Zhang Qiling

850 115 21
                                    

Kabut hitam, cahaya rembulan dan aroma bunga yang bercampur anyir darah menjadi saksi kematian kota

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kabut hitam, cahaya rembulan dan aroma bunga yang bercampur anyir darah menjadi saksi kematian kota.

-----

Terpaku di sini sekarang. Di depan pondok tua terbuat dari kayu yang disusun begitu rapi penuh perhitungan, atapnya tidak terlalu tinggi dan berbentuk limas sederhana. Terlihat sangat bersih, bahkan lebih bersih dari rumah Wu Xie ketika Wang Meng---asistennya---tidak bekerja.

Berada di atas ketinggian bukit, di wilayah pegunungan yang mengungkung kota mati, Wu Xie menatap takjub pada lautan bunga bermacam-macam jenis yang mengelilingi pondok tersebut.

Semerbak harum bunga yang terbawa embusan angin, panorama alam di pertengahan musim semi ini menyajikan suasana yang berbanding terbalik dengan suram dan lembapnya kota di bawah sana.

Wu Xie melangkah perlahan-lahan mengikuti lelaki yang mengaku bernama Zhang Qiling masuk ke pondok. Dia perhatikan baik-baik perawakan yang sama persis dengan sosok Xiao Ge-nya itu, bahkan setelah tudung kepala dibuka, Wu Xie masih tidak mengenali di mana letak perbedaannya.

Lelaki ini juga seperti Xiao Ge, tidak bicara banyak, hanya memperkenalkan namanya tadi lalu mengajak kemari. Tangan kanan lelaki ini terbungkus oleh kain putih yang ternoda oleh darah, pipi atas sebelah kanan tepat di bawah mata ada luka seperti sayatan masih baru dan masih ada jejak darah.

"Istirahatlah," katanya.

"Boleh kutahu apa yang sebenarnya terjadi di sini?"

Zhang Qiling, lelaki itu menatap Wu Xie sebentar kemudian duduk di sebuah kursi kayu panjang. Matanya menerawang jauh ke luar pondok pada hamparan bunga yang menari-nari bersama angin, sementara Wu Xie hanya berdiri, menunggu penjelasan dari lelaki tersebut.

Suasana di antara mereka tampak canggung, sampai kemudian lelaki bernama Zhang Qiling itu buka suara. "Apa yang kau dapatkan di kota mati itu? Aku tahu kau bukan orang yang sekadar bertandang atau tersesat di hutan dan tidak sengaja masuk kemari."

"Bunga, hilang, orang-orang yang membawa senjata tongkat kayu berujung tajam dan ...."

"Dan?" Zhang Qiling menanyakan kelanjutannya.

Wu Xie menarik napas dalam-dalam. "Seekor ular raksasa," lanjutnya.

"Hanya itu?" tangannya melirik sekilas ke arah Wu Xie.

"Aku ingat, saat masih kecil," Zhang Qiling berujar tiba-tiba. "Ayah dan ibu membawaku dan meninggalkan aku di sini. Mereka bilang demi keselamatanku, tapi saat itu aku berpikir mereka hanya ingin membuangku. Mereka tidak pernah berkunjung, tidak pernah datang kemari untuk sekadar menengok. Anak berumur 10 tahun, harus hidup seorang diri di tempat seperti ini, merasakan kelaparan dan kehausan, kesulitan mencari makan karena ...." Zhang Qiling mengangkat tangan kanannya yang dibalut kain, menatap lekat-lekat sebelum mengulas senyum getir.

The Flower Ocean Hill [✓]Where stories live. Discover now