02 "Kehidupan Baru"

149 4 0
                                    

Kutemukan dia di sana. Seperti pagi tadi.

Aku mematung dengan mata yang membulat begitu saja. Napasku memburu. Ya, ruangan itu menjadi sesak.

"Buk."

"Um?"

Aku tersadar karena colekan kecil Yudi.

"Kliennya, Buk."

"Silahkan, Pak," ucapku sopan setelah kesadaran yang dipaksa terkumpul.

"Baiklah. Kita mulai saja."

Aku melanjutkan. Berusaha sekuat mungkin menekan perasaan
menggebu. Sedikit kesalahan aku tidak akan memaafkan diriku apalagi saat ini. Seseorang yang harus kuperlihatkan, aku baik-baik saja.

"Tapi sebelum itu, kita mulai dengan perkenalan."

Apa ini??

Kalimat familiar itu keluar begitu saja dan mengagetkan.

"Saya Elny, Asisten Direktur Komunikasi. Ini Putri,..."

Putri tersenyum dan sedikit menunduk.

"...dan Yudi. Anggota kami."

Yudi melakukan hal yang sama.

"Ini Pak Rianto, Direktur Divisi Produksi, Buk Setya anggota Divisi Produksi. Buk Tya dan buk Nur dari Divisi Akuntan. Dan pak Steve dari Divisi Manajemen."

Semua yang disebut Buk Elny menunduk kecil padanya dan ia
membalas, masih datar.

"Dan terima kasih, Pak Rogi sudah mau bekerja sama dengan perusahaan kami."

Aku menyebutnya.

Tujuh tahun menunggu untuk menyebut namanya lagi. Seperti ini.

"Sama-sama."

Deg.

Suara itu terdengar jelas. Sekarang sudah lebih dalam. Tapi lembutnya masih sama.

"Jadi konsep apa yang akan kalian tawarkan?"

Aku tertegun. Ia tidak menyinggung sedikit pun tentang kami. Apa tujuh tahun benar-benar menghapus semuanya? Apa di sana, benar-benar sudah tidak ada lagi aku? Pertanyaan-pertanyaan itu hanya mengambang dan tak satu pun tersuarakan. Ada takut-pada jawabannya.

"Buk?"

"Ee, maaf."

Aku bertingkah bodoh lagi.

Fokus Elny... Fokus!

"Jadi konsepnya ...."

....

14.30

Aku melangkah cepat. Berlari kecil beberapa kali, memperpendek jarak kami. Ia belum lama meninggalkan ruang rapat.

Aku tak ingin melihatnya lagi. Itu membuatku terluka setiap kali. Tapi kakiku bersemangat berlari padanya. Entah kebodohan apa lagi ini.

"Pak Rigo!"

Rigo berbalik setelah sempat membuka pintu mobil.

"Ini berkasnya, tertinggal."

Ia mengambil map biru itu dari tanganku. Masih dengan mimik datar yang memperkuat dugaanku tentang kami.

"Terima kasih."

Aku terdiam sesaat dengan keraguan.

"Rigo ...."

Ia memandang padaku, terlihat bingung dengan nada suaraku yang berubah.

"Ada apa?"

Aku menghela, mengetahui ini situasi yang salah untuk memulai. Tapi mungkin aku tidak akan punya kesempatan lagi. Mungkin aku akan menyesal lagi.

Seharusnya Tidak Kulepas (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang