《08》

332 51 4
                                    

Dua hari sudah berlalu, kantin sudah dibereskan oleh para pengurus kantin dan dibantu oleh beberapa tentara. Pada siang hari yang cukup cerah, kantin khusus orang-orang besar sedang ramai orang yang mengantre, menunggu giliran untuk mendapat makanan yang diberi secara gratis.

Begitu pula dengan kantin khusus anak-anak di bagian lorong kanan, namun mereka agak terganggu oleh suara keras dari seorang anak laki-laki berusia tiga belas tahun.

"Cepetan! Aku udah lapar, nih! Lama banget, sih!" Serunya tak sabaran.

Meski anak itu berisik, anak-anak yang lain tak berani menegurnya. Sebab, anak laki-laki yang diketahui bernama Son Daeho itu suka sekali mengancam dan tak segan, ia akan main tangan jika ada orang yang menurutnya mengganggu.

Sifatnya buruk sekali. Nakal, tak sabaran, tukang ancam, dan masih banyak lagi.

Karena kesal, akhirnya Daeho menerobos antrean sembarangan dan terkesan kasar. Anak-anak yang diterobosnya itu tentu tak terima dan merasa risi, tetapi tidak ada yang berani menegurnya.

Ia terus menerobos antrean sampai dengan sengaja menyenggol bahu anak sepantarannya dengan keras. Awalnya Daeho mengira anak itu tidak akan berani menegurnya, namun ternyata dugaannya salah besar.

Dengan tegas, anak bermata heterochromia tersebut berkata, "hei, jangan menerobos antrean sembarangan! Antrelah dengan benar!" Tandasnya.

"Bodo amat! Siapa suruh lama banget jalannya, aku 'kan udah lapar. Lagian, mereka gak marah, tuh. Kenapa malah kau yang sewot?" Balas Daeho dengan sombongnya.

Si pemilik mata berbeda warna tersebut menahan napas sebentar sebelum kembali berucap, "emang gak ada yang marah, tetapi liat wajah mereka yang kau terobos itu. Mereka terganggu, sebenarnya. Cuma, mereka gak berani negur."

"Jangan mentang-mentang kau paling tua di antara anak-anak ini, kau bisa berbuat seenaknya. Kau udah berumur tiga belas tahun, seharusnya kau tau mana yang baik dan mana yang buruk. You're not a child anymore, Daeho!"

Merasa anak laki-laki di belakangnya itu terlalu banyak bicara, Daeho kembali membalas dengan tajam, "berisik! Gak usah sok ceramahin aku, anak aneh! Uruslah dirimu sendiri atau kupatahkan lehermu!"

Laki-laki heterochromia itu diam, namun wajahnya perlahan menggelap. Tangan yang memegang nampan putih itu langsung turun, rahangnya sedikit mengeras tanda mulai tersulut emosi.

Sepertinya, Daeho sudah mencari gara-gara dengan orang yang salah.

"Don't piss me off or this tray will land on your face, Son Daeho."

Aura di sini perlahan memburuk. Anak-anak yang ada di sekitar keduanya segera menjauh karena tidak mau terkena imbasnya. Sedangkan, beberapa pengurus kantin mencoba untuk menghentikan mereka berdua.

"Hei, kalian berdua! Jangan berkelahi!" Pekik salah satunya kepada Daeho dan satu anak itu, namun sama sekali tidak didengarkan.

"Apa susahnya, sih, mengakui kesalahan? Aku gak akan negur kalo kau yang gak mulai duluan." Ia berusaha tetap tenang, namun penuh penekanan pada setiap kata yang ia lontarkan.

Daeho berdecih. "Terserah aku, lah! Emang ini urusanmu, apa?!"

Sementara itu, Ni-ki yang sedang berkeliling pun menghentikan langkahnya tatkala melihat keributan yang terjadi di dalam kantin anak-anak.

"Hmm ... seru, nih. Nonton, ah!"

Kembali pada Daeho dan si pemilik mata heterochromia. Mereka saling menatap satu sama lain dengan pandangan mata sengit, seakan tidak ada yang mau mengalah sampai masalah ini dimenangkan oleh salah satu di antara mereka berdua.

[✓] THE ZOMBIE PLAGUE 2 : REVENGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang