Iris

65 3 0
                                    

Asap tipis mengepul dari secangkir kopi yang menemani Iris di pagi buta ini. Matahari belum terbit, hanya semburat jingga mulai mengintip. Jalanan belum ramai, lampu-lampu rumah masih menyala dan sesekali terdengar suara omelan tetangga membangunkan anak-anaknya.

Iris paling suka susasana seperti ini, begitu tenang dan damai. Dimana indra pendengarnya berfungsi sangat baik untuk mendengar suara-suara langka seperti suara air kran mengalir, sayup-sayup tangisan anak kecil, ayam berkokok dan semua itu tanpa distorsi suara kendaraan bermotor, meski sesekali pengendara motor lewat untuk beraktivitas pagi.

"Eh, Arian. Baru pulang?" Sapanya pada seorang pemuda yang berjalan hampir sampai depan rumahnya. Dari penampilannya, semua orang juga tau dia baru pulang. Pulang kerja tepatnya. Pekerjaan sebagai DJ membuatnya harus mengacak-ngacak jadwal tidurnya.

Laki-laki itu menghentikan langkahnya lalu menengadahkan kepalanya menatap Iris, karena gadis itu sedang nangkring di pagar balkon lantai 2. "Kalo kamu nungguin gue bawa cilok, sorry gua ga bawa." Jawab Arian enteng. Ia sudah hafal dengan nada suara Iris yang sok manis, biasanya minta di bawakan cilok dari warkop ujung gang yang buka 24 jam.

"Yah, padahal udah sengaja ga bikin sarapan." Gerutu Iris.

Arian kemudian naik tangga untuk menghampiri Iris, balkon itu memang terhubung dengan tangga di luar ruangan. "Bikinin gue kopi juga dong" pintanya.

Arian tinggal tepat di samping rumah Iris. Sebelum ia memasuki rumahnya, mereka biasanya selalu bercengkrama dulu di balkon.

Iris menghampiri Arian yang sedang menyesap rokoknya sambil memandang ufuk timur, seakan tidak mau kehilangan momen melihat ujung matahari muncul. Ia meletakkan secangkir kopi diatas pagar balkonnya, tempat Arian sabahatnya ini bersandar.

"Nanti malam ada jadwal kerja nggak?" Tanya Iris.

"Enggak. Kenapa emang?"

"Gua ketemu Rama kemaren." Balasnya. Arian mulai terlihat focus mendengarkan. "Dia ngajakin gue ke club tempat lu kerja."

"Tiba-tiba?" Arian mengerutkan alisnya. "Setelah pertemuan pertama kalian dia langsung ngajakin lo ke Club?"

Iris mengangguk.

"Jangan datang."

"Eh, kenapa?" Protes Iris. Padahal ia merasa ini kesempatan bagus untuk mendekatkan diri.

"Lo tau kan cowok ini kelakuannya gimana, ngajakin lo ke club lagi. Firasat gue ga bagus."

"Makanya gue nanya ama lo. Kerja enggak. Biar lo ga gangguin gue."

Arian menghela nafas. Ia tahu melarang gadis ini tidak ada gunanya.

Dan benar saja, gadis itu datang beneran datang ke club tempatnya janjian dengan Rama. Kebetulan itu adalah club tempat Arian bekerja. Tapi karena sahabat kentalnya itu hari ini tidak ada jadwal manggung, Iris bisa lebih bebas bersenang-senang. Karena Arian cukup posesif dan sering melarangnya ini itu. Meski begitu Iris sangat memaklumi sifat Arian, hubungan mereka tidak sebatas sahabat, tidak bisa di sebut pasangan, tidak juga kakak-beradik, mereka tak punya siapa-siapa lagi selain satu sama lain.

Dengan wajah tersenyum ramah Iris menghampiri sofa di lantai dua, tempat Rama dan kawan-kawannya sedang becengkrama.

"Ini dia tamunya sudah datang." Sambut Rama berdiri.

Iris menyapa teman-teman Rama sembari mengamati kanan-kirinya. Botol minum beberapa sudah kosong, wanita berbalut gaun seksi dan beberapa dari mereka sudah lumayan teller, padahal ini baru jam 9 malam.

"Temen-temen perkenalkan ini Iris, selingkuhan bokap gue"

Iris mematung, tapi ia langsung bisa mengendalikan ekpresinya. Sementara teman-teman Rama terlihat bingung menanggapi. Jika ini bukan club malam mungkin keheningan ini akan terasa lebih jelas.

"Halo semuanya, aku Iris." Sapa Iris masih memasang wajah santainya. Iris berusaha memecah suasana. Yang lain pun langsung menanggapinya dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

Kejutan yang disiapkan Rama rupanya justru mengejutkan dirinya sendiri. Rama mendengus pelan, tidak menyangka reaksi Iris akan seperti ini. Ia pikir gadis itu akan marah, atau menangis? Ia bahkan menyiapkan diri untuk setidaknya di tampar di depan semua orang. Lalu dia akan puas melihat wajah terhina gadis itu.

Tapi gadis itu tampak biasa saja, tidak terpengaruh. Gadis itu justru berbaur dengan teman-temannya. Mata Rama tak lepas dari gerak-gerik gadis itu. Apa gadis ini hanya berpura-pura tegar? Kalau iya, dia pintar sekali berakting.

Malam semakin larut, beberapa teman Rama mulai turun ke dance floor, mereka sempat mengajak Iris tapi gadis itu menolak. Kini hanya menyisakan Rama dan Iris di sofa yang sama, meski duduk mereka berjauhan. Tidak ada obrolan, mereka sibuk dengan dirinya sendiri, suasana terlanjur canggung.

Iris bangkit duluan. "Kayaknya pestanya sudah selesai, gue pulang dulu." Iris berjalan melewati Rama, tapi lengannya di tahan oleh Rama yang masih duduk dengan mata masih lurus kedepan.

"Hey, Jalang!" Panggil Rama.

Iris justru celingukan, mencari-cari siapa jalang yang dimaksud Rama. "Lo manggil gue?"

Rama semakin muak dengan acting Iris yang sok polos, ia lalu mendongak untuk memandang wajah Iris. Gadis itu sangat cantik, bahkan dilihat dari sudut pandang ini. Tapi sayangnya Rama membencinya.

"Lo udah tau kan gue siapa. Dan lo masih mau datang kesini?" sebagai selingkuhan ayahnya, mana mungkin Iris tidak tahu kalau Rama adalah anak dari selingkuhannya.

Iris mengangguk "Iya, gue tau. Lo anaknya direktur Hartowijoyo. Artinya lo bos gue juga. Karena itu gue dating kesini karena lo yang udang."

Rama memutar bola matanya kesal ketika mendengar jawaban Iris, baginya gadis ini penuh kemunafikan, berpura-pura polos padahal hatinya busuk. Ia justru menyukai jalang yang menggodanya dengan terang-terangan, tidak perlu jual mahal atau menampilkan image polos yang tidak selaras dengan kelakuannya.

"Yakin karena alasan itu lo kesini?" Sindir Rama. "Gue ga tau tujuan lo ke gue apa. Tapi gue harap mulai hari ini kita ga ketemu lagi. Gue muak li.."

"Iris!!" Suara bariton seorang pria menyita perhatian Iris dan Rama. Pria itu lalu menarik lengan Iris dari genggaman Rama.

Untuk sejenak mata tajam Rama dan pria itu beradu. Sebelum pria itu kemudian menarik Iris pergi dari tempat itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 01, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LILACWhere stories live. Discover now