10. TAK TERDUGA

142 34 6
                                    

Siang itu matahari bersinar sangat cerah dan panas. Kegiatan kerja bakti pun ditunda hingga sore hari ketika hari cukup teduh. Santri baru yakni Bani, Ali, dan Tarek berjalan menuju sebuah gazebo bambu beratap daun rumbia. Letaknya di sudut pesantren bagian belakang. Dengan dinaungi pohon cukup rindang di atasnya, menjadikan gazebo itu sebagai tuju yang tepat untuk mereka saat ini.

Bani merebahkan badannya. Satu tengannya memegang perutnya yang baru saja berbunyi. Lapar. Tenggorokannya juga sangat kering. Jika mereka masih ditinggal di kosan, mungkin mereka tak dapat puasa rutin seperti di pesantren itu.

"Bang, gue laper ih. Batal yuk!"

"Lo kalau mau cosplay jadi setan mending jangan di sini dah. Lagian kita dapat makanan di mana? Mana ada kantin pesantren yang buka," sahut Ali. Sedangkan Tarek hanya melirik adiknya saja.

"Tapi kan kita bisa minum," sahut Bani lagi.

"Ya kalau lo mau disambit sama Ifah di dapur."

"Di mushola, Bang. Kita wudhu sambil minum. Hehe. Gimana?" tanya Bani langsung mengubah posisinya menjadi duduk.

Satu telapak tangan Tarek mendarat lemas di wajah Bani. Bani hanya memejamkan matanya begitu tangan itu turun dari wajahnya.

"Jangan ngadi-ngadi. Minum doang nggak bakal buat lo kenyang," sahut Tarek lemas. Badannya bersandar pada tiang gazebo.

"Tapi gue haus, Bang. Lo mau gue kasih liat kerongkongan gue, nggak? Kering, Bang," ujar Bani membuka mulutnya.

"Udah-udah. Ah! Bau mulut lo!" kesal Tarek menjauhkan wajah Bani.

"Kata Ibu bau buah kasturi."

"Itu kalau lo ntar masuk surga. Lah di dunia emang aslinya bau jigong."

Tiba-tiba Bani membuka baju kaus hitamnya. Sontak membuat tiga orang santriwati yang kebetulan lewat terkejut dan heboh. Tarek menoleh pada Bani dan langsung menutupi badan adiknya dengan kaus yang sebelumnya Bani pakai.

"Gila apa gimana sih main copot aja. Pasang bego!" geram Tarek.

"Apaan sih Bang. Gerah tau nggak."

"Gerah lagi cewek yang liat elu kek gini, bocah," sahut Ali.

"Ya biarin. Gue mau berbagi. Kasihan tuh mereka pasti nggak pernah liat yang indah-indah," sahut Bani tampak tak peduli.

Tarek geram melotot pada Bani. "Pakek nggak!"

"Nggak mau. Panas."

"Pakek!"

"Nggak!"

"Pakek!"

"Assalamu'alaikum." Ucapan salam tersebut membuat mereka bertiga menoleh ke sumber suara. Tampak Ustaz Fahri menghampiri mereka dengan sebuah senyuman.

"Walaikumussalam, Pak Ustaz," sahut mereka bertiga.

Ustaz Fahri memperhatikan Bani yang tak memakai atasan. Bani yang merasa diperhatikan menyilangkan kedua tangannya pada tubuhnya.

"Pak Ustaz nggak boleh gitu liatnya," tegur Bani.

"Kenapa kamu buka baju, Bani?"

"Ya kan panas, Pak Ustaz. Tapi dua tua bangka ini heboh liatnya. Apalagi cewek-cewek tuh yang lewat. Padahalkan saya cuma lepas baju atasan. Nggak sama celananya," dumel Bani merengut.

Ustaz Fahri tertawa. Bani menatapnya tak suka. Apa yang lucu? Lalu, Ustaz Fahri menunjuk ke arah bagiah tubuh Bani. Bani mengikuti arah tunjuk Ustaz Fahri.

"Itu apa, Bani?"

"Yang mana? Yang bawah atau atasnya?"

"Yang atasnya."

SANTRI ABATA [LENGKAP]Where stories live. Discover now