Hukuman

297 56 3
                                    

Selamat malam 😊
.
Up kembali Aliqa
.
Semoga suka
.
Jangan lupa Votement'a
Agar author tahu kalian semua suka ceritanya atau nggak
Nggak sulit kok cuman tekan ☆ doang
Kalau sudi comment  juga boleh, biar author makin semangat 😊
.
Happy reading 😘
.
.
.
.

Di sinilah aku saat ini, duduk di depan mamah An, menunggu kedatangan ayah Alvand dan juga bunda yang sudah di telfon mamah An, entah apa yang akan mereka katakan karena aku bertengkar dengan pria bernama Hafiz ini.

Berbeda denganku yang harap - harap cemas menantikan kedatangan ayah dan bunda, pria bernama Hafiz ini justru kebalikannya. Dia terlihat sangat santai, duduk bersandar, melipat kedua tangannya di depan dada, terlihat sekali betapa arogannya dia, rasanya ingin sekali melempar sandal padanya.

"Aku memang tampan, jangan segitunya menatapku." Katanya, meski tidak menatapku tapi aku yakin perkataannya jelas di tujukan padaku, nggak mungkinlah untuk mamah An, bisa diajak duel papah Andi.

Aku berdecak, memalingkan wajahku, tak lagi menatapnya, kali ini harus sabar karena di depan ada mamah An, jangan sampai mamah An keluar tanduk dan mengamuk.

Ceklek

Suara pintu terbuka, kami semua menatap kearah pintu, ayah Alvand, bunda dan juga papah Andi berjalan memasuki rumah, membuat detak jantungku makin cepat, sumpah ini kali pertamanya aku melihat raut wajah ayah jadi masam, aku jadi tak enak hati, andai saja aku tahu jika pria itu bernama Hafiz, pasti tak akan ada keributan yang membuat gempar asrama.

Ayah duduk berdampingan dengan bunda, papah Andi jelas langsung duduk di samping mamah An, tatapan ayah begitu tajam, berbeda dari biasanya, aku benar - benar takut, kabar jika ayah Alvand begitu tegas dan galak jika sedang melatih sepertinya memang benar adanya, ayah terlihat sangat menakutkan.

"Kenapa kalian berdua membuat keributan di dalam asrama, jelaskan!" Kata ayah Alvand, setelah beberapa lama kami semua saling diam, aku bingung hendak menjawab, aku melirik pria bernama Hafiz itu yang terlihat masih sangat santai, membuatku benar - benar gemas ingin menimpuknya.

Bagaimana bisa, dia sesantai itu, padahal aku dan dia duduk disini seperti seorang pesakitan atau seperti sepasang kekasih yang tertangkap basah dan sedang di adili. Sepasang kekasih? Amit amit jangan sampai aku menaruh hati padanya, jangan sampai aku berjodoh dengannya, pria arogan dan memiliki tingkat kesombongam selangit.

"Ayah...."

"Izin menjawab bang, semua salah dia karena tidur dikamar yang biasa aku tempati dan siapa dia bang? Kenapa panggil abang dengan sebutan ayah? Dia bukan selingkuhan abang 'kan?" Kata pria itu memotong perkataanku yang belum selesai, lihatlah betapa arogannya pria itu, jawabannya sangat jelas jika dia menyalahkanku dan lagi, dia menyebutku sebagai selingkuhan ayah Alvand, kurang asem sekali dia ini.

"Om Hafiz! Astaghfirullah, hati - hati kalau bicara, mana mungkin abangmu ini sebejat itu, jangan asal bicara kalau nggak mau mbakmu ini salah paham untuk kedua kalinya." Kata bunda Zia, membuat kami semua menatap beliau, rasanya puas sekali mendengar pria itu mendapat omelan bunda, rasain suruh siapa asal bicara, pawangnya ayah nggak terima 'kan.

"Ya maaf mbak, Hafiz nggak bermaksud buat mbak salah paham, habisnya Hafiz bingung kenapa ada perempuan tidur di kamar yang biasa Hafiz tempati jika sedang menginap."

"Tapi nggak harus kamu simpulkan, jika dia selingkuhan abang kamu Fiz."

"Iya maaf mbak, Hafiz salah, terus dia ini siapa? Kenapa ada di rumah ini?"

Cita Setinggi AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang