Page 3

6 2 0
                                    

CISTUS

Plot from Game Shuffle Playlist SIP

Story written by Nikishima Kumiko

***

Aku ingat, setahun yang lalu aku pernah menolong seorang gadis dari tingkah abusif ayahnya. Siapa sangka kalau gadis tersebut kelak akan menjadi perusak antara hubunganku dengan Reo? Tidak, mungkin kesalahannya terletak pada diriku sendiri yang tak bisa tegas dan membuat retakan ikatanku pada Reo.

Berkali-kali, pesan meminta maaf dari Nana dikirimkan melalui LINE yang tentu saja awalnya aku abaikan. Ia memintaku untuk tidak pindah tempat kerja dan apartemen, sampai ia yang berkata akan menjadi sosok yang lebih baik lagi agar ia pantas menjadi kekasihku. Muak dengan sikapnya, aku membalas terakhir kali, bahwa aku tidak ingin bernapas di ruangan yang sama dengannya lalu menekan tombol block pada akun gadis itu.

Helaan napas kukeluarkan usai membereskan barang-barang dari kardus. Lantas, aku bangun dan mendengar dering bell dari pintu luar. Wajahku pucat basi, keringat dingin mulai mengucur dari pelipisku. Aku tak ingin sosok itu adalah Nana, ia telah menghancurkan kepercayaanku pada gadis selain Reo. Tujuanku mencari kekasih baru mungkin selamanya tak akan tercapai.

Kakiku melangkah, mengintip dari balik door viewer. Betapa terkejutnya diriku ketika mendapati sosok Reo yang tengah berdiri bersama kumpulan bunga cistus. Sontak saja kubuka dengan canggung.

"Re-Reo?"

Aku membeo, seperti orang bodoh. Iris biru itu ikut menatapku dengan senyum kikuk, lantas ia menyembunyikan lengkungan tipis tersebut di balik buket bunga yang ia bawa, "Halo, apa boleh aku masuk ke dalam apartemenmu? Kalau memang tidak, aku akan mengabarkan di luar saja."

"A-ah, tidak, kok! Maksudku, boleh! Tapi, sebelum itu ... dari mana kau tahu alamatku?"

Gawat, bicaraku menjadi gagap.

Reo merogoh kantung outerwear berwarna putih yang ia kenakan. Lalu, memperlihatkan surat resmi dari penerbitku sebelumnya dan sebuah surat putih yang bercorak merah sedikit. Sadar akan surat dari penerbit yang tulisan acak-acakkannya sangat kukenal, aku mendengkus kecil.

"Sial, aku lupa ternyata kalau aku memberi tahu atasan bahwa aku pindah ke penerbit dan apartemen mana," gerutuku pada atasan yang tak lain merupakan pamanku. Lalu, aku pun mempersilahkan sang pujaan hati masuk ke dalam apartemen yang baru saja dibersihkan.

Reo mengambil tempat, duduk dan menatap pada vase putih kosong yang kuletakkan di atas meja. Aku tertawa penuh malu, "Haha, maaf, aku baru pindah jadi belum membeli bunga."

Aku tahu, bahwa gadis ini sangat menyukai bunga. Mungkin, ia tak serta merta ingin merayakan kepindahanku, namun ingin mengabari bahwa ia telah mempunyai pacar baru. Hah, membayangkan hal tersebut saja sudah membuatku sesak napas tak karuan.

"Langsung saja, aku ... ingin meminta maaf karena memutuskanmu secara sepihak."

"Eh, soal itu. Hm, a-aku tak bisa bilang kalau aku baik-baik saja. Reo, sampai sekarang ini aku masih belum juga bisa melupakanmu. Entahlah, membayangkan dirimu mempunyai kekasih baru sudah membuatku mati rasaー"

"Siapa yang bilang kalau aku punya kekasih baru? Apa aku terlihat secepat itu dalam gonta-ganti pasangan?"

"Eh, kau tidak?"

Reo memasang ekspresi lembut, memejamkan mata dan tersenyum kecil melihat tingkah canggungku padanya. Ia bangkit dan menuangkan air mineral pada vase, memasukkan bunga cistus ke dalamnya.

"Apa kau membenci Nana-san?" tanya Reo tiba-tiba. Mendengar nama itu, entah mengapa kupingku serasa panas. Namun, berbanding terbalik dengan ekspresiku yang menjadi dingin. Aku membalas, "Aku harap kau tidak menyebutnya, lagi. Aku sangat membencinya."

Gadis dengan helaian rambut pirang itu berjalan ke pintu balkon, membukanya dan menatap ke arah langit, "Ia baru saja bunuh diri dan meninggalkan pesan untukku agar aku menjagamu. Tapi, kalau boleh jujur, ia tidak meminta maaf padaku. Ia berkata ... bahwa ia sangat membenciku karena telah mengambil hatimu sepenuhnya. Dia bilang, duniaku pasti sangat indah karena ada kau yang selalu melihatku."

Meninggalkan dunia ini dengan begitu tiba-tiba tentu saja mengejutkanku. Ada perasaan bersalah yang membekas, namun di saat yang sama, aku merasa membencinya. Gadis berambut cokelat itu adalah antagonis dalam kisah hidupku. Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, ia hanyalah seorang gadis yang tergila-gila dalam cinta sehingga menghancurkan hubunganku dengan Reo.

Benar, aku tak tahu harus bereaksi apa.

"Menurutku, itu bukan kesalahanmu, Sayo. Dia sendiri yang memilih untuk bunuh diri," ucap Reo seolah mampu membaca pikiranku. Suaranya yang lembut seolah mencoba untuk menenangkan diriku. Walaupun begitu, kenyataan adalah kenyataan.

"Reo, jangan mengatakan sesuatu untuk menghiburku. Aku sendiri yang menolak eksistensinya."

Tawa kecil keluar dari bibir merah mudanya, pipi gadis itu bersemu, lantas ia mengulurkan tangan dan berujar, "Baiklah kalau itu maumu. Jujur, aku juga masih tidak bisa melepaskan perasaanku padamu. Namun, bagaimana kalau kita mengulang kembali hubungan ini setelah mengunjungi makam Nana-san?"

"Aku rasa ... aku tidak sanggup bertemu dan meminta maaf padanya," balasku seraya memalingkan wajah. Aku adalah manusia yang buruk, bahkan setelah seseorang meninggal karena perkataanku, aku tak ingin menghadapinya. Ini adalah sebuah fakta, seorang pemuda bernama Sayo adalah sosok penuh gelap dan yang menyinariku hanyalah Reo. Mungkin hanya karena alasan itulah, aku tak dapat lepas dari bayang-bayangnya.

"Tak perlu ucapkan permintaan maaf. Cukup berikan bunga cistus saja di makamnya," ujar Reo seraya mengulas senyum. Aku menerima uluran tangannya sembari mengangguk pelan.

Sore itu, entah penyebab rona jingga dari langit atau memang pupil mataku yang rusak ketika melihat senyuman Reo nampak sedikit aneh. Ia menatap bunga cistus dan membuang satu yang layu, bersama dengan surat putih corak merah. Aku menghempaskan diri di sofa, memperhatikan sosok gadis yang kucintai dalam diam. Memang, mungkin hanya perasaanku saja karena kelelahan usai semua permasalahan ini. Setidaknya, ia kembali di hadapanku.

Cistus [✓]Where stories live. Discover now