35. Whisper

136 14 3
                                    

Kepulan uap panas itu berputar-putar dari bibir gelas seiring dengan hawa panasnya yang menurun. Berbaur seperti kamuflase dengan asap rokok yang pekat dan berbau menyengat. Mengepul mengepung ruangan klasik bercahaya redup itu.

Pria itu duduk tenang, menghisap asap rokoknya dengan wajah biasa yang sangat jarang dia tunjukkan. Tidak ada kemarahan, tidak ada tatapan nyalang, hanya wajah biasa yang benar-benar biasa, tanpa ekspresi.

Ini pertama kalinya, bahkan bisa duduk berdua tanpa adanya drama seperti ini rasanya baru pertama kalinya Yuhi rasakan saat bersama Kris.
Namun gadis itu sudah kehilangan hasratnya untuk sekedar merasa senang. Dia mungkin sudah acuh terhadap apapun yang akan Kris lakukan padanya.

Memilih diam, itulah yang akan dia lakukan sampai pria berumur itu menghabiskan cangkir teh keduanya.

Iris kelam Kris beralih, dari menatap Yuhi kini menatap keluar pintu rumahnya. Sama seperti malam-malam sebelumnya, malam ini juga hujan. Tidak ada petir, tidak ada angin, hanya hujan saja yang sangat lebat dan terkesan damai.

"Melihatmu bisa setenang ini di hadapanku membuatku sedikit kagum, apa karena kau tau aku tidak lagi memiliki hak  untuk menyentuhmu?" Meskipun pertanyaan itu terdengar seperti sindiran tapi Kris tidak menatapnya demikian, pria itu hanya penasaran.

"Aku hanya kehilangan hasrat untuk tetap hidup." Lirih Yuhi.
Dia terlalu lelah, kebahagiaan tidak pernah memihaknya, dan Yuhi ingin menyerah saja.

Kris tertawa remeh, dan meletakkan rokoknya di asbak.

"Kau benar-benar jatuh hati padanya ya?? Sungguh ironis."

Yuhi kembali diam, menunduk lesu melihat jari-jari kurusnya yang memucat karena dingin.

"Katakan saja kalau kau mau bercerai. Aku akan memutus kontrak itu."

Itu juga bukan pilihan yang bagus. Bercerai dan kembali menjadi putri keluarga Nakamoto rasanya jauh lebih buruk. Ya meskipun 3 hari ini Kris bersikap baik padanya, tapi itu tidak menjamin sikapnya akan tetap begitu dimasa depan. Emosi pria itu seperti roler coaster. Naik dan turun tanpa bisa di tebak.

"Papi, aku ijin  istirahat di kamar."

Dan Kris mengangguk dengan tangannya yang menengadah seolah mempersilahkan Yuhi pergi.










Rumah tampak lebih sepi dari terakhir kali Yuhi tinggal disini. Tidak banyak maid yang tersisa disini. Bahkan taman belakang juga tampak tidak terurus.

Yuhi sengaja memperlambat langkahnya ketika melewati salah satu ruangan yang telah lama digembok. Itu adalah satu-satunya ruangan yang memiliki pintu berwarna pink di antara ruangan lain yang berpintu cokelat tua. Warna pintunya sudah pudar dan kotor. Engselnya sudah hampir rusak bahkan gemboknya sudah berkarat.

Ruangan itu, Yuhi tidak ingat ruangan apa itu. Tempat itu sudah di kunci sejak dia kecil, dan setiap kali dia bertanya pada maid, tidak ada satupun yang tau apa yang ada di dalamnnya dan kenapa Kris mengunci ruangan itu.

'Yuhi...'

Yuhi tercekat,

'suara itu.... apakah ini nyata?' Yuhi menoleh kebelakang lalu memutar tubuhnya kembali menghadap pintu itu.

'Yuhi....'

"Mami..? " Gumam Yuhi.

Yuhi tiba-tiba meremang. Hawa nya berubah dingin dan mencekam. Yuhi melangkah mundur. Bola matanya bergetar. Suara itu membuatnya takut, seperti ada orang lain yang tengah mengawasinya. Nafas Yuhi memburu, dan ketika dia mendengar suara itu lagi, Yuhi refleks berlari menjauh. Berlari secepat yang dia bisa meskipun beberapa kali dia sempat terjatuh karena gemetar, tapi Yuhi kembali bangkit dan berlari ke kamarnya.


*******




"Gadis kecil pembunuh, singkirkan dia dariku."

"Tapi dia putrimu..."

"SINGKIRKAN DIA..."

"Beraninya kau melahirkan anak perempuan.
Bakar wanita ini dan siapkan cambuk untukku. Anak sialan itu harus menerima hukumannya."

"Mami !! Mami !!!"



Yuhi terhenyak. Mimpi buruk itu datang lagi.
Dia hendak bangun namun ada sesuatu yang menahan tubuhnya dan membuatnya terasa berat. Nafas Yuhi memburu, menyadari ada orang lain yang tidur di ranjangnya dan memeluknya dari belakang.
Yuhi bergerak, berusaha memberontak untuk bangun. Gadis itu mengerahkan tenaganya yang tersisa untuk duduk dan menghindar.

"C-Chenle..." Gumamnya. Yuhi bernafas lega ketika tau kalau itu Chenle, bukan orang asing maupun hantu yang memanggil namanya semalam.

"Kau mimpi buruk lagi...??" Tanya lelaki itu dalam suara parau.

"Bagaimana kau bisa kesini..??"

"Lewat pintu."

Okey. Jawaban bodoh itu memang realistis. Tapi bukan itu maksud Yuhi.

"Chenle..."

"Ssst... kita bahas itu besok ya, ini masih jam 3 pagi. Sebaiknya kau tidur lagi."

Chenle menarik tubuh Yuhi untuk berbaring lagi, lelaki itu mendekapnya dengan posesif dan menyembunyikan wajah Yuhi di dadanya yang hangat.

Detak jantung Chenle yang teratur ikut menularkan ketenangan pada Yuhi. Kenyamanan ini begitu dia rindukan dan dia dambakan.

Yuhi akan mengistirahatkan pikirannya sejenak, melupakan tentang kemarahannya, kekecewaannya, mengabaikan Ryujin dan perasaan Chenle padanya.
Yuhi akan menjadi egois untuk beberapa jam kedepan dan menikmati pelukan nyaman Chenle hanya untuk dirinya sendiri.






Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Young Master | Zong ChenleWhere stories live. Discover now