DUAPULUHSATU

136 15 0
                                    

---

"Yang ini juga nga?"

"Papa nga mau itu Kinan."

"Ini?"

"Mending kamu ikutin abang aja, pusing abang kalo kamu nanya terus."

Kinan terkekeh kecil dan mengikuti ucapan Gheo, hari minggu Yani ada pekerjaan dikantor papa nya makanya Kinan terpaksa menerima ajakan Gheo untuk berbelanja.

"Kamu masih suka slai kacang nga?" Kinan mengangguk antusias, Gheo terkekeh kecil. Mereka lanjut mencari bahan makanan yang rasanya dibutuhkan dirumah, sebenarnya tugas berbelanja itu adalah para pembantu. Tapi Gheo memanfaatkan hal itu agar bisa bersama Kinan.

"Habis ini mau kemana?" Berbelanja sudah selesai, kini mereka berdua tengah terdiam dimobil sembari memikirkan tujuan selanjutnya, Gheo tidak ingin langsung pulang begitu saja. Dia ingin memperbaiki hubungannya dengan sang adik.

"Kita ke danau aja yuk, aku udah lama nga kesana. Terakhir kali kesana sama mama."

Awalnya Gheo terdiam mendengar kalimat terakhir Kinan yang sangat lirih, laki-laki itu tau, orang yang paling kehilangan dari kematian mama mereka adalah Kinan. Gheo menoleh dan mengusap surai coklat Kinan dengan lembut, "iya."

Kinan bersorak girang, sudah cukup dia menjaga jarak selama ini. Sudah waktunya dia kembali pada keluarganya, tempat pulang nya. Tempatnya kembali , tempat yang akan menerima nya susah senang.

"Bang Theo mana? Sibuk banget tuh anak." Kinan mendengkus kesal seraya memakan keripik nya, Gheo membagi fokusnya pada Kinan sebentar lalu kembali pada jalanan.

"Dia harus menyelesaikan beberapa urusan dikantor papa."

Kinan mencebik, "lulus kuliah aja belum. Udah sok-sok an mau jadi pimpinan kantor, eh bentar..."

Kinan mengganti posisinya menjadi menghadap Gheo sepenuhnya, jiwa kepo nya mulai meronta-ronta saat ini. ".... abang terima gitu kalau perusahaan papa dikasih ke Theo semuanya?"

Gheo berdecak kemudian menyentil dahi Kinan gemas, "jangan lupa dia abang kamu. Nga sopan banget," gerutuan muncul dibibir Kinan. Dia mengusap dahinya yang terasa nyut-nyutan.

"Iya-iya... tapi jawab."

Melihat hal itu Gheo tertawa kecil, dia merasa sudah kembali dekat dengan adiknya. Kinan sudah tidak pendiam seperti dulu lagi, "itu kemauan abang."

Rahang Kinan jatuh dengan tidak elitenya, apa? Gheo rela perusahaan besar papa mereka jatuh pada tangan si sulung? Tanpa ada kepemilikannya sedikit pun? Kebentur apa kepala abang nya ini sampai punya pemikiran seperti itu.

"Abang bukan sosok perfeksionis kayak Theo, dia emang pantas buat lanjutin perusahaan papa. Abang udah punya usaha sendiri, dan tentunya sesuai minat abang."

Kinan menganggukkan kepala mengerti, kalau dia jadi Gheo dia akan menuntut haknya. Setidak nya dia harus menerima bagian atas perusahaan itu, tapi ya sudahlah. Kinan tentu tidak akan mempunyai bagian atas itu semua, dia tidak akan pernah mendapatkannya.

"Udah sampe, kamu duluan aja. Abang mau nyari parkir yang deket sini."

Kinan keluar begitu saja tanpa menjawab ucapan Gheo, begitu dia sampai dipinggiran danau Kinan merebahkan badannya direrumputan begitu saja. Dia memejamkan matanya dan menghirup udara sepuasnya, sudah lama sekali Kinan tidak kesini. Dia rindu suasana tenang ini.

"Kinan?"

"Hm..." sahut Kinan tanpa melihat siapa yang berbicara. Gadis itu masih betah dengan kegiatannya, "ngapain lo disini?"

Dahi Kinan berkerut, bukan kah Gheo sangat melarang memakai kata itu? Perlahan Kinan membuka matanya , sedetik kemudian dia berseru histeris saat menemukan wajah Tiyan lah yang pertama kali dilihatnya.

Kinan refleks mundur karena jarak wajah mereka yang sangat dekat, jantung Kinan berdegup dengan sangat kencang. Dia cukup terkejut dengan kehadiran Tiyan, entalah. Mungkin karena tadi pikirannya sedang kosong, jadi dia terlalu kaget dengan kehadiran Tiyan.

"Segitunya... gue masih manusia." Omel Tiyan seraya mengambil tempat disamping Kinan, laki-laki itu menatap danau didepannya dengan pandangan kosong. Kinan memperhatikan Tiyan yang diam, tidak biasanya Tiyan seperti ini.

"Jangan liatin gue kek gitu, serasa lagi diliatin setan tau nga lo?"

"Heh! Kamu ngatain aku setan?!"

Kinan menyerang lengan Tiyan dengan dua pukulan, Tiyan tersungkur dengan wajah menyedihkannya. Dia tidak menyangka kalau Kinan akan benar-benar memukulnya. "Buset... gue tau lo sensei. Tapi nga usah keluarin jurus lo lah sama gue, sakit bego!"

Wajah Kinan kembali garang, "kamu ngatain aku bego. Satu lagi nih!"

Tiyan segera menghindar , tidak! Dia tidak mau badannya memar karena Kinan, "engga deh. Ampun gue, gue udah kapok gangguin lo. Gue nga mau kek tahun lalu."

Kinan tiba-tiba tergelak mengingat kejadian tahun lalu, saat itu dia baru pindah kerumah Yani. Dan dia melihat seorang laki-laki yang juga baru lulus SMP memperhatikannya dari jauh, awalnya Kinan acuh.

Beberapa hari setelahnya, Kinan selalu diikuti oleh lelaki itu, setiap hari pasti ada kodok mati didepan pintu rumahnya. Tentu saja Kinan muak dengan kelakuan orang itu, hingga hari minggu tiba Kinan mengajak lelaki itu untuk bermain ditaman.

Begitu sampai ditaman, Kinan mengeluarkan sabuk hitam kebanggaan nya, lelaki itu tercengang. "Lo.... lo karate?"

Kinan tersenyum miring melihat ketakutan lelaki itu, tanpa aba-aba Kinan langsung memukuli lelaki itu , tidak sampai pingsan. Tapi cukup membuat orang itu dirawat dirumah sakit selama seminggu, saat itu Kinan datang untuk menjenguk. "Mau bermain lagi saat kamu sembuh?"

Sontak lelaki itu menggeleng ketakutan, bahkan rasa sakitnya saja belum hilang, "kalau begitu jangan ganggu aku."

Selepas dari hari itu Kinan hidup dengan tentram, orang tua lelaki itu tidak tau kalau Kinan yang sudah membuat anak mereka sakit. Dia sengaja mengarang alasan kalau lelaki itu yang habis bertengkar, dan lelaki itu hanya mengiyakan. Karena dia takut akan dipukuli lagi.

Kemudian Kinan mulai berteman dengan lelaki itu. Tiyan. Tiyan lah lelaki itu, "aku hampir saja melupakan kejadian itu tuan Tiyan."

Tiyan mendelik kesal melihat tawa Kinan yang sangat mengejek, saat Kinan masih menertawakan wajah Tiyan yang ketakutan Gheo datang dengan wajah datarnya.

"Kamu kenapa?" Kinan tersentak, kemudian dia menggeleng. "Cuma dapat hiburan dikit, " Gheo mengangguk pelan. Perhatiannya teralihkan pada lelaki yang ada disamping adiknya.

"Lo siapa?"

Mendapat pertanyaan tiba-tiba dari Gheo membuat Tiyan gelagapan, "g-gue temen nya Kinan. Iyah.. temennya hahaha..."jawab Tiyan menutupi kegugupannya.

Gheo menaikkan sebelah alisnya, kemudian ber oh pelan membuat Tiyan mendengkus sebal. "Kinan pulang, papa udah sadar."

Awalnya Kinan mau protes karena diajak pulang begitu saja, tapi begitu mendengar papa nya yang sudah sadar membuat Kinan bersorak. "Ayok! Tiyan aku pulang dulu yah, mau liat papa."

Kinan pergi dengan menyeret Gheo, Tiyan merenung ditempatnya. Mencoba menganalisa apa yang baru saja terjadi barusan, "papa?" Gumamnya.

"Bukannya Kinan nga punya bokap yah? Seingat gue dia cuma tinggal berdua sama mama nya."

Kemudian Tiyan bertepuk tangan bangga, "oh pasti cowo tadi itu pacar nya si Kinan. Jadi papa pacarnya udah sadar dari koma gitu, makanya Kinan diajak."

Tiyan tergelak dengan keras sambil menyugar rambutnya kebelakang, "pinter banget lo Yan. Nga heran kalau lo jadi anak kebanggaan mama tercintah." Setelahnya Tiyan pergi dari sana , dia tidak berhenti tersenyum mengingat kejadian tadi. Ah, dia punya bahan ledekan baru untuk Kinan, wah dia tidak sabar menunggu Kinan pulang dari rumah pacarnya itu.

---
Ahaks>< ... ini up terakhir hari ini. Aku mau nabung draf dulu. Sebagai orang budiman jangan lupa menghargai yah...

Semoga terhibur.

Secret Admirer ( E N D )Where stories live. Discover now