Angkringan

536 112 16
                                    

Hari ini sepulang kuliah, Nanda ikut pulang bersama Pandu ke tempat kos pemuda sipit tersebut. Pandu mengatakan jika ibu kosnya sudah setuju Nanda menjadi guru les anaknya dan bisa mulai kenalan dulu sore ini.

Membonceng motor Win 100 tunggangan kesayangan Pandu (dengan seijin Cakra tentunya), Nanda masih tak bisa lepas begitu saja dari permintaan orang tuanya. Tapi Nanda sudah bertekad, dia harus mendapat uang untuk menghindari pernikahannya dengan sang lelaki yang bahkan tak dikenalnya sama sekali.

"Nan, langsung masuk aja yok." Ajak Pandu.

Prananda mengikuti Pandu masuk ke ruang tamu kos, dimana sudah ada seorang wanita paruh baya dan seorang remaja usia SMP yang duduk bersama.

"Sore, Bu." Sapa Pandu pada wanita yang diyakini Nanda sebagai ibu pemilik kos.

"Eh, sore Ndu. Udah dateng aja kamu le. Ini pasti Nanda, ya?" Tanya sang ibu kos ramah.

Nanda mengangguk sopan. "Nggih, Bu. Salam kenal."

"Ihh, ganteng banget lho kamu. Salam kenal juga le. Oh iya ini Pram anak Ibu, Galih Pramudya nama lengkapnya. Tolong kamu ajarin dia, ya. Bebal banget pelajaranne. Tapi maaf Ibu ndak bisa nemenin, mau ada arisan." Sang ibu menunjuk anaknya. Heboh sekali pembawaannya. Sedang si anak yang ditunjuk tersenyum cerah pada Nanda.

"Iya, Bu. Nanti saya ajari Pram."

"Bagus. Yaudah saya tinggal dulu ya semua."

Sepeninggal si ibu kos, Pandu juga ikutan pamit. Mau istirahat katanya, karena nanti malam sudah janjian mau jalan ke Malioboro dengan sang kekasih.

Tersisa Nanda dengan Pram. Untung saja Pram bukan pemuda yang kaku atau sulit didekati, dengan mudah keduanya membaur.

"Jadi, kita bisa mulai belajar?" Tanya Nanda menatap si remaja.

Pram menggeleng heboh. "Ndak!! Nanti aja deh, Mas.." dengan muka memelas.

"Eh, tapi...."

"Aku barusan ulangan lho Mas di sekolah. Masa langsung disuruh belajar lagi? Bisa meledak nanti otakku." Hiperbola memang si bocah.

Curhatan Pram tak ayal membuat senyum tipis Nanda mengembang. Secara tak langsung si remaja mengingatkannya pada sang adik yang ada di kampung.

"Terus Pram maunya piye?" Tanya Nanda lagi.

Pran tersenyum semangat. Keinginannya untuk mengelak dari kewajiban belajar hampir terpenuhi.

"Aku mau tanya, Mas. Mas calon guru kan?"

Yang ditanya mengangguk. "Kok kamu tau?"

"Mas Pandu yang bilang. Jurusan apa, Mas?"

"Matematika."

"As...

..taga !!"

"Kenapa?" Bingung Nanda.

"Otaknya masih sehat, Mas?" Canda Pram.

"Sehat wal afiat, Dek. Alhamdulillah."

"Nek aku sing ngono, utekku jebol mungkin, Mas." Kalau aku yang begitu, otakku jebol mungkin Mas.

"Dasar kamunya aja yang males."

"Iya juga sih.."

"Hahahaaha.."

Sepertinya mengajar Pram akan menjadi pekerjaan yang menyenangkan untuk Nanda.

....

Malam hampir menjelang ketika Nanda selesai mengajari (lebih ke mengobrol ngalor ngidul dengan) Pram. Si pemuda manis berjalan santai di tepian trotoar.

DATUK MARINGGIH (OHMNANON)Where stories live. Discover now