2. Sunshine Cafe

41 13 2
                                    

Berjalan entah kemana sebab kaki tak ada niatan untuk berhenti. Sudah hampir dua puluh menit berjalan menyusuri gang kecil di sekitar perumahan, entahlah. Sepertinya, kaki miliknya akan membawa dirinya menuju tempat yang bagus. Mungkin saja.

Melewati lorong kecil sambil berdoa agar dirinya tidak tersesat dan menyesal setelah ini. Kemudian, ia menemukan satu kafe kecil diantara rumah kosong dan tempat pemberhentian ojek. Letaknya sangat terpencil, membuat orang yang biasanya menggunakan jalur besar agaknya mustahil jika tahu tempat itu.

Agaknya, semesta sedang berpihak padanya. Dengan perlahan memasuki kafe bernama sunshine tersebut dan setelahnya ia dapat melihat seorang lelaki, mungkin seumuran dengannya tengah tersenyum ramah kepada pelanggan dan tak lupa berterima kasih sebab telah membeli minuman miliknya.

Tidak ada pekerja kafe selain dirinya disana, dan itu sesuatu yang unik menurut Faye.

Mendekat ke arah meja kasir sebab tidak ada antrian lagi selain dirinya. Detik itu juga, Faye langsung jatuh cinta dengan tempat ini. Sebab, tempat itu tidak terlalu kecil dan tidak terlalu luas, orang yang datang juga tidak banyak-sepertinya hanya orang tertentu saja yang tahu tempat ini-dan yang lebih penting, Faye sangat merasa nyaman. Entahlah, seperti ada daya tarik sendiri saat pertama kali menginjakan kaki di kafe itu.

"Selamat datang di kafe sunshine, ingin pesan apa?" Tanya lelaki itu dengan senyum merekah terpatri di wajahnya.

Wajah itu, Faye melihat ada bintang-bintang bertaburan di daerah wajahnya sampai telinga. Membuat Faye tersenyum dan sejenak melupakan masalahnya sebelum berada di kafe itu.

"Aku baru tau ada kafe ini, jadi. Bisa kasih aku rekomendasi minuman?"

Lelaki itu mengangguk. "Ah, itu... tjafe cream. Tidak banyak yang tahu menu itu karena bisa dibilang secret menu."

Lelaki di depannya ini sungguh lucu, apalagi saat ia berfikir menu apa yang cocok untuk direkomendasikan kepadanya.

"Oke, aku mau itu satu."

"Baiklah, akan aku sajikan jika sudah siap. Kamu boleh duduk di tempat yang menurutmu nyaman. Terima kasih telah memesan." Faye mengangguk dan langsung meninggalkan lelaki itu.

Duduk tidak jauh dari kasir bukanlah hal yang buruk, karena ia bisa melihat lelaki itu tengah meracik minuman pesanannya secara jelas.

Tidak salah ia menuju tempat ini-walaupun awalnya tidak tahu akan kesini. Ia akan berterima kasih dengan kakinya setelah selesai dari kafe ini. Sepatu baru agaknya pilihan terbaik.

Tidak lama, pesanan Faye tiba. Lelaki itu menyajikan minuman rekomendasinya dengan sopan dan ramah seperti saat memesan.

"Ini, tjafe cream rekomendasi dariku. Semoga suka dan selamat menikmati." Ujar lelaki itu dengan sopan dan langsung pamit kembali bekerja.

Dari tampilannya, seperti kopi pada umumnya yang memiliki krim susu di atas. Tetapi, saat percobaan pertama, Faye langsung paham mengapa ini adalah secret menu.

Rasa yang tidak dapat dijelaskan dengan terperinci, tetapi, hal yang perlu diingat adalah minuman kopi satu ini sungguh membuatnya merasa hangatnya kekeluargaan. Aneh memang, tapi itu kenyataanya.

Déjà vu, tetapi ia baru pertama kali mencoba.

Menyeruput tanpa suara dan sesekali mencium aroma saat cangkir kopi tersebut menutup hidungnya.

Terlalu larut memikirkan rasa minuman, Faye tidak sadar jika hari mulai gelap. Pengunjung satu persatu keluar karena selesai dengan minuman dan makanan ringannya. Dan untuk Faye, gadis itu sepertinya enggan beranjak dari duduknya.

Waktu menunjukan setengah sembilan malam dan tersisa Faye seorang sebagai pengunjung. Membuat lelaki itu mendekat dan duduk di samping Faye.

"Maaf sebelumnya, kamu nggak mau pulang-ah, aku nggak bermaksud mengusir kamu kok! Aku cuma bertanya."

Mendengar penuturan di sampingnya, Faye terkekeh pelan. "Aku nggak tersinggung kok. Dan untuk pertanyaan kamu barusan, aku nggak ada niatan mau pulang. Malah, mau nginep disini sih niatnya."

"Sebentar, ini agaknya seperti sok akrab. Namaku Alvaro, salam kenal."

Lelaki di sampingnya mengulur tangan untuk berjabat dan Faye pun menerima dengan senang hati uluran tangan tersebut. "Aku Faye, salam kenal juga."

"Faye, mengapa ingin menginap? Apakah rumahmu jauh? Atau, kamu nggak ada kendaraan buat balik?"

"Nggak ada kendaraan balik, tapi, lebih tepatnya lagi mau mengasingkan diri aja sebentar."

"Agaknya ada masalah pribadi ya? Maaf, aku lancang. Banyak tanya ke kamu."

Faye merotasikan matanya jengah, lelaki di sampingnya ini suka sekali minta maaf di setiap kalimat yang menurutnya tidak sopan.

"Aku pribadi nggak ada masalah, tapi papa dan mama yang bikin masalah sama aku."

"Walaupun aku nggak ngerti masalahnya, agaknya lumayan rumit. Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi, tapi, kalau kamu ingin mendapat pendengar. Aku bersedia."

Dilihat dari cara bicaranya, lelaki di depannya ini punya ikatan keluarga yang baik. Tidak semua teman yang Faye kenal bersedia menjadi pendengar seperti Alvaro, malah, mereka saling curhat sebab masalah yang dihadapi tipis-tipis sama. Karena kedua orang tua mereka lebih mementingkan bisnis.

"Eh, ada tapi lagi. Gimana kalau aku antar kamu pulang? Soalnya, udah waktunya toko ini tutup."

Faye mengangguk, mengiyakan. Lantas, Alvaro langsung bergegas menutup toko dibantu oleh Faye. Perlu diketahui bahwa Faye masih dengan pendiriannya, tidak ingin balik ke rumah.

Setelah mengunci toko, Alvaro mengambil motornya yang terparkir di barisan motor ojek samping kafenya.

"Pak, masih narik?" Tanya Alvaro sopan.

"Masih dek, ada yang pesan dijemput jam sepuluh." Sang bapak ojek tersebut dengan sama sopannya.

Alvaro memberikan satu kantong berisi kopi buatannya. "Ini pak, ada kopi. Semoga bisa buat bapak nggak ngantuk pas narik jam sepuluh nanti."

"Makasih banyak dek, semoga makin lancar kerjanya."

"Amin pak, saya pamit duluan. Dan kalau boleh, saya pinjam helmnya satu buat perempuan di sana." Alvaro menunjuk ke arah Faye dan langsung tersenyum ke arah Faye.

"Boleh-boleh, nanti balikinnya terserah kamu. Soalnya bapak masih ada helm cadangan."

"Siap pak, makasih banyak udah di pinjemin. Saya pamit."

Alvaro meninggalkan bapak ojek tersebut dan menghampiri Faye. "Pake helm ya, biar aman." Faye mengangguk dan Alvaro memasangkan helm tersebut ke kepala Faye.

Faye merasa dijaga. Seumur hidupnya ia tidak merasa diperhatikan seperti itu.

"Udah siap?"

"Udah!"

Menaiki motor perlahan, memegang samping kiri kanan pinggang Alvaro dan langsung pergi meninggalkan kafe.

Mereka baru bertemu beberapa jam yang lalu, tapi, akrabnya melebihi pertemanan yang terjalin bertahun-tahun.

[06.05.2022]

HIDDEN GEMWhere stories live. Discover now