MSPT-3

7.9K 72 0
                                    

Bab 3

Gadis itu tidak bisa membiarkan Sofia wanita yang sudah mengasuhnya selama dua puluh tahun menderita seperti ini. Pagi tadi sebelum dia berangkat untuk pergi ke kampus gadis itu melihat wanita itu menitikkan air mata. Jujur hatinya terasa diremas dengan kuat melihatnya bersedih seperti itu.

Maka dari itu, dia memutuskan untuk bolos kuliah dan berakhir menjadi penjual tiket di salah satu museum seni yang terkenal di Manhattan, dan terletak di kawasan Midtown Manhattan. Kawasan itu adalah lokasi objek wisata ikonis yang selalu menjadi destinasi wajib para turis untuk datang ke sana.

Gadis itu tercengang ketika melihat siapa yang sedang berada di bilik kaca. Lelaki itu sedang memandangnya dengan tatapan aneh dan pandangannya kembali seperti biasanya sambil menyerahkan 25 dollar amerika.

"Thank You," ujarnya sambil memasang wajah tersenyum. Ketika lelaki itu menjauh dari sana dia menghela napas lega karena lelaki itu tidak menghiraukan keberadaanya di sini.

Olivia kembali bekerja seperti biasanya. Menjual tiket kepada turis atau masyarakat lokal yang berkunjung ke sana. Meski pun hari ini bukan hari libur akan tetapi banyak turis yang datang. Sedikit lelah karena harus melayani lebih dari seratus orang.

Gadis itu segera memasang tanda tutup dan segera pergi ke toilet untuk melepas pakaian serba hitam yang dia pakai dan digantikan dengan dress sampai lutut dan jaket tebal berwarna hitam. Musim salju sudah datang membuat suhu di Amerika turun sampai nol derajat.

Hari ini dia hanya sendirian karena partner kerjanya sedang sakit dan tidak bisa datang. Sebelum pulang dia menghitung terlebih dahulu uang penjualan tiket dan ketika akhir bulan akan disetorkan melalui bank ke bendahara museum. Setelah selesai dengan pekerjaanya gadis itu berjalan keluar museum dan berjalan menyusuri jalanan Manhattan malam ini dia akan menaiki kereta bawah tanah, untuk menghemat sedikit pengeluarannya.

Gadis itu terkejut ketika merasakan ada sebuah langkah yang sedari tadi mengikutinya. Gadis itu segera berbalik dan tercengang ketika mengetahui siapa yang berada di belakang tubuhnya.

"Mister Elliot? Kenapa kau mengikuti aku?" tanya gadis itu kepada lelaki yang sedang menatapnya dengan tatapan datar.

"Bukannya hari ini kau ada kelas pagi? David tadi terburu-buru karena harus menghadiri kelas. Kenapa kau ada di sini?" Elliot tidak menjawab pertanyaan gadis itu. Lelaki itu malahan melayangkan pertanyaan kepada gadis itu.

Gadis itu mengigit bibirnya, dan kembali menatap lelaki itu. "Aku tidak bisa menceritakan apa alasannya."

Lelaki itu menyeringai dan menatap gadis itu dengan tatapan santai. "Kau sedang membutuhkan banyak uang? Berapa? Untuk biaya kuliah?"

"Aku bisa membantu. Kemarin malam aku serius. Aku akan memberikan kenyamanan yang kau inginkan. Hanya saja dengan satu syarat kau harus mau tinggal bersama denganku."

Gadis itu menggelengkan kepalanya dia mundur beberapa langkah dari lelaki itu dan segera berlari menjauh darinya. Gila! Dia tidak akan pernah rela menjadi wanita simpanan dari ayah temannya sendiri! Lebih baik dia mati kelaparan daripada harus menjadi seperti itu.

"Aku sudah membuat keputusan. Kau bisa menyita rumah ini. Asalkan seluruh hutangku lunas," ujar Shofia melalui telepon. Wanita itu sedang menelepon si penagih hutang. Dengan pertimbangan yang matang wanita itu memilih jalan untuk merelakan rumah ini disita.

Wanita itu tidak tahu jika Olivia mendengar semua perkataan Shofia dengan si penagih hutang. Gadis itu tidak rela jika harus pindah dari rumah ini. Apalagi Shofia memiliki anak asuh yang banyak tidak mungkin bisa ditampung di rumah kecil yang Shofia katakan.

