. Dia sudah mengenal seluruh pelayan di restoran ini. Dia bahkan tahu namaku, -yang kuyakini dia ketahui dari teman kerjaku-.

Aku berdiri saja. Menunggu kepala koki, Mr. Kang menyembul memberikan nampan baru.

"Ah. Dia datang. Aku akan menyiapkan pesanannya yang biasa."

Aku mengangguk. "Minumannya saja jangan dibuatkan, Mr. Kang, dia selalu mengubahnya." Saranku.

"Apa dia tidak bosan selalu memesan menu yang sama?" tanyanya ingin tahu. "Aku saja jika mengonsumsi makanan yang sama berulang kali selama 3 hari akan merasa mual. Tidakkah dia memiliki selera yang variatif?"

"Mungkin dia tidak memilki cukup uang. Menu yang dia pesan menu termurah disini." Aku memberi pendapat.

"Kau benar. Padahal dia lebih cocok menjadi pria kaya raya dengan wajah tampan seperti itu, tapi nasibnya sial. Aku kasihan melihat pakaiannya. Tidak ada yang lebih bagus?"

"Oh, please, Mr. Kang." Aku menegurnya. "Tidak boleh merendahkan orang lain. Tak ada yang salah dengan pakaiannya, dia hanya tampak tidak rapi."

Dia menepuk bibirnya beberapa kali. "Maaf Jimin. Aku tidak bermaksud merendahkannya. Harap maklum pada orang tua ini."

TWO SIDES A FORGOTTEN DESIRE - JIKOOK / KOOKMIN [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora