31. Rumah Sakit II

5.3K 513 26
                                    

Suara denting jam dinding memecahkan keheningan di sebuah ruangan VIP. Di ruangan yang dipenuhi alat-alat rumah sakit itu di isi oleh dua orang pemuda.

Satu pemuda yang terbaring di atas bangsal. Satunya lagi yang tengah menatap dengan tampang kosong. Matanya bengkak, entah sudah berapa kali ia menangis.

Sudah hari ketiga semenjak Neo dinyatakan koma. Geo tidak pernah beranjak dari tempatnya. Remaja itu tidak makan, hanya minum air jika ia benar-benar haus. Ia terus memandangi Neo. Takut jika ia lengah Neo akan pergi meninggalkannya.

"Neo, gue kangen." Geo terus mengusap pipi Neo yang semakin pucat. "Gue minta maaf. Gak seharusnya gue nurutin kemauan Phyta."

Mata Geo menerawang. "Gue sayang sama lo, Neo. Tapi gue juga sayang sama Phyta, dia adek gue satu-satunya. Gue gak bisa nolak permintaan dia."

Kedua tangan Geo mengepal. Dengan frustasi ia mengacak-acak rambutnya hingga berantakan. Raut remaja itu pias, tanpa semangat hidup.

"Cepat sembuh Pangerannya Geo." Geo tersenyum tipis. Dengan cepat ia mengusap air matanya yang merembes. Menghirup dalam-dalam oksigen untuk melegakan perasaannya yang hancur.

"Geo?" Panggil seseorang dengan suara yang terdengar lelah. Sedari tadi Yuli mendengarkan semua ucapan Geo, namun ia memilih untuk diam.

Geo menoleh, menatap wajah Yuli yang terlihat lelah. Geo langsung berdiri. Remaja itu langsung bersimpuh di kedua kaki Yuli.

"Maafin aku Mih." Isakan kecil dari Geo membuat Yuli sesak. Di belakang Yuli, ada Ron, Siti, Sigit, dan Phyta yang membuang muka.

Gadis itu enggan menatap kakaknya. Ia adalah dalang dibalik semua ini. Bahkan ia tidak peduli dengan perasaan kakak laki-lakinya yang sudah ia hancurkan.

"Aku gak pantes buat Neo. Gara-gara aku, Neo ketabrak mobil." Geo memejamkan matanya. Terbayang tubuh Neo yang bersimbah darah. Membuat Geo semakin merasa bersalah.

"Udah Geo, Mamih gak nyalahin kamu." Yuli menarik tubuh Geo untuk berdiri.

"Tapi Geo ngerasa bersalah Mih!" teriak Geo sambil mendongak. Wajahnya sembab dipenuhi air mata. "Geo sayang sama Neo. Tapi kenapa Geo harus nyakitin Neo? Kenapa!?"

"Udah Ge! Udah!" Siti mengusap-usap punggung anaknya.

"Aku sayang Neo Bun, aku cinta sama Neo. Aku gak mau kehilangan Neo."

Geo memeluk Siti sambil terisak. Remaja kuat itu kini menangis. Tak ada yang lebih sakit dibanding melihat orang yang disayang, sedang berjuang untuk bertahan hidup.

Arsenic [END]Where stories live. Discover now