(10) • Make Peace

4.6K 960 883
                                    

"Mommy kenapa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mommy kenapa?"

Davenziel terkejut mendapati ibunya tiba-tiba menarik dirinya dalam pelukannya, dan menangis sembari menggumamkan kata maaf berulang kali. Bahkan tangisan ibunya semakin keras, saat ia membalas pelukannya.

"Maaf..."

Melihat kondisi ibunya yang nampak mulai kesusahan bernapas dengan benar, ia mulai melepas pelukan ibunya. "Sebentar aku ambil minum dulu..." Katanya saat ibunya mencekram erat kaos yang ia kenakan. Dengan pelan ia lepas cekraman itu, dan segera meraih segelas air putih yang tersedia diatas meja. Lalu, menuntun ibunya untuk meminumnya secara perlahan. "Minum dulu ya..."

Tania menurut. Tenggorokannya terasa perih, karena sedari tadi terus menangis.  Ia membiarkan tangan lembut putranya menghapus jejak airmata di pipinya.

"Udah?" Tanya Dev dengan lembut.

Tania mengangguk.

Dev mengembalikan gelas itu ke tempat asalnya. Dan kini ia mulai duduk di hadapan ibunya yang bersandar pada headboard. Tangannya turut menggenggam erat tangan ibunya yang selalu terlihat begitu pucat dimatanya.

"Ada apa? Mommy oke?"

Mendapat pertanyaan itu, entah kenapa air mata Tania terus mendesak untuk keluar. Saat melihat wajah putranya pun rasa bersalah terus menyerangnya. "Mommy minta maaf... Atas semua hal yang terjadi pada kamu selama ini. Maaf atas kesedihan yang kamu rasakan selama ini..." Lirihnya.

"Bohong kalau aku bilang selama ini aku baik-baik aja." Dev berkata dengan pelan. "Saat Mommy terluka, aku juga terluka. Selama ini aku sadar, aku kekanakan. Mencari pelampiasan sana-sini, sampai akhir apa yang aku lakuin itu juga merugikan diri aku sendiri dan juga orang lain."

"Mungkin keadaan yang memaksa, kenapa aku jadi kaya gini. Rusak. Nakal. Nggak ada hal positif yang bisa aku banggain. Tapi, akhir-akhir ini aku sadar, kalau aku lagi mencoba membunuh diri aku sendiri," Dev terkekeh kecil. "Selalu mikir yang nggak jelas. Overthinking. Pikiran aneh itu, yang jelas-jelas bisa ngehancurin diri aku sendiri."

"Sekarang aku lagi belajar, mengerti diri aku sendiri. Dulu, mungkin aku selalu kebingungan, atas apa yang terjadi sama hidup aku. Dan mulai saat, aku mau memulai untuk menjadi lebih baik. Mulai menciptakan kebahagiaan sendiri, bukan terus mencarinya." Tangan kanan Dev terangkat untuk menangkup wajah ibunya. "Mommy boleh ngerasa bersalah, tapi cuma sebentar ya? Karena setelah itu kita harus fokus ke masa depan, kita ciptakan hal-hal baru yang menyenangkan. Nggak ada lagi kesedihan, hanya akan jutaan kebahagiaan nantinya."

Tangis Tania kembali pecah. Ucapan Dev benar-benar menyentuh hatinya. Tidak terpikirkan betapa berat hidup putranya selama ini. Ia akui dirinya egois. Bahkan sangat egois. Sampai melupakan perasaan orang disekitarnya. Terutama putranya sendiri. Yang pasti terluka akan sikapnya selama ini. Tidak bisa ia bayangkan bagaimana kehidupan Dev dulu, saat dimana ia terpuruk dan enggan membuka diri.

DavenzielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang