28. Berdamai

132 15 1
                                    

Sang hujan yang ingin menyapa selalu memberi pertanda, tentang gusarnya angin yang berputar kesana kemari, dan suasana melankolis yang mendadak menyapa.

Siapapun suka mendung, tapi banyak yang membenci hujan.
Sama seperti orang yang ingin melihat pelangi tapi tidak mau bertemu badai.

Manusia memang begitu, berharap akan kebahagiaan tapi tidak siap menerima luka.
Lebih tepatnya tidak ada orang yang mau terluka.

Yuhi duduk termenung seorang diri di bangku taman kampus. Sedang menunggu hujan, itulah yang dia lakukan.
Yuhi menyukai hujan, dia suka bagaimana jutaan tetes air itu menghujam bumi secara bertubi-tubi. Untuk beberapa alasan dia merasa tenang saat melihat hujan, hatinya damai dan raganya merasa aman.

Gadis itu duduk dengan kaki berayun dan kepala mendongak ke atas. Menatap awan-awan kelabu yang berkumpul di atasnya. Dia tersenyum.

"Se-sedang apa???" Suara gagap seorang gadis membuat Yuhi menoleh ke belakang. Senyumannya sama sekali tidak pudar saat melihat gadis itu.

"Menunggu hujan." Jawabnya singkat.

Choi Sunhye, gadis yang menyapanya tampak tersenyum canggung dan ragu-ragu duduk di sampingnya.
Rasanya mungkin aneh bagi Sunhye, karena tempo hari dia sangat membenci Yuhi tapi hari ini dia berusaha akrab dengannya.

"Yuhi..."

"Hmm??"

"Aku minta maaf." Sunhye menunduk. Penyesalan selali datang belakangan, Sunhye tau itu, dan dia menyesal.

"Tidak apa-apa." Yuhi menatapnya namun Sunhye terus menunduk.

"Aku... sudah tau semuanya dari kakakmu, aku sudah tau kenapa dia memutuskan hubungan kami dan aku tau apa yang terjadi padanya dan padamu."

Yuhi terdiam. Dia mungkin tidak terlalu suka orang lain mengetahui masalahnya, tapi untuk Sunhye dia merasa tidak keberatan.

"Kukira hanya aku orang yang paling menyedihkan di dunia ini, ternyata aku salah. Kau...."

"Setiap orang bisa merasakan luka, dan kita tidak bisa membandingkan luka itu dengan milik orang lain." Potong Yuhi.

Sunhye mengangguk. Yuhi memang benar. Tidak ada orang yang benar-benar bisa saling memahami satu sama lain.

"Kalau aku jadi kau, mungkin aku memilih bunuh diri." Sunhye tersenyum miris. Tidak bisa terbayangkam olehnya berada di posisi Yuhi.

"Ada orang yang hidup karena memiliki alasan berharga untuk tetap bertahan hidup, ada juga yang memilih hidup karena takut mati, sebagian lagi terpaksa hidup karena belum saatnya mati. " Yuhi menatap jari-jarinya yang saling bertaut. Memikirkan alasannya memilih tetap hidup sampai sekarang ini.

Dulu Yuta yang menjadi alasannya bertahan hidup tapi sekarang Yuhi memiliki alasan lain. Orang itu adalah Zhong Chenle. Seseorang yang belakangan ini membuatnya merasakan bagaimana rasanya dicintai dan di anggap berharga.

"Apa kakakku menemuimu??" Yuhi mematap Sunhye yang juga menatapnya. Gadis berambut panjang itu mengangguk.

"Dia melamarku lagi."

Sebuah senyuman tipis terbit dari bibir Yuhi.

"Benarkah? Aku senang mendengarnya."

Sunhye ikut tersenyum. Dia senang kesalahpahaman antara dirinya dan Yuhi sudah berakhir. Perasaannya menjadi lebih baik tanpa membenci seseorang.

*******

"Dia sudah pindah tuan, rumahnya sudah kosong." Seorang pria tinggi memakai jas hitam berbicara dalam nada berbisik pada Chenle.

"Kau yakin dia pindah? Bukan dibunuh?"

"Saat ini kami masih belum tau."

Chenle menghela napas. Jelas sekali dia tampak tidak puas dengan jawaban orang-orangnya.

"Lanjutkan pencarian dan laporkan padaku lagi. Jangan sampai orang-orang suruhan Kris tau."

Lelaki tinggi itu menunduk hormat sebelum pergi.
Chenle menyisir kebelakang rambut hitamnya dan berjalan kembali ke tribun lapangan basket.

"Sesuatu terjadi? " Renjun melemparkan air mineral pada Chenle.

"Tentang Yuhi."

Renjun mengangguk, dia tidak akan bertanya lebih lanjut jika itu menyangkut Yuhi. Karena hanya orang bodohlah yang mau ikut menjerumuskan diri dalam masalah orang lain.

Chenle duduk di salah satu bangku di tribun penonton bersebelahan dengan Haechan yang sedang bermain game. Mereka sedang menunggu Jaemin dan Jeno untuk bermain basket namun 2 orang itu tampaknya masih ada kelas.

Chenle yang tidak ada kerjaan memilih membuka ponselnya. Ada 5 pesan dan 2 panggilan dari nomor tidak dikenal disana.

From: unkwown
Chenle, ini aku Ryujin. Bisa kita bertemu?






 Bisa kita bertemu?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Young Master | Zong ChenleWhere stories live. Discover now