13 Ablasio Retina

149 47 2
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


“Tidak masalah seberapa buruknya keadaan yang kamu miliki. Kamu pasti selalu bisa bangkit kembali.”

~~oOo~~


"Ablasio retina, Dokter?"

Wanita berusia setengah abad, tetapi masih terlihat awet muda itu menganggukkan kepala. Kacamata yang membingkai sepasang netra kecokelatan itu menatap pasiennya dengan lembut.

"Retina mata Anda terlepas dari posisinya. Saya menyesal mengatakan jika penyakit ini termasuk jarang ditemui dari pasien-pasien saya. Namun, kabar baiknya ablasio retina bisa disembuhkan."

Kamala mengerjap-ngerjapkan mata. Kilasan cahaya putih itu masih menyerangnya, bahkan kian mengganggu sampai dia perlu berhati-hati saat berjalan. Sekarang vonis dokter mata yang dikunjunginya membuat jantung wanita itu nyaris berhenti berdetak.

"Kita akan jadwalkan operasi secepat mungkin. Kondisi mata Anda sudah menurun tujuh puluh persen." Dokter mata dengan penampilan bersahaja itu berkata sekali lagi.

Kamala terbelalak. Suaranya tergagap-gagap. "O–operasi, Dokter? Operasi mata?"

Kecerdasan Kamala seolah turun drastis dari jenius jadi imbisil. Bahkan untuk memaknai operasi mata saja begitu sulit bagi otaknya.

Di belakang meja kerja kecil berwarna putih, dokter mata tersenyum tipis dan menganggukkan kepala.

"Benar. Operasi mata."

"Apa risikonya jika saya menolak dioperasi?"

Suara halus sang dokter terdengar pelan, tetapi tegas. Kelugasan perkataan wanita itu bergema di ruang praktik kecil yang sejuk oleh pendingin udara.

"Risiko terbesarnya adalah Anda akan mengalami kebutaan."

Seolah belum cukup mengagetkan dengan vonis tentang ablasio retina, dokter juga telah menjatuhkan bom kedua pada Kamala. Dunia kecil wanita itu seketika hancur. Tenggorokannya terasa sakit untuk bicara. Suara yang tercekat menandakan galaunya suasana hati Kamala.

"Saya bekerja di bidang penerbitan, Dokter," ujar wanita itu lirih. "Mata adalah hal yang sangat penting bagi saya."

Dokter mengangguk-angguk. Dia memahami rasa syok yang tengah dialami pasiennya. Kamala saat ini tengah mencoba meyakini jika semua baik-baik saja dan penyakit matanya bisa sembuh sendiri tanpa pengobatan medis intens.

"Dan operasi ...." Suara wanita itu bergetar. 

"Seumur-umur saya belum pernah melakukan operasi. Bagaimana jika hasil operasinya tidak berjalan mulus? Bagaimana jika ... jika ...." 

Kamala tidak mampu melanjutkan perkataan. Air mata merebak di pelupuk mata wanita itu. Dada Kamala sesak oleh rasa sedih dan ketakutan yang menyayat hati.

Blasio NoteWhere stories live. Discover now