21

937 98 18
                                    

"Kakakmu datang kemarin."

"Ya. Dia memberitahuku tadi malam. Kau sudah tahu semuanya?"

"Tentang apa?" Jaemin menatap Jaehyun yang berdiri di depannya sementara ia duduk di kap mobil laki-laki itu. "Aku keponakanmu?" Berbeda dengan mulutnya yang lancar berucap, hatinya terasa sakit mengingat begitu banyak halangan untuknya bisa bahagia.

"Karena itu kau memaksaku bertemu hari ini?" Jaemin menguap. Jaehyun membangunkannya pagi-pagi sekali dan ia masih mengantuk.

"Kenapa? Kau lebih suka pergi bersama Lee Taeyong?"

Jaemin menahan tawanya. Meski ia selalu merasa lucu atas kecemburuan Jaehyun, tapi seperti apa yang Sehun katakan, ia tidak boleh menganggapnya remeh. "Tentu saja. Bersamanya aku menghasilkan uang." Jaemin menghentikan tangan Jaehyun yang merogoh saku jaketnya, "jangan coba-coba memberiku uang."

"Bukankah kau suka uang?"

"Kau serius dengan ini?"

Jaehyun tertawa, menunjukkan saku jaketnya yang kosong. "Bisakah kita hentikan ini? Sudah satu Minggu. Aku sangat merindukanmu." Ia maju selangkah, membawanya lebih dekat dengan dirinya yang berada diantara kedua kaki Jaemin.

Cup

Jaemin mengecup singkat pipi Jaehyun. Tepat pada lengkungan kecil di pipi chubbynya yang sangat ia sukai, "aku juga."

Sudah berapa lama mereka tidak bertemu? Satu hari? Dua hari?

Jaehyun meraih kepala Jaemin, membawa si manis bersender dibahunya.

Hembusan angin laut terasa sejuk pagi ini. Meski gagal mengejar sunrise, momen seperti ini terasa lebih dari cukup.

"Kenapa harus jauh-jauh ke pantai. Aku masih mengantuk," Jaemin kembali menguap lebar yang langsung ditutup Jaehyun dengan tangannya.

"Tidurlah."

"Kau tidak bekerja?"

"Hari ini weekend kalau kau lupa."

"Maklumi pengangguran ini."

Jaehyun mengusap pelan Surai gelap Jaemin, membuat si manis semakin nyaman hingga memejamkan matanya.

"Masih belum menentukan mau masuk jurusan apa?"

Jaemin hanya mengedipkan bahu. Kantuk yang dirasakannya hilang dengan perubahan topik pembicaraan yang cukup serius untuknya.

"Aku dengar dari Papa Sehun, dia mengajakmu ke Paris."

"Aku tidak tertarik. Kau tahu Bahasa Inggrisku sangat buruk." Alasan yang sebenarnya adalah Jaemin tidak ingin jauh dari Jaehyun. Apa itu tidak terlihat oleh kekasihnya?

"Apa kau tidak berpikir untuk menetap di sana?"

"Kenapa? Kau ingin aku pergi?" Jaemin menegakkan tubuhnya, tidak lagi berada di pelukan yang membuatnya nyaman. Pertanyaan Jaehyun cukup menyentil hatinya. Jaehyun ingin berpisah? Ia ingin Jaemin pergi jauh?

"Bukan kau. Tapi kita. Aku jadi memikirkannya. Paris sepertinya tidak buruk."

Perasaan Jaemin berubah detik itu juga. Bolehkah ia berharap? Karena dikepalanya telah terbayang kehidupan bahagia yang dilaluinya bersama Jaehyun di tempat yang bisa menerima mereka.

Cup

Jaehyun mengecup bibir Jaemin. "Kita bisa melakukan ini dengan bebas di sana." Selanjutnya ia menggenggam kedua tangan si manis dengan erat.

"Jaemin, kau tahu aku benar-benar serius dengan ini. Jadi, mari kita berjuang bersama."

Hampir saja Jaemin mengangguk jika tidak mengingat darimana kekasihnya itu berasal, bagaimana kehidupan yang ia jalani selama ini.

Just Call It Ours (2Jae)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang