Part 17 - Kamila Adinata

468 77 43
                                    

Semuan berawal sejak sembilan belas tahun yang lalu, di mana Yurika sedang mati-matian melahirkan anak pertama dengan Rendy. Serta pada saat itu pula, Pras Adinata bersama sang Istri juga tengah berjuang untuk menyambut kelahiran putri mereka. Pras Adinata sendiri adalah rekan bisnis Rendy, jadi mereka cukup dekat.

Hanya selang beberpa menit setelah suara tangisan bayi yang sehat terdengar dari ruangan Pras, akhirnya bayi yang sangat ditunggu-tunggu Rendy juga lahir ke dunia. Namun sangat disayangkan, kehendak Tuhan berkata lain. Putri pertama Rendy lahir dalam kondisi cacat, putrinya mengalami gangguan pada penglihatannya. Yurika tentu tidak terima anaknya lahir dalam kondisi seperti itu, hingga ia mempunyai ide licik untuk menukar sang anak dengan putri dari keluarga Adinata.

Ketika sedang berada di ruang bayi, Rendy menukar bayi mereka. Wajah mereka cukup mirip, bahkan Rendy sempat berpikir jika anaknya dengan anak Pras Adinata kembar, entah bagaimana itu bisa terjadi. Bukankah ini menghapus kecurigaan mereka?

Kirana Anastasya sendiri adalah nama pemberian dari Yurika dan Rendy, mereka mengganti nama Laura Adinata dengan nama Kirana. Namun sayang sekali, dari awal mereka hanya buta harta. Sehingga dari kecil sampai remaja, hidup Kirana selalu dituntut sempurna.

Hampir dua puluh tahun ini hidup mereka aman, namun saat mata-mata mereka yang bernama Roy itu memberi kabar jika keluarga Adinata sudah mengetahui kebenarannya. Mereka berpikir untuk memberi Kirana sedikit kebebasan agar Kirana tidak terlalu percaya nantinya jika memang keluarga Adinata sudah berhasil menemukan Kirana. Begitulah awalnya, memang rumit. Ketika manusia hanya mementingkan hal duniawi tanpa berpikir resiko paling buruk yang akan terjadi, mental anak dirasa tidak peduli, dan hanya rasa serakah yang mereka miliki.

***

"Lo? Tiba-tiba masuk les ballet lagi?" Ellena cukup terkejut ketika Kirana memberitahu dirinya tentang perubahan orang tua Kirana, serta bagaimana Kirana bisa masuk ke les tari ballet.

Kirana mengangguk sambil tersenyum. "Doa gue kayaknya di kabulkan sama Tuhan."

Ellena cukup lega mendengar hal tersebut, akhirnya senyum Kirana bisa kembali terbit. Tetapi, hal tersebut tak bertahan lama ketika Derran memasuki kelas. Wajah Kirana kembali berkeringat dan memandang ke arah lain, berusaha untuk tidak peduli akan atensi Derran di sekitarnya. Kirana yang mati-matian berusaha tenang kini malah dibuat jantungan saat melihat Derran sedang berdiri di depan mejanya.

"P-pergi!" usir Kirana. Saat Ellena hendak ikut campur, mulut gadis itu dibekap dari belakang.

"Lo diem, Derran mau minta maaf!" Itu Leon, cowok itu masih membekap mulut Ellena dan membawa gadis itu pergi menjauh.

"Tapi, kalo Kirana tiba-tiba kumat gimana?"

"Udah, tenang aja! Kita pantau dari sini. Di sana udah ada Juna sama Malvin."

Derran mengepalkan tangannya gugup, orang-orang sepertinya tengah fokus ke arah mereka. Tapi Derran berusaha untuk cuek akan hal itu.

"Gue minta maaf, Ran. Gue ..."

Kirana memegang kepalanya yang terasa pusing. "Please ...tolong pergi, Der!" pinta Kirana dengan lirih.

"Ran? Lo baik-baik aja?" Cowok itu bukannya pergi malah memegang bahu Kirana yang sedikit bergetar.

"Gue mohon!"

"Der, udah udah!" Arjuna yang mengamati mereka langsung menarik Derran agar cowok itu menjauh. Ellena dengan panik segera memapah tubuh Kirana menuju UKS.

"Gak apa-apa, kita coba lain kali. Dia juga baru mulai terapi hari ini." Malvin menepuk punggung Derran, sedangkan cowok itu hanya ter getir.

***

Suara kicau burung terdengar begitu jelas, pohon-pohon rindang membuat tempat yang Derran datangi ini terasa sejuk. Walaupun masih terasa kesan mistis di tempat ini. Langkah kaki cowok itu semakin memelan saat sudah sampai di tempat yang ia tuju, berjongkok di depan sebuah gundukan tanah dengan nisan bertuliskan nama 'Claudya' di sana.

"Hai, Clau. Lama kita gak ketemu," sapa Derran. Cowok itu sedang pergi ke pemakaman tempat Claudya dimakamkan. Meletakkan bunga Lily segar di atas makamnya.

"Gue minta maaf baru sempet dateng, seperti biasa, gue bawa bunga kesukaan lo."

"Dan gue juga minta maaf karena udah langgar perkataan gue sendiri. Gue cuma mau bilang, tolong restuin gue sama Kirana, ya! Gue tahu ini gila, gue udah perk*sa dia. Dan gue pengen jadi laki-laki yang bertanggung jawab. Gue gak pengen jadi kaya Jordi, Clau. Dan mungkin ini emang udah saatnya gue lupain lo dan ikhlasin lo, semoga tenang di alam sana, Clau."

***

"Saran saya, Kirana lakukan dulu apa yang Kirana suka, ya? Jangan terlalu setres juga. Dan cobalah perlahan untuk melupakan hal yang membuat kamu takut, itu akan mendorong kamu agar cepat pulih," ujar Dokter Sarah. Setelah terapi Kirana diberi banyak saran oleh Bibi Malvin, Kirana juga senang bisa berinteraksi dengan Dokter Sarah karena wanita tersebut sangat ramah.

Setelah pemeriksaan, Kirana keluar menemui Ellena yang menunggu di luar. "Ayo!" ajak Kirana.

"Gak mau jalan-jalan? Buat refreshing juga, minggu depan kita UN loh."

"Iya juga, yaudah, ayo!" Kirana setuju dengan ajakan Ellena, mereka berlari kecil sembari bersenandung di sepanjang jalan.

"Eh, Ell!"

"Apa?" Ellena bingung saat Kirana berhenti bejalan. Namun, ia langsung paham saat Kirana menunjuk ke arah seorang wanita paruh baya yang sepertinya sedang membutuhkan bantuan.

"Ayo ke sana, sepertinya dia sedang butuh bantuan!" Kirana memang selalu baik hati, itu yang dipikirkan Ellena. Ellena hanya mengangguk, menyetujui usulan Kirana.

"Hallo, permisi Nyonya. Apakah anda perlu bantuan?" tanya Kirana.

Wanita paruh baya tersebut terkejut, beberapa detik setelahnya tersenyum ramah. "Ah, sepertinya begitu. Saya lupa membeli hadiah untuk anak saya, tapi saat saya ingin membelinya lagi, kaki saya terkilir. Saya kesusahan berjalan," jawab wanita tersebut.

Kirana menatap kaki wanita di depannya. "Boleh saya bantu? Saya bisa sedikit tentang hal memijat," tawar Kirana.

"Oh, kamu bisa? Tentu ...tentu ...jika kamu tidak keberatan." Wanita tersebut setuju, Kirana menunduk untuk melihat kondisi kaki wanita di depannya.

"Maaf jika merepotkan, Nak."

Kirana menggeleng, memijat pelan kaki wanita itu. "Tidak, Nyonya. Saya senang bisa membantu anda." Setelah beberapa menit di pijat, Kirana meminta pada wanita tadi untuk berjalan.

"Wah, ini mengejutkan. Rasanya susah tidak sesakit tadi, terima kasih. Kamu pintar juga ya?"

"Saya belajar ini saat menari ballet, saya sering terkilir ketika latihan. Jadi saya belajar untuk ini." Jawaban Kirana membuat wanita tadi tersenyum.

"Boleh tahu nama mu?"

Kirana dengan canggung mengagguk dan menjawab. "Kirana, Nyonya. Anda sendiri?"

"Ah, namaku Kamila, Kamila Adinata."

I'm Sorry | Completed [✓]Where stories live. Discover now