6 Bertemu Marcus

919 247 11
                                    

Irene langsung menyerang Stefan dengan pelukan setelah sampai di apartemennya. Wanita cantik itu terus menangis dan memohon agar mereka tidak berpisah.

"Sayang pelase jangan tinggalkan aku. Aku sayang kamu! Kita kembali seperti dulu ya?" Irene menangis sesenggukan.

"Aku udah terlanjur kecewa."

"Stefan apa yang dia lakukan sampai kamu meninggalkanku secepat ini? Kamu nggak ingat mimpi-mimpi kita untuk menikah? Aku tahu aku salah. Beri aku kesempatan kedua."

"Aku terlanjur nyaman dengannya."

"Stefan, kalian bahkan hanya dua hari bersama. Itu hanya perasaan semu kamu karena marah. Jangan gegabah dalam mengambil keputusan."

"Aku juga kecewa karena kamu menuduh Irina pembunuh, padahal dia sudah berkorban banyak untukmu. Kalian bertukar identitas bukan?"

"Aku tidak menuduhnya. Dia sering mencoba mencelakai ku. Dan malam itu aku tidak tahan lagi. Aku bunuh diri dihadapannya. Kamu tidak tahu sifat aslinya!"

"Aku lebih percaya dengan Irina." Ujar Stefan dengan senyuman sendu. Meski sebenarnya ia juga tidak tega membiarkan Irina menangis seperti demikian.

Biar bagaimanapun, wanita manja itu pernah mengisi hatinya dengan cinta. Pernah menghiasi hari-harinya dengan sikap menyebalkannya, yang selalu membuatnya rindu.

"Kamu akan segera menyesal setelah mengetahui kebusukannya!" Irene berujar pelan seraya mengecup pipinya.

"Aku harap kamu bahagia dengan pilihanmu." Irene memasang wajah sedih dan lemahnya dihadapan Stefan. Ia akan berusaha untuk membuat pria itu kembali percaya, bagaimanapun caranya.

"Jaga dirimu baik-baik Irene. Maaf juga karena harus memutuskan hubungan dan menjadi kekasih kembaranmu. Tapi selama ini kamu selalu bilang jika aku menyebalkan bukan? Sekarang aku sadar diri. Semoga pria selingkuhanku adalah pria yang tepat."

"Andai waktu bisa diulang, aku tidak akan berbuat seperti ini. Aku selalu mencintaimu walau kata-kataku buruk."

Irene memasang wajah kesal setelah keluar dari apartemen Stefan. Pria itu bahkan tidak mengejarnya. Apa Stefan benar bisa mencintai Irina secepat itu?

Irene tidak akan terima ini. Ia akan membuat perhitungan pada Irina. Ia akan melakukan segala cara agar Stefan membencinya.

Di dalam sana Stefan langsung terduduk dengan kepala pening. Tidak, ia tidak boleh goyah. Hati kecilnya berkata jika Irina lebih dapat ia percaya. Keputusannya sudah bulat.

"Semoga Irina adalah pilihan yang tepat." Lirihnya pelan dan yakin.

*****

Setelah selesai meeting dengan penerbit untuk membicarakan masalah pencetakan buku dan project cerita selanjutnya, Irina mampir kesebuah coffeeshop terlebih dulu sebelum kembali ke apartemennya.

Ia memesan satu cup coffe dengan kafein tinggi, agar tidak mengantuk saat memikirian ide-ide untuk menulis karya terbarunya.

Sambil menunggu pesanannya, Irina membuka pesan yang Stefan kirimkan. Senyumannya langsung terbit ketika pesan itu berisi gombalan manis kekasihnya yang amat tengil.

"Dasar gombal!" Sentaknya sambil memeluk ponsel dengan wajah memerah. Ketika sang barista barusaja menyajikan kopinya, seorang wanita lebih dulu menarik pergelangannya untuk pergi dari sana.

Melihat wajah marah Irene, Irina langsung tak berkutik. Wanita itu membawanya kesebuah kamar mandi mall yang kebetulan rusak, lalu mendorongnya masuk kedalam sana.

"Dasar perebut!" Bentaknya.

"Kamu pasti mengadu padanya bukan?" Tanya Irene lagi seraya menjambak rambutnya. "Kamu sengaja memberitahunya, lalu merebutnya dariku!"

Love In Between (Repost)Where stories live. Discover now