Chapt 1; A Clip from the past

65 4 1
                                    

                                                                           Mei 2006

   Tap  tap tap sreet. laki laki berumur 5 tahun itu berlarian di sepanjang lorong kecil di rumahnya, membawa pesawat kertas ditangannya, tertawa riang sambil berlari lari.

   "Ngueeeeeng, dan seketikaaaa DUARR petir yag gagah perkasa pun menghancurkan pesawat ceroboh ituuu" Anak itu berseru sambil membanting kertas itu hingga ujungnya pun bengkok

   "Yeaaaaay sekali lagi petir yang hebat menaaaaang" Anak itu tertawa puas. Ia sangat suka sekali dengan petir, kilatan cahaya itu tak pernah membuat anak kecil itu takut dengan suara menggelegarnya. Sangat berbeda dengan kakaknya yang takut dengan petir, ia malah sangat menanti kilatan mematikan itu, menunggu di jendela ketika hujan lebat.

  " Nak.. pelan pelan mainnya" sang ibu tersenyum menatap bungsunya itu.

  " iya maa" anak itu tertawa kecil, hari sudah malam. Mendung menyelimuti kediaman kecil keluarga itu.

   Tap tap tap eh? Anak kecil itu mendengar suara langkah kaki berderap di belakang rumah, anak itu berdiri mematung, tiba tiba terdengar seruan seruan panik dari anggota keluarga di rumah kayu kecil itu. Sang ibu segera meraih tangan sang anak dan kakaknya yang berdiri tak terlalu jauh darinya.

   Breeeet sang ibu mengambil 2 jaket milik anak anaknya, membawa mereka keluar dari belakang rumah.

   "Bu, ada apa? Tanya sang anak yang berumur 9 tahun. Sang adik menatapnya heran, ibunya memegang pundak kakaknya itu tersenyum tipis, berusaha membuat sang kakak mengerti situasi ini, perlahan sang kakak mulai meneteskan air mata, teringat sebuah Scene dari film yang ia tonton di web semalam. Dan mulai mengerti alur dari semua ini.

   "Vanz..." sang ibu menatap sang kakak tak tega

   "Bawa adikmu pergi, dan sebelum merasa aman, jangan menoleh ke belakang"

    Sang ibu bergegas pergi kembali ke dalam rumah, adiknya hendak menyusul ibunya masuk, tapi tangannya segera ditarik oleh kakaknya pergi ke hutan gelap di belakang mereka. Sang adik yang masih terheran berusaha melepas tangan kakaknya dan coba menoleh ke belakang.

   "Jangan Dik, terlalu berbahaya" Suara sang kakak terdengar lirih intonasinya berubah menjadi sedih, ada apa sebenarnya? Ia masih tak tahu. Sang kakak masih menggenggam tangan adiknya kuat kuat. Sampai keluar dari hutan lebat nan gelap itu.

   "Kak.. kenapa kita pergi... Tidak bersama ibu?"

    Sontak sang kakak melepaskan genggaman tangannya dan berhenti berlari. Menatap lurus ke hamparan padang rumput.

    "Dik... a-aku"

    BLAAAAR  terdengar suara keras dari arah rumah mereka, mereka berdua menoleh, dan pemandangan dengan kobaran api besar serta suara senapan api bergemeletuk di belakang mereka. Anak kecil berumur 5 tahun itu sontak terkaget, melihat rumah mereka yang sekarang sudah tinggal gumpalan abu bermandikan api.

   "IBUUUUU" Anak itu berteriak parau, berusaha berlari kembali kedalam hutan lebat, sementara kakaknya berusaha mengejar dan menahan adiknya itu. BRAAK mereka jatuh bergulingan di rerumputan karena tersandung oleh batu besar ke arah lainnya, mereka bergulingan di tanah, terhantam beberapa kerikil di tanah dan bahkan sang kakak sempat terantuk batu besar di kepala sementara sang adik mengalami lecet parah.

   Sang adik berusaha meraih kakaknya, menggoyang goyangkan tubuhnya, namun sang kakak tetap diam tak bergeming. sang adik mulai menangis memanggil manggil nama kakaknya, berkali kali mengucap maaf, untuk kemudian pingsan karena darah yang terus menerus mengalir dari pelipis sang adik karena terkena pecahan beling. sambil tergeletak lemah ia masih berusaha untuk memegang tangan kakaknya.

One of us; the story of sansWhere stories live. Discover now