Piranha ~ 5

16 1 0
                                    

Pesta sudah dimulai.

Satu jam, dua jam... Hm... Entahlah, aku tidak ingat. Terasa baru sebentar.

Seperti yang diharapkan dari anak saudagar kaya. Tamu undangannya pun bukan sekedar teman dan warga desa, melainkan relasi keluarga, bahkan saingan keluarganya pun ikut hadir di pesta.

"Apa tidak masalah mengundang saingan keluargamu juga, Niel?" Aku berbisik pada Daniel yang ada di sebelahku.

Aku, Zenith, Adora, dan Daniel berada di satu meja, setelah Daniel dikerumuni oleh teman-temannya sejak pesta dimulai sekarang gilirannya istirahat ditemani oleh kami bertiga, mengobrol sembari menghabiskan kudapan. Sedangkan Vi.., lelaki itu sudah menghilang ditelan tamu. Entah di mana dan sedang apa lelaki itu sekarang, aku tidak begitu memperhatikan.

Ey, lagi pula untuk apa?

"Tidak masalah. Lagipula yang bersaing adalah bisnis orang tua, bukan anak-anaknya." Daniel menyeruput wine-nya.

"Benar juga sih." Aku mengangguk-angguk. Memandangi minuman rasa jerukku. Di meja ini aku satu-satunya yang memilih minuman jeruk. Dan, yah... Aku tidak tahu apa namanya. Yang jelas cukup menyegarkan tenggorokan ditengah hari begini.

"Kalian tidak apa-apa minum wine? Padahal kita masih di bawah umur lho."

Adora meletakkan garfunya dan menatapku. "Kau banyak bertanya juga ya, bawel. Berbeda sekali dengan kemarin, diam seribu bahasa."

Hm? Tatapan Adora tajam sekali. Apa dia ada masalah denganku? Padahal aku hanya bertanya.

Sebelum aku membalas, Zenith sudah lebih dulu bicara,"Tidak apa-apa untuk sekadar bertanya juga, iya kan, Niel?" Zenith melirik Daniel, seolah meminta laki-laki ini mengiyakan perkataannya.

Hm? Apa aku salah memahami situasi? Dari sikap Zenith dan Adora tampaknya mereka berdua tidak terlalu akrab.

Brrr... Hawa dingin apa ini?

Mengandalkan intuisi, kuikuti asal hawa dingin ini, kalau tidak salah berasal dari... Ah! Ketemu! Diantara orang-orang yang berkerumun di sekitarnya, seorang pemuda yang mengenakan setelan tuxedo dengan penampilannya yang klimis duduk di meja dekat kolam renang. Pandangan kami bertemu, dia tersenyum ramah, sedangkan aku mengangkat sebelah alis. Melihat dari penampilannya, dia seperti penerus konglomerat yang sering muncul dalam novel. Dilihat dari garis wajahnya, sepertinya seumuran dengan Vi.

Daniel mengangguk. "Wajar saja, Ressa baru delapan hari tinggal di desa ini."

Zenith berpaling padaku, buru-buru kualihkan atensi pada Zenith, "Dengar, kan? Terus tanyakan saja kalau ada yang ingin ditanyakan."

Aku tersenyum, mengiyakan. Kulirik Adora, wanita itu bersikap acuh dan melanjutkan menyantap sepotong kue.

Ngomong-ngomong soal Zenith, sepertinya ia sudah tidak marah lagi. Mungkin karena aku datang ke pesta dalam keadaan pingsan. Mm, kalau dipikir-pikir, saat di jalan menuju Zenith, tiba-tiba saja pusing disertai denging yang kencang mengisi kepala dan telingaku, lama dan kuat sekali! Sampai-sampai untuk pertama kalinya dalam hidupku aku pingsan, di jalan pula. Ketika sadar, aku sudah berada di salah satu kamar tamu rumah besar ini.

Zenith bilang, "...Beruntung ada Vi di dekatmu, yang melihatmu jatuh pingsan, lalu menggendongmu ke sini..."

Mendengar penjelasan Zenith, aku langsung berterima kasih pada Vi yang kebetulan ada di sampingku. Tapi hidung lelaki itu malah memanjang membuatku menyesal berterima kasih padanya.

Dengingan itu, setelah aku memastikan pada Vi ternyata benar hanya aku yang merasakannya. Apa pendengaranku mulai bermasalah? Kuharap tidak, amit-amit deh. Lalu kepala terbang itu? Aduh, kenapa rasanya jadi horor begini! Hantu muncul di siang hari begini? Apa desa ini angker? Ah, tidak mungkin. Meskipun desa ini sepi, aura angker tidak terasa di desa ini.

PiranhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang