PART 24

3.3K 470 63
                                    

Kehidupan tiga bersaudara berjalan normal lagi seperti biasanya. Kadang damai, kadang perang. Tiga anak cowok satu rumah gak mungkinlah adem ayem,
teriakan dan umpatan selalu terdengar, tapi itu lah yang membuat ketiganya semakin rapat.

Sekarang Sada dikit-dikit sudah bisa masak. Seenggaknya, goreng telor udah gak kayak telor bakar lagi. Kalau hari libur, atau pulang kerja gak capek, mereka pasti masak. Dior yang sebenarnya lebih banyak berguna kalau masak, Jio cuma bisa ngiris sama motong-motong doang, Sada cuma bisa goreng telor dadar, atau mata sapi doang.

Terbiasa karena terpaksa, tidak buruk juga. Perubahan mereka bisa dikatakan menanjak pesat. Menjadi lebih mandiri, lebih mengerti, lebih peduli.
Hukuman Fredrick walau awalnya terasa jahat, tapi ternyata berhasil juga.

Dior sudah tidak lagi mengomel saat minyak, atau cairan amis telor berceceran di kompor, lantai, atau meja dapur. Dia hanya akan membersihkannya tanpa bicara. Tidak lagi mempermasalahkan siapa yang menumpahkan, Sada, atau Jio. Tak apa, udah biasa, dan akan terulang lagi.

"Dan terjadi lagiii .... " Sada bersenandung. "Goblok banget! Lupa rice cooker gak di pencet."

Dior melirik. Tak ingin mengomel. Hanya menghela napas. Ini juga sering terjadi.

"Nih, kecap manis." Jio baru kembali dari toko serba ada yang tak jauh dari rumah.

"Lo jajan banyak banget. Lebih mahal jajan lo daripada harga kecapnya," ucap Sada.

Dior melirik Jio, yang ternyata bawa sekantong cemilan.

"Gue kurangin dari uang saku lo, Ji, asli. Kebiasaan banget kalo disuruh, kembalinya dipake jajan semua," Sada melanjutkan dengan omelan.

Jio asik makanin snack. "Jangan bawa-bawa uang saku gue dong. Baru juga naek dua puluh rebu. Salah lo juga, Bang. Gak pernah belajar dari pengalaman. Makanya kalo nyuruh gue beli-beli, uangnya yang pas," katanya.

Sada menghela napas. Tidak mau memperpanjang dengan berkomentar. Dahlah, Jio emang gak ada lawan.

Masakan siap. Jio ikut membantu menyajikan ke meja makan.

"Nasinya?" tanya Jio.

"Belum mateng, gue lupa pencet," sahut Sada.

"Hhhhh ... udah biasa."

Mereka duduk di kursi meja makan. Memainkan handphone masing-masing sembari menunggu nasi matang.

"Yor, tar gue mau keluar. Obat lo ada yang abis?"

Dior menggeleng.

"Ikut dong." Jio melirik Sada.

"Ogah! Lo jajan mulu."

Ditolak mentah-mentah, Jio manyun.

Rice cooker berbunyi, nasi tampaknya sudah matang. Sada bangkit untuk periksa.

"Ahh, panas."

Dia mencabut colokannya, langsung dibawa sama rice cooker-rice cookernya ke atas meja, biar gak ribet bolak-balik kalo mau nambah.

"Gue kayaknya tar nginep deh. Kagak mabok, Yor. Sumpah."

Dior mengernyit, dia cuma noleh biasa, bukan bermaksud menghakimi. Sada sudah parno aja.

"Di apartement temen gue. Party kecil-kecilan."

"Acara apaan?" tanya Dior.

"Jadian," sahut Sada.

Jio menegakkan badan, jadi teringat. "Eh, gue kemaren ada yang nembak masa," katanya, melapor.

"Woah, berani banget cewek. Cewek langka tuh, Ji. Lo terima?" Sada melebarkan mata antusias.

ERSAGA (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang