TIGA PULUH EMPAT

535 111 20
                                    

Begitu tiba di rumah sakit, Elvano segera menghampiri ruangan Keenan. Barangkali pria itu atau di sana, atau mungkin nantinya Elvano akan mendapatkan informasi dari orang-orang rumah sakit perihal Keenan.

Elvano merasa tidak tega membiarkan Jean sampai sakit memikirkan Keenan yang hilang tanpa kabar. Meskipun bukan siapa-siapa, tapi kan mereka ini adalah teman. Sudah seharusnya mereka saling membantu. Lagipula selama ini, Jean sudah banyak membantunya. Kali ini, gilirannya.

Tok! Tok!

Elvano langsung membuka pintu usai mengetuk, tumbuhnya stagnan saat matanya menemukan seorang dokter perempuan yang menempati ruangan tersebut.

”Maaf, anda siapa ya?” Elvano kembali mendapat kesadaran tatkala mendengar suaranya.

”Bukannya ini ruangannya dokter Keenan? K-kok jadi ruangan orang lain ya?”

”Kalau boleh tahu, anda siapanya ya?”

Elvano menggigit bibirnya. ”S-sepupunya,” bohongnya agar ia bisa mendapatkan informasi.

”Mengenai dokter Keenan, sebulan yang lalu beliau resign dari pekerjaan. Memangnya beliau tidak memberi kabar apapun?” Elvano terperangah usai mendengarnya. Apa? Resign? Itu artinya dia berbohong pada Jean?

”Resign? Bukannya dia lagi di kirim pihak rumah sakit ke luar kota untuk jadi relawan ya?” tanya Elvano untuk memastikan.

”Memang waktu itu rumah sakit mengirim tim medis untuk berkontribusi penanganan korban gempa di rumah sakit lapangan Lombok Utara. Tapi tim yang di kirim berisi dokter spesialis dan perawat saja. Jadi, tidak ada psikiater yang di kirim ke sana.” Elvano kembali terkejut usai mendengarnya. Jadi dia berbohong pada Jean perihal relawan? Tapi kenapa dan untuk apa? Kenapa harus berbohong seperti ini? Atau jangan-jangan ada yang di sembunyikan?

”Oh ya, kebetulan sepupunya di sini. Waktu saya lagi rapi-rapi barang, saya gak sengaja nemu undangan dan sebuah amplop di atas lemari. Selamat ya untuk dokter Keenan, maaf saya gak sengaja baca undangannya, mungkin, itu alasan dokter Keenan menghilang. Mau buat kejutan untuk keluarganya ...” Seketika rahang Elvano mengeras, matanya membulat dan darahnya berdesir cepat.

Apa-apaan ini? Gue baru tau kalo Keenan sebrengsek ini!

”J-jadi maksudnya dia diem-diem nikah——” keduanya langsung menoleh ke sumber suara saat mendengar ketukan pintu.

"Maaf, sepertinya saya kedatangan pasien.” Dengan cepat Elvano mengambil barang tersebut dan pamit pergi.

Elvano mendudukkan dirinya sebentar untuk membaca surat di dalam amplop tersebut.

Saat ia membaca, matanya terbelalak hebat. Rahangnya kembali mengeras dan tangannya sedikit bergemetar.

”Surat cerai?” Elvano terkekeh geli saat membaca surat tersebut, pria itu  kehabisan kata-kata mutiara untuk memaki Keenan dengan lantang.

Tiga detik kemudian, ia merobek surat tersebut beserta undangannya lalu membuangnya ke tempat sampah. Elvano memutuskan pergi meninggalkan tempat tersebut. Berlama-lama di ruangan pria itu, hanya menebarkan auda negatif yang membuat kepalanya pusing.

Alangkah baiknya untuk saat ini, Elvano tutup mulut dulu dan merahasiakannya dari siapapun. Sampai Jean terbiasa dengan kepergian Keenan, baru Elvano akan memberitahu semuanya.

🔸🔸🔸

Hari demi hari berlalu, meninggalkan rasa khawatir Jean akan menghilangnya sang suami. Tapi kini Jean sudah kembali hidup tenang tanpa harus memikirkan Keenan kemana dan kapan pulang, soalnya Elvano sendiri yang memastikan kalau pria itu masih menjadi sukarelawan, dan kemungkinan akan lebih lama lagi karena Elvano bilang, tidak hanya di satu kota.

Sweet Revenge✓Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt