𝐂𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 𝟒

104 19 0
                                    

— ୨ ★ ☆ ★ ୧ —

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

— ୨ ★ ☆ ★ ୧ —

Hujan lagi. Check-up sudah selesai dari sepuluh menit yang lalu, tapi entah kenapa kau hari ini merasa sangat lelah, jadi kau mengurungkan niat untuk keluar kamar dan berdiam diri di lorong seperti kemarin.

"Sekarang tidur saja deh," pikirmu. Saat bersiap menarik selimut, bel kamarmu berbunyi. Gerakanmu terhenti. Orangtuamu tidak bilang kalau mereka akan berkunjung hari ini, lalu siapa?

"Masuk saja." sahutmu setelah sekian lama terdiam. Tepat setelah ucapanmu selesai, pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok yang tidak terduga.

"(Name)-chan! Aku datang untuk menjengukmu!" Saki menghambur masuk ke ruangan dengan wajah berbinar senang, membuatmu mengerjap kaget, "Saki? Kenapa tiba-tiba kemari? Bukannya kamu sudah check-up kemarin?"

Gadis yang ditanya malah nyengir tiga jari, "Hehe, aku memutuskan untuk datang berkunjung karena akhirnya tahu lokasi rumah sakitmu yang baru." kekehnya. "Oh iya, kakakku juga ikut lho."

Tsukasa, berdiri di sebelah adiknya dengan sekeranjang buah segar serta buket bunga di tangannya. Entah kenapa, kehadiran pemuda itu membuatmu merasa sedikit gugup.

"Wah, terima kasih sudah repot-repot, kalian berdua." ucapmu berbasa-basi. Lupakan soal kegugupanmu sejenak, matamu tertuju pada satu sisir pisang di dalam keranjang buah tersebut, berseru girang dalam hati. "Buahnya letakkan saja di nakas. Ah, kau bisa mengganti bunga di vas dengan yang itu kok."

Tsukasa mengangguk, dengan patuh meletakkan keranjang buah-buahan tersebut di atas nakas dan mengganti bunga yang sudah layu di vas.

Saki langsung membuka topik setelah mengambil tempat untuk duduk di sebelah kasurmu. Kau sebenarnya juga mempersilakan Tsukasa untuk duduk bersama, tapi pemuda itu memilih untuk mengambil tempat di sofa dekat jendela kamarmu, memutuskan untuk tidak menginterupsi reuni kecil-kecilan kalian berdua.

Dengan semangat, gadis dari marga Tenma itu mulai menceritakan banyak hal. Tentang SMA barunya, teman-teman band-nya, beberapa kilas balik masa lalu, bahkan hal-hal remeh seperti bibi penjual bunga dekat rumah sakit pun turut ia sebut. Kau ikut senang mendengar Saki sangat menikmati pembicaraannya.

"Lalu soal Airi-chan! Siapa sangka setelah memutuskan untuk keluar dari industri idol, dia masuk ke grup idol independen!" celoteh Saki riang, "Terus, ternyata dia juga satu sekolah denganku, lho!"

Kali ini Saki membicarakan idol kesukaannya, Momoi Airi. Kamu mengenalinya karena dulu kau sering menonton variety show yang ia hadiri bersama Saki. Hal yang seperti itu sebenarnya bukan sesuatu yang kau gemari, tapi kamu cukup terhibur melihatnya. Setidaknya selingan bagus untuk menikmati waktu yang terlalu senggang di rumah sakit.

Di tengah-tengah omongannya, Saki terdiam seolah memikirkan sesuatu. Memikirkan ide bagus, gadis itu memasang wajah jahil khas miliknya.

"Ah, (Name)-chan, apa aku boleh ke toilet sebentar?" Saki meminta izin—dengan sengaja. Sejak tahu kau dan Tsukasa pernah bertemu sebelumnya dia sepertinya keasyikan meninggalkan kalian berdua-duaan seperti ini. Dasar, padahal dia yang paling tahu kalau kau tidak pandai berhubungan dengan laki-laki, apalagi yang seumuran.

"Eh? Iya... silahkan saja. Lagipula tidak baik menahan buang air." ucapmu, merasa tidak enak. Apa jadinya kalau dia benar-benar ingin ke toilet? Begitu pikirmu.

Saki terkekeh, beranjak melangkah keluar dari kamar. "Aku tidak akan mengganggu jadi nikmati saja waktu kalian~!"

Pintu pun tertutup, seketika itu pula ruangan jadi hening. Suasana canggung di antara dirimu dan Tsukasa pun terasa lebih jelas.

"Entah kenapa kamu mengingatkanku dengan Saki yang dulu." celetuk Tsukasa, memecah senyap. "Mungkin karena kalian dekat, atau hanya perasaanku saja."

Pemuda itu tersenyum sendu. "Saki... gadis itu mungkin tidak menunjukkannya, tapi aku yakin sebenarnya waktu itu dia menangis setiap saat. Seperti kau sekarang ini."

Kamu tertawa pelan, "Aku tidak tahu banyak tentang apa yang ada di pikiran Saki dan kenapa kau beranggap demikian, tapi siapapun akan sedih kalau tahu sisa hidupnya tidak lama lagi kan."

Kepalamu menoleh ke vas bunga, meratapi bunga anyelir yang mekar dengan cantiknya.

Bunga ini pun, pada akhirnya akan layu dan mati kan? batinmu.

"Beberapa bulan lagi aku akan ikut operasi," celetukmu, "Berhasil atau tidaknya... tidak tahu sih. Yah, sayangnya kalau gagal, aku tidak akan bisa melihat sakura yang cantik lagi di tahun depan."

Sudah tidak ada apapun yang bisa aku lakukan...

"Sakura itu, apa kau ingin melihatnya?"

"Eh?"

Kau menoleh, menatap Tsukasa yang kini memandangimu dengan serius.

"Selanjutnya, ketika kau mendapat kesempatan untuk mengunjungi Wonder Stage lagi, aku akan memperlihatkannya. Sakura."

"Sakura?"

Tidak, tidak mungkin. Sekarang sudah hampir memasuki musim panas. Tidak ada satu pun daerah yang masih memiliki pohon sakura mekar.

"Tapi, Tsukasa-san—"

Bel kamar yang berbunyi memotong perkataanmu, lalu tanpa dipersilahkan seseorang langsung membuka pintu dan berjalan masuk. Saki dengan senyum cerah miliknya membawa beberapa potong cheesecake di dalam sebuah kotak. Matamu berbinar.

"Hehe, maaf aku agak lama. Kebetulan aku melihat ini di kafetaria, jadi sekalian kubeli untuk (Name)," ucap Saki. Kamu menggeleng, tidak keberatan, "Tidak apa-apa, terima kasih ya."

"Oh iya kak, aku setelah ini ada latihan bersama Icchan dan yang lain, kakak bagaimana?" tanya Saki.

"Benar juga, aku hari ini ada kerja sambilan tambahan di tempat lain," tambah Tsukasa. Saki memandangmu dengan wajah memelas, "Maaf ya, (Name)."

Entah sudah keberapa kalinya kau berkata "tidak apa-apa" ke pada mereka. Kakak beradik itu mengangguk, lantas bergegas membereskan barang-barang mereka dan izin pamit.

"Terima kasih sudah menyambut kami," ucap mereka. Kamu tersenyum, "Kapan-kapan datang lagi ya."

Pintu kamar pun tertutup. Kau menghela napas, langsung menyandarkan punggungmu yang terasa pegal karena terlalu tegang.

Kamu memikirkan perkataan Tsukasa soal memperlihatkan sakura yang ia bicarakan tadi. Kira-kira apa maksud dari perkataannya itu?

— ୨ ★ ☆ ★ ୧ —

petrichor.Where stories live. Discover now