Olivia mengetuk pintunya membuat wanita itu tercengang dan segera menutup teleponnya agar gadis itu tidak curiga. "Ada apa sayang? Ada yang ingin kau bicarakan?"

Gadis itu menggelengkan kepalanya dan mendekati wanita itu dengan duduk di sampingnya. "Mam. Please, don't sell this house," ujar gadis itu sambil menundukkan kepalanya.

"Aku sedang berusaha mencari uang." Olivia menatap wanita itu dengan tatapan menyakinkan. "Aku tidak bisa melihat adik-adikku tinggal di rumah sempit. Mereka tidak akan nyaman mam."

Shofia menggelengkan kepalanya dan menggenggam tangan mungil itu dengan erat. "Mami sudah menjelaskan semua permasalahan ini kepada adik-adikmu dan mereka setuju. Oliv harus fokus kuliah agar bisa bekerja di sebuah perusahaan besar. Kamu tidak perlu memikirkan hal ini honey."

Gadis itu menitikkan air mata dan memeluk dengan Shopia dengan erat. Namun, meski pun adik-adiknya setuju dia tidak akan menyerah untuk mempertahankan rumah ini.

Malamnya Olivia menemui Pricilia di sebuah kedai kopi. Gadis itu sudah menceritakan semuanya bahwa dia ingin mencari pekerjaan yang berpenghasilan besar dalam satu hari.

"Jadi bagaimana?" tanya Olivia kepada sahabatnya yang sedang sibuk menatap ponsel. Kedua mata biru itu menatap gadis itu dengan tatapan lekat.

"Aku sudah menemukan pekerjaan yang akan menghasilkan banyak uang. Hanya saja aku tidak yakin jika kau mau melakukannya," jelas Pricilia sambil menatap gadis itu dengan tatapan tidak percaya.

Gadis itu tentu saja menggelengkan kepalanya. "Aku akan melakukannya. Jadi apa pekerjaannya."

Pricilia tersenyum lebar. "Malam ini kau menginap di rumahku. Bagaimana mau?"

Malamnya Olivia menginap di apartemen Pricilia. Gadis itu memang sendirian tinggal di sini. Kedua orangtuanya tinggal di Australia mengelola salah satu cabang hotel yang ada di sana.

Olivia di dandan dengan riasan dewasa, bulu mata yang lentik dan kedua pipi yang merah. Gadis itu juga di pakaikan pakaian yang sangat ketat berwarna merah dengan panjang di atas lutut.

"Pekerjaannya kau hanya perlu menemani seseorang yang memilihmu di situs online ini. Nah aku akan memotret dirimu dan nanti akan ada lelaki yang mau memakai jasa kamu."

"Tapi kau tidak menjual aku kepada para hidung belang bukan?"

Pricilia menggelengkan kepalanya. "Tentu saja tidak. Ini seperti teman bayaran, kau hanya perlu menemani orang yang memesan kamu di situs online ini."

Olivia mengigit bibirnya resah. Dia takut jika sahabatnya itu berniat untuk menjualnya kepada hidung belang. Jika seperti itu dia akan memilih Elliot daripada pria lain di luar sana.

"Bagaiman? Mau tidak."

Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Sepertinya tidak. Aku tidak mau ada hal buruk yang terjadi kepadaku."

Olivia segera pergi ke kamar mandi dan membuka pakaian yang dikenakannya. Dia segera me langkah ke luar kamar tanpa berpamitan dengan Pricilia yang sedang menonton televisi di ruang tamu.

Gadis itu memutuskan untuk duduk di taman terlebih dahulu. Mencoba mendinginkan kepalanya agar pulang nanti tidak melampiaskan amarahnya kepada penduduk di sana.

"Kau sedang apa di sini?"

Gadis itu mendongak dan tidak merasa aneh lagi ketika mendengar suara berat itu.

"Kau belum menyerah? Aku akan mengabulkan semua keinginanmu cantik. Kau tidak perlu berpikir keras seperti ini. Bagaimana? Kau menerima tawaranku?"

MENJADI SIMPANAN PRIA TUA [PINDAH KE CABACA]Where stories live. Discover